10

23 15 3
                                    

“Kendalikan dirimu, semua akan baik-baik saja!” Lucy memegang lembut bahu Jae Sung.

Secara mengejutkan, Jae Sung justru menarik pinggang Lucy dan memeluknya erat. Dia menyandarkan kepalanya ke perut rata gadis itu dan tiba-tiba menangis.

Lucy cukup terkejut tapi dia tidak berniat mendorong Jae Sung. Dia justru membalas pelukan pria itu dan mengusap puncak kepalanya untuk membuat dia merasa tenang.

“Semua akan baik-baik saja. Percayalah!” Lucy terus meyakinkan Jae Sung agar perasaannya menjadi lebih baik.

Di saat bersamaan, anggota The Force berdiri kaku ketika memasuki ruang tamu. Hal yang sama juga terjadi pada team yang sedang di teras luar. Mereka menatap pemandangan langka itu dengan sangat terkejut.

“Dia benar-benar telah merubah Jae Sung-hyeong. Jujur, aku senang melihatnya seperti itu,” ucap Kim Tae Moo tersenyum senang.

“Ya, semoga Lucy benar-benar orang yang tepat untuknya!” timpal Min Kyung-soo.

Jika orang tadi ikut senang dengan kedekatan Lucy dan Jae Sung, maka Jeong Jae Hwa justru menampilkan sikap berbeda. Tatapannya terhadap Lucy tampak begitu tajam jika diperhatikan dengan benar. Namun sayang, dua temannya itu tidak memperhatikan.

“Apa dia benar-benar Nuna? Dia tidak sakit, ‘kan? Ini sudah sangat aneh, kau tahu?” bisik Kai mendekati Min-Ho.

“Eoh, aku pun merasa aneh. Dia bukan Nuna yang ku kenal. Sikapnya membuatku merinding,” sahut Min-Ho.

Dua pria itu sama sekali tidak terkesan ataupun terharu. Lucy yang mereka kenal begitu dingin dan tegas, bisa dengan mudah melunak pada orang baru, benar-benar pemandangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

“Apa yang terjadi padaku? Perasaan ini begitu asing juga familiar.” Lucy memikirkan kembali perasaannya.

Meskipun hatinya tengah mendominasi, Lucy masih berusaha berpikir dengan akal sehat. Dia memikirkan kembali semuanya dari berbagai sisi dan mengendalikan perasaannya agar tidak terbuai lebih jauh.

Lucy menemani Jae Sung ke lantai atas dimana kamar dan ruang kerja pribadinya berada. Dia berniat mengantar pria itu agar dapat beristirahat dengan tenang selagi menunggu kedatangan pimpinan The Star Group.

Namun, Jae Sung justru meminta Lucy untuk menemaninya duduk di balkon sambil menikmati pemandangan malam. Keduanya duduk bersebelahan di kursi santai sambil menatap langit yang bertabur bintang.

“Aku selalu duduk di sini ketika memikirkan hal yang berat atau jenuh karena pekerjaan. Di sini sangat nyaman dan tenang. Jika tidak berhasil, aku akan berkendara menuju vila dan menenangkan diri sendirian di sana,” ucap Jae Sung bersandar nyaman di kursi dengan mata lurus ke atas menatap langit.

“The Force—kau tidak menghabiskan waktu dengan mereka?” tanya Lucy.

“Aku tidak ingin mengganggu waktu luang mereka. Di luar aktivitas grup, kami memiliki jadwal pribadi masing-masing. Entah terkait pekerjaan ataupun liburan untuk diri sendiri dan keluarga. Hanya beberapa waktu saja yang kami jadwalkan untuk pergi atau sekadar minum bersama,” jawab Jae Sung.

Pria itu menceritakan banyak hal mengenai perasaan dan pemikirannya saat ini. Keduanya juga sempat berdiskusi tentang kaitannya kejadian masa lalu dan sekarang.

“Aku bahkan sempat menjadi target mereka. Ketika menemani ayah di sebuah acara, ada peluru yang mengarah padaku. Entah benar-benar untukku atau karena aku sedang didekat ayah, peluru itu meluncur ke arah kami. Tapi, beruntung ada seseorang yang menyelamatkan kami.”

Jae Sung menceritakan sosok penyelamatnya datang bersama anggota kepolisian. Pakaiannya serba hitam dan wajahnya ditutupi masker. Dia hanya bisa melihat manik matanya yang indah dan terlihat seperti seorang wanita.

“Kau mengenalinya?” Lucy terkejut tapi terdengar waspada.

“Tidak. Tapi dia memang seperti wanita. Perhatianku teralihkan dengan cepat karena para penjaga dan dalam hitungan detik, dia sudah pergi entah kemana.” Jae Sung melipat kedua tangan dan bersandar ke kursi sambil menghela napas.

“Kau masih penasaran dengannya?” tanya Lucy.

Jae Sung menaikkan alis, terkejut dengan pertanyaan wanita di sampingnya, “Kau cemburu?” tebaknya jahil.

Lucy langsung mengalihkan pandangan. Entah kenapa dia merasa salah tingkah padahal tidak ada yang salah dengan pertanyaannya. Namun, pertanyaan itu membuatnya berpikir kembali, mungkinkah dia cemburu?

“Tidak, itu tidak mungkin!” gumamnya menyakinkan diri.

“Tenang saja. Aku hanya penasaran karena semua terjadi begitu cepat. Tapi sekarang, aku membiarkannya berlalu. Siapapun dan dimanapun dia, aku sangat berterimakasih. Aku hanya ingin mengatakan itu saja padanya,” jelas Jae Sung sengaja mencondongkan badan lebih dekat karena Lucy masih mengalihkan pandangannya.

Seperti sedang membujuk agar pasangannya tidak merajuk, membuat Lucy semakin merah padam karena malu dan semakin gugup. Jae Sung tertawa kecil karena gemas dibuatnya.

Sudut mata Lucy menangkap bingkai foto besar di dinding. Seorang wanita dengan anak kecil laki-laki duduk di pangkuannya sambil tersenyum bahagia.

Jae Sung mengikuti arah pandangan Lucy dan ikut tersenyum ketika melihat foto tersebut. “Itu ibuku!” ucapnya membuyarkan lamunan wanita di sampingnya.

“I-ibu?” Lucy seketika menoleh lalu menatap foto sekali lagi sebelum menggeser posisi duduknya ke arah Jae Sung.

“Foto itu diambil ketika aku berusia tiga tahun. Setelah gambar ini, kami tidak pernah foto bersama lagi.” Pria itu sedikit menundukkan pandangannya lalu menghela napas berat.

“Kenapa?” Pertanyaan yang sudah diprediksi.

Jae Sung menatap Lucy, “Ibuku meninggal karena kecelakaan!” jawabnya.

“Ke-ce-lakaan?” Lucy terkejut heran.

“Ibuku bekerja di luar kota. Aku dirawat suster di sini karena ayah tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Kami tinggal bersama selama bertahun-tahun tanpa ibu. Ketika mendengar kabar jika pekerjaannya selesai dan akan kembali, aku sangat bersemangat. Wanita yang hanya bisa ku lihat dari layar ponsel, akhirnya bisa ku gapai. Namun, semesta tidak membiarkan kami bertemu. Dia mengambil ibuku sebelum aku bisa memeluknya.”

Mata Jae Sung bergetar dan air turun membasahi pipinya. Rasa sakit atas kehilangan dan kekecewaan pada dunia memenuhi dada hingga membuatnya sesak.

Meski sudah lima tahun berlalu, luka yang dirasakan masih terasa baru dan begitu mudah timbul. Lucy mengusap lembut bahu Jae Sung untuk menenangkannya.

“Aku belum bisa memeluknya!” Kalimat singkat tapi menyakitkan. Sebuah harapan yang dipatahkan begitu saja tanpa memberi waktu dan kesempatan.

Jae Sung memeluk Lucy untuk menekan rasa sakit dalam hatinya hingga perlahan isak tangisnya mulai berhenti dan emosinya bisa dikendalikan.

***

Lucy-Renne [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang