<2> "Panggung permulaan"

340 40 5
                                    

Bang Rudy menyuruhku siap-siap pagi ini bahkan sebelum ayam jantan berkokok pun aku sudah rapih. Memakai pakaian yang sebelumnya di belikan oleh Bang Rudy untuk menunjang penampilan ku di atas panggung.

Baju yang di pilih bagus dan tampak trendy berbeda sekali dengan kepribadian ku selama ini. Tapi tidak apa, ini adalah sebuah permulaan bagus bagiku. Merubah style agar banyak orang dapat menerima ku yang hanya seorang anak kampung ini.

Aku keluar dari dalam kamar dan berniat menyiapkan sarapan sebelum pergi. Selain berbelanja baju, aku dan Bang Rudy juga membeli beberapa bahan masakan. Selain bisa bernyanyi aku juga memiliki keahlian memasak. Tentu di ajarkan dari nenek ku yang pandai memasak.

Berbicara tentang nenek, aku sangat merindukannya saat ini. Hidup sedari kecil di kampung dekat pesisir pantai yang terletak di pinggiran kota dengan nenek dan kakek. Aku tidak pernah pergi jauh sebelumnya dari mereka. Namun demi mengejar mimpi yang sudah ku cita-cita kan seumur hidup ini, aku harus bisa hidup jauh dari nenek dan kakek.

Dan juga demi menemui mereka yang juga keluarga kandung ku.

Prang

Ada suara benda terjatuh dan pecah dari arah kamar Fariz, aku memperhatikan kamar tersebut diam-diam. Pintunya tertutup rapat hingga tidak dapat mencuri pandang sedikit pun keadaan di dalam.

Hatiku gusar, takut terjadi sesuatu pada adik bang Rudy itu. Walau perangainya jelek, tetapi sebagai yang lebih tua bukannya aku harus menjaga yang muda.

"Apa harus ku tanyakan?"

Rasa bimbang ingin mengetuk pintu di hadapan ku membuat pergerakan tanganku terhenti. Masih menimang apa lebih baik ikut campur atau mengabaikan apa yang terjadi saat ini.

Hingga pintu di depanku terbuka lebar memperlihatkan Fariz yang menatap terkejut padaku. Sorot matanya berubah menjadi tajam dan tampak menyimpan amarah. Tiba-tiba pundakku di dorong kasar sampai menjauh dari bibir pintu.

"Ngapain Lo di depan kamar?"

Jantungku berdegup kencang seperti ketahuan mencuri padahal aku tidak melakukan apapun. Namun tatapan menakutkan dari Fariz mampu membuatku terintimidasi. Dia benar-benar adiknya bang Rudy yang juga sama-sama memiliki aura menakutkan.

"Aku—

"Ngga usah panggil diri Lo pake aku ya bngst! Jijik gue dengernya?"

Fariz segera berlalu pergi dari hadapanku yang masih mematung. Pandanganku seketika melihat keadaan di dalam kamarnya sekilas. Terlihat berantakan dan kotor, ada banyak botol yang berserakan. Tentu aku tahu botol-botol apa itu, dari luar kamar saja sudah tercium baunya.

"Dia mabuk?"

Selesai sarapan, bang Rudy datang dan segera menyuruhku untuk bersiap-siap. Hari ini adalah panggung pertamaku dan untuk itu semalaman aku menyiapkan suara agar hari ini dapat bernyanyi dengan baik.

"Ini setlist nya. Lo ada di urutan ke lima sebagai bintang tamu. Usahakan semaksimal mungkin sampai orang-orang di sana penasaran dengan pendatang baru yaitu Lo. Keluarkan aura yang menarik mereka untuk ingin tahu Lo lebih jauh. Ngerti?"

Aku mengangguk setelah mendengar interupsi dari bang Rudy. Dia adalah bos sekaligus manager ku yang harus di andalkan saat diriku mengejar mimpi di kota besar ini. Bersyukur memiliki bang Rudy di sisiku yang mampu membimbing ku layaknya kakak sendiri.

"Ingat ya Raja! Lo harus viral dan terkenal bagaimana pun caranya. Kalo Lo nggak menjual, maka kontrak kita selesai dan Lo harus bayar pinalti nanti!"

Perkataan dari bang Rudy membuat ku tersadar, bahwa watak orang-orang di kota besar ini memang keras dan tidak ampun soal pekerjaan. Jika tidak sesuai maka kamu harus siap di depak kapan saja.

Terlebih harus membayar atas tidak suksesnya karirmu. Bukankah itu terdengar kejam, namun hal tersebut sudah tertulis dalam kontrak yang kemarin ku tandatangani.

"Tenang saja Bang! Aku pasti akan menjadi penyanyi terkenal!" ucapku dengan optimisme.

"Berusaha lah bodoh, jangan besar kepala dulu!"

Bang Rudy pergi meninggalkan ku sebentar untuk mengurus hal lain. Aku berada di sebuah tenda back stage tempat beberapa penyanyi dan pengisi acara menunggu untuk tampil. Melihat mereka yang hilir mudik dan di buntuti oleh asisten masing-masing membuatku iri.

Aku pasti bisa seperti mereka suatu saat nanti. Hanya tinggal berusaha semaksimal mungkin dengan suaraku ini, maka hasil tidak akan mengkhianati kerja keras.

"Raja Nusantara! Lima menit lagi naik panggung!"

Seruan dari staff penata acara terdengar, aku segera mengecek mikrofon dan perlengkapan untuk berdiri di atas panggung. Melihat ke arah bang Rudy yang siap di sisi panggung, namun wajahnya yang dingin sedikit membuatku tertekan.

Apa dia meragukan ku?

Naik ke atas panggung dengan sorak Sorai penoton yang tidak ku kenal. Hal itu berhasil memacu adrenalin ku, degup jantung yang berdebar kencang namun ada perasaan bahagia di dalamnya.

Inikah rasanya berdiri di depan ribuan penonton yang bersedia mendengarkan lagu dan suaramu? Kenapa begitu menyenangkan sampai tidak dapat ku deskripsikan. Benar-benar impian yang tinggal ku genggam saja.

Alunan musik mengudara, mempersiapkan pita suara aku mulai bernyanyi dengan nada sesuai lagu yang di bawa. Awalnya para penonton diam saja, hal itu membuat ku gugup dan takut jika mereka tidak menyukai suaraku.

Namun, ketika di bagian chorus lagu, sorak Sorai mereka terdengar riuh. Hal itu membuat ku mengobarkan api semangat lagi dalam setiap bait lagu yang ku nyanyikan. Mereka yang mendengar berjingkrak semangat serta mengikuti alunan lagu.

Lagi-lagi degup jantungku terasa lebih cepat, namun itu tidak menyakitkan seperti dahulu. Kecepatan degup ini membuat suntikan dopamine bahagia dalam diriku. Yang tidak pernah ku rasakan sebelumnya.

Aku mulai mencintai panggung ku!

Selesai bernyanyi dan berbincang singkat di atas panggung untuk memperkenalkan diri. Aku berjalan menuju back stage dan menemui bang Rudy yang menunggu di sana. Dengan senyum sumringah, ku dekati dia yang masih sibuk dengan handphone.

"Bang! Bagaimana penampilan ku? Bagus tidak? Mereka semua suka dan bersorak untuk ku!" bicara ku antusias seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya.

Ku lihat bang Rudy yang melirik sekilas, tampak tidak perduli dengan ocehanku. Apa aku terlalu berlebihan dengan ini? Kenapa dia tampak biasa saja. Apa Bang Rudy tidak senang dengan pencapaian ku?

Kalimat penuh pesimis itu terus terngiang dalam pikiranku setelah respon dari bang Rudy yang tampak biasa saja. Kepribadian dia yang dingin membuatku segan untuk memperlihatkan emosional lebih jauh di depannya.

"Itu baru permulaan Raja. Setelah ini buatlah mereka tergila-gila sama Lo!"

Setelah berucap kalimat yang sedikit memberikan penekanan padaku, bang Rudy pergi berlalu. Aku berjalan ke arah kursi tunggu dan mengistirahatkan tubuh yang tampak lelah.

Terlalu bersemangat di atas panggung tadi memberi dampak pada badanku yang memang tidak normal ini. Ku sentuh dada kiriku yang terdapat jantung dengan detak tidak normal.

"Semoga benda kecil ini masih bertahan setelah semua uang yang ku habiskan untuk memperbaikinya!"

*****

Hai hallo, dengan Raja di sini!?
Raja tuh sosok anak desa yang nekat ke kota buat jadi penyanyi, eh malah ketemu modelan Rudy sama adeknya. Kira-kira kuat ngga ya tuh anak hidup di kota yang keras ini?

Ayo sama-sama dukung Raja biar jadi penyanyi sukses.
Dan dukung cerita ini supaya authornya semangat lagi!!!

Sebenernya aku agak ragu mau nulis cerita ini, ngga tau mau beres apa ngga. Tapi demi Sunoo dan kisahnya di sini, aku bakal berusaha yaaa.

Tapi kalo tiba-tiba book ini ilang, mohon di maklumi karena kyanya tema atau gaya kepenulisanya ngga masuk di kalian.

Soo see you

Jangan Ajari Aku SabarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang