<16> "Kesal pembawa luka

92 25 1
                                    

"Gue kan udah bilang! Jangan buat tingkah di lokasi! Sekarang apa pandangan orang ke Lo, bodoh! Mereka pasti sudah tidak mau memakai mu lagi!"

Seruan dari bang Rudy karena masalah di lokasi syuting tadi tidak pernah kudengarkan. Rasanya jiwa ku saat ini tengah terluka sebab perkataan dari bang Kaisar.

Sakit jiwa.

Kata-kata itu sakit sekali di dengar olehku, yang masih mengharapkan sebuah kalimat kerinduan oleh mereka. Tapi yang kudapat hanyalah luka lain yang kembali di torehkan pada hatiku yang sudah sakit berulang kali.

Mereka benar-benar melupakan ku?

Tidak ada kenangan yang keluarga ku ingat tentang sosok Raja yang di tinggalkan sendiri di rumah besar. Mereka pergi dengan egosinya meninggalkan anak kecil berusia lima tahun sendirian.

Dengan hatinya yang masih mengharapkan keutuhan keluarganya kembali. Nyatanya hanya aku yang mengharapkan hal tersebut. Sementara mereka sudah melanjutkan hidup di jalan masing-masing.

Yang tanpa sosok Raja di dalamnya.

Tanpa aku di dekat mereka. Seakan aku hanyalah seseorang tamu yang mampir di hidup mereka. Jika sudah tidak ada urusan mereka dapat menyuruhku pulang. Tapi, tempat pulang mana lagi yang harus ku tuju?

Karena merekalah tempat pulang ku. Keluargaku yang aku punya di dunia ini.

"Lo dengar tidak?!"

Aku menatap wajah bang Rudy yang menatap marah padaku. Semua perkataannya tidak ku dengarkan dengan baik. Sebab kepalaku sekarang berisik, penuh dengan penolakan yang beberapa hari ini ku terima.

Tanpa sadar, air mataku berlinang namun emosiku tiba-tiba menyeruak saat bang Rudy kembali menyalahkan diriku. Yang bahkan tidak bersalah sama sekali. Dia menelan mentah-mentah berita di luar sana. Padahal aku adalah artisnya, yang dia naungi dan harusnya di lindungi.

"Bang, aku itu bekerja dengan Abang kan? Kenapa Bang Rudy lebih mempercayai mereka?" suaraku seperti tercekat ketika berucap demikian.

"Pandangan orang lain lebih penting dari kenyataan yang sebenarnya Raja! Mereka sudah memandang Lo dengan buruk!"

"Persetan dengan itu! Harusnya Bang Rudy sebagai manager ku, membelaku! Mengkonfirmasi kebenaran dari sudut pandang ku. Itulah tugas manager untuk artisnya!"

"Lo, bukan artis besar, sadar bodoh! Gue yang selama ini membuat Lo di kenal banyak orang! Jadi berhenti berucap dengan mulut busuk Lo itu, kalo gue harus jadi kaki tangan Lo! Ngga sudi sampai mati!"

Aku menatap penuh luka pada bang Rudy setelah mendengar kalimat yang dia ucapkan. Begitu sangat menyakitkan untuk di dengar. Jadi selama ini bang Rudy hanya memanfaatkan ku, menjadikan aku bonekanya.

Menghasilkan uang sebanyak mungkin, setelah itu dia menikmatinya sendiri. Tanpa perduli aku juga terseok-seok dengan semua kebutuhan yang kurang. Dia memerasku seperti sapi perah. Kenapa aku baru sadar dengan kenyataan itu.

Bang Rudy tidak benar-benar menganggap ku rekan kerja yang sama-sama sedang meraih mimpi. Dia seperti menjadikan ku budaknya, seperti kata Fariz saat pertama kali kita bertemu.

"Aku tidak menyangka, Bang Rudy sejahat ini!"

"Semua orang memang jahat Raja! Lo cuma satu-satunya manusia bodoh!"

Manusia bodoh.

Apakah aku benar manusia bodoh itu. Benarkah aku satu-satunya orang bodoh yang masih mengharapkan kasih sayang keluarga yang jelas-jelas menolakku? Benarkah aku sebodoh itu?

Sebab emosi, aku menarik kerah baju bang Rudy. Memandangi penuh luka tepat pada kedua maniknya. Aku menyiratkan perasaan kecewa karena dia manfaatkan tanpa sadar.

Jangan Ajari Aku SabarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang