“Kak Zave, tungguin Ora!”
“Hm.”
Ora mempercepat langkahnya di koridor, berusaha mengejar Zave yang tampak acuh dan terus berjalan cepat. Napasnya mulai tersengal, tapi dia tak mau menyerah. Berkali-kali ia memanggil, namun Zave hanya merespons dengan gumaman pelan tanpa menoleh sedikit pun.
“Kak Zave! Tungguin Ora!” seru Ora lagi, suaranya kini terdengar lebih kesal. Namun, Zave tetap melangkah, tak memperlambat langkahnya sama sekali.
“Hm,” jawab Zave singkat, seolah itu sudah cukup menjawab.
Ora semakin frustasi. Ia tak percaya Zave bisa sediam ini, seakan sengaja tak mau mendengar, atau mungkin benar-benar tak peduli. Dengan sisa tenaga yang ia punya, Ora berlari kecil, mencoba mengejar Zave dari belakang.
“Kak Zave!” teriaknya lagi, kali ini lebih keras.
“Hm,” gumam Zave lagi tanpa menoleh, suaranya datar.
Langkah Zave tetap tak berubah. Ora mengepalkan tangannya, menahan emosi yang mulai naik ke permukaan. Setiap gumaman “hm” dari Zave seperti menambah rasa kesalnya—bukan cemas, tapi makin jengkel.
“Kak Zave! Kamu dengerin Ora nggak sih!” teriak Ora, suaranya nyaris bergetar karena frustasi. Ia tak tahu harus bagaimana lagi agar Zave berhenti.
Zave hanya menjawab, “Hm.”
Akhirnya, Ora berhasil menyusulnya. Napasnya terengah-engah saat ia meraih lengan Zave, memaksanya untuk berhenti. Zave berhenti sejenak, matanya masih lurus ke depan, tapi kali ini dia sedikit menoleh, ekspresinya tetap datar seperti biasa.
“Kenapa sih kamu jalan cepat banget? Ora udah manggil berkali-kali,” kata Ora, nadanya terdengar setengah marah dan setengah bingung.
Zave menatapnya dingin sejenak, kemudian mengangkat bahu sedikit.
“Ya?” jawabnya singkat, seolah apa yang membuat Ora panik sama sekali tak penting baginya.
Ora terdiam, bingung bagaimana harus menghadapi respon Zave yang begitu datar dan dingin, sementara ada begitu banyak hal yang ingin ia katakan di dalam dadanya.
“Nggak jadi, Ora keburu haus gara-gara teriak-teriak manggilin Kak Zave,” keluh Ora, menyerah.
Zave hanya menatapnya sebentar, ekspresinya tetap dingin tanpa emosi. Tanpa berkata apa-apa, dia mengeluarkan botol minum dari tasnya dan menyerahkannya pada Ora dengan kasar, seolah itu adalah hal yang merepotkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEGAVERSE : ZAVE DAN ORA ( On going || revisi )
Teen FictionDalam dunia yang penuh rahasia dan kekuatan tersembunyi, Zave dan Ora terjebak dalam konflik yang lebih besar dari diri mereka. Meski Zave terus menolak, kelembutan Ora perlahan mulai meruntuhkan dinding yang ia bangun di sekeliling hatinya. Tapi ak...