"APA BANG!?"
Tidak sadar aku berteriak antusias setelah mendengar berita mengejutkan dari bang Rudy pagi ini. Aku akan bekerja sama lagi dengan bang Kaisar. Kali ini soal konten pribadi, yang artinya aku akan sering bertemu dengan bang Kaisar bukan?
Dengan senyum sumringah aku mengiyakan ajakan dari bang Rudy mengenai projek tersebut. Kesempatan yang bagus untuk mendekati bang Kaisar lebih dekat lagi. Tolong seseorang cubit aku, agar aku sadar bahwa ini bukan hanya mimpi.
Brak
Pukulan cukup keras mengenal tengkuk leherku, hal itu membuat ku meringis sakit. Pukulan tidak main-main yang pelaku utamanya tentu adalah adik dari bang Rudy —Fariz. Aku melirik anak itu jengah, setelah Fariz melempar sebuah galon kosong padaku barusan.
"Galonnya kosong! Lo ngga guna banget jadi orang, isi kek tuh galon. Ngga butuh minum Lo?"
Perkataan dari Fariz yang tidak punya sopan santun itu sedikit membuat kesal. Aku melirik pada bang Rudy yang tampak tidak terpengaruh. Dia sibuk dengan tablet di tangannya dan seakan tuli dengan tindakan adiknya itu. Apa dia benar adik kandungnya?
"Oke. Gue beliin nih,"
Setelah selesai dengan urusan rumah yang di ributkan oleh Fariz, aku dan bang Rudy berjalan pergi menuju tempat tujuan. Kali ini aku akan melupakan soal kekesalan karena tindakan Fariz sebelumnya. Hal itu tertutup sebab aku akan mengunjungi rumah seseorang yang terpenting dalam hidupku.
"Sampai sana, jangan malu-maluin Lo! Profesional dan cepat selesaikan pekerjaan! Sopan juga, jangan sampai mereka hilang respect sama Lo!?"
"Baik bang Rudy!" balasku sedikit penekanan.
Mobil kami masuk ke dalam kawasan kompleks rumah elit. Melewati beberapa rumah yang bertingkat tinggi dengan gerbang dan tembok yang menjulang. Memang pemandangan yang indah, tidak menyangka bahwa bang Kaisar dan papah tinggal di sini.
"Ayo turun!"
Ucapan dari bang Rudy membuyarkan lamunanku yang sibuk memperhatikan rumah yang kini ku singgahi. Benar ini rumah papah? Bagus sekali. Mewah dan nyaman. Papah dan bang Rudy pasti bahagia tinggal di sini. Ya walau harus berpisah dari mamah dan juga bang Sultan.
"Selamat datang! Ayo masuk aja, syutingnya di halaman belakang ya!" Salah satu manager bang Kaisar yang ku kenali membawaku ke arah halaman belakang.
Rumah ini luas dan megah sekali, terlampau besar untuk hanya di huni oleh papah dan bang Kaisar saja. Tapi tidak heran, nama papah sebagai aktor kelas A pasti menghasilkan uang banyak. Terlebih bang Kaisar juga menjadi artis sejak kecil. Mereka sudah menghasilkan pendapatan yang cukup untuk biaya hidup.
"Kamu bisa mendiskusikan soal kontennya nanti sama Kaisar ya,"
Sang manager menuntunku pada bangku yang berada di gazebo. Aku melihat sosok bang Kaisar di sana, tengah bermain ponsel sendiri. Perasaan ku di buat gugup sebab akan bertemu sapa lagi dengannya. Mengingat percakapan terakhir kita, menjadikan ku tidak percaya diri berhadapan dengannya.
"Hallo, Kak Kaisar Bagaskara. Senang bertemu Anda kembali," sapaku sedikit canggung dengannya.
Dapat kulihat jika bang Kaisar tampak tidak peduli dengan sapaanku barusan. Bahkan memandang wajahku saja tidak, dingin sekali manusia satu ini. Ku putuskan untuk duduk menjaga jarak dengannya. Suasana sunyi tanpa percakapan antara kita berdua membuat canggung.
Sampai sebuah suara yang tidak ku kenal terdengar mendekat. Seseorang duduk di samping bang Kaisar dengan tanpa jarak. Terlihat dekat sekali, entah mengapa aku jadi cemburu melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ajari Aku Sabar
Fiksi PenggemarSeperti apa rasanya hidup saat tidak di anggap keluarga mu sendiri? Raja Nusantara merasakannya. Dia yang tidak di perhatikan keluarganya. Di buang dan di abaikan bagai tidak pernah terlahir. Tangisnya tidak terdengar, sakitnya tidak terlihat. Semua...