Hari itu suasana kelas 12 mulai berbeda. Setelah istirahat, kelas mulai membahas persiapan festival yang akan datang. Axel, yang seperti biasa penuh semangat, langsung mendekati Aydan saat kembali ke kelas mereka.
“Bro, lo denger kan tadi soal festival? Kita harus pilih siapa yang jadi perwakilan buat lomba,” kata Axel, suaranya antusias. “Kita nggak boleh ketinggalan! Gue pengen banget ikutan lari karung!”
Aydan hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Lo bener-bener nggak pernah kehabisan energi, Axe. Tapi oke, kita harus mikirin siapa aja yang mau jadi perwakilan, terus kita atur biar nggak bentrok sama kelas.”
Axel langsung berdiri di depan kelas, mencoba menarik perhatian teman-teman sekelasnya. “Oke, guys! Gue udah ngomong sama Aydan, dan kita mau pastiin kelas kita ikutan festival! Siapa yang mau jadi perwakilan buat lomba? Ayo, kita diskusi sekarang.”
Beberapa siswa mulai merespons, ada yang tertarik tapi belum yakin, ada juga yang diam-diam memikirkan strategi. Axel dengan semangat menjelaskan lomba-lomba yang akan diadakan, mulai dari lari karung, tarik tambang, sampai lomba makan kerupuk.
Aydan menambahkan dengan tenang, “Kalau kita mau menang, kita harus pilih orang yang bener-bener siap. Kita juga harus ngatur strategi biar nggak bentrok sama pelajaran, soalnya festival kan nggak cuma sehari.”
Teman-teman sekelas mereka akhirnya mulai berdiskusi lebih serius. Ada yang setuju ikut, ada yang menolak karena merasa nggak cocok dengan lomba yang ada. Axel terus mendorong semangat mereka, sambil sesekali melirik Aydan yang hanya bisa mengangguk setuju di setiap argumen yang Axel lemparkan.
Di kelas lain, Altair duduk di sebelah Orion dengan ekspresi serius seperti biasanya. Ketua kelas baru saja selesai mengumumkan bahwa mereka harus mengirimkan perwakilan untuk lomba-lomba festival. Altair mengamati seluruh kelas dengan pandangan yang tajam.
“Gue nggak suka buang waktu,” kata Altair dengan nada rendah. “Jadi, kita harus segera putusin siapa yang ikut lomba.”
Orion menoleh, lalu mengangguk setuju. “Ya, kita harus pilih orang yang paling cocok untuk tiap lomba. Jangan asal pilih, kalau kita mau menang.”
Beberapa siswa di kelas mereka mulai menawarkan diri untuk lomba-lomba yang mereka minati. Orion tetap tenang, mendengarkan siapa yang menawarkan diri dan mencatat siapa yang mungkin bisa diandalkan. Sementara itu, Altair dengan dingin mengusulkan strategi untuk lomba tarik tambang. “Gue ikut tarik tambang. Kita harus cari orang yang kuat dan cepat.”
Beberapa siswa tampak setuju, meskipun ada juga yang merasa terintimidasi oleh cara Altair berbicara. Orion kemudian menambahkan dengan bijaksana, “Kita juga harus mikirin stamina. Kalau mau ikut banyak lomba, jangan sampai kelelahan di awal.”
Setelah beberapa menit diskusi, mereka akhirnya menyusun daftar perwakilan untuk setiap lomba. Altair dan Orion sudah sepakat untuk berpartisipasi, memastikan kelas mereka bisa tampil kompetitif di festival nanti.
Sementara itu, di kelas Zave, suasana terasa berbeda. Zave duduk di kursinya, diam seperti biasa. Dia mendengarkan ketua kelas yang baru saja berdiri di depan, mengumumkan lomba-lomba festival dengan suara penuh antusiasme. Namun, Zave hanya mendengarkan tanpa memberikan reaksi. Baginya, festival bukanlah sesuatu yang menarik. Tapi, tetap saja, dia tak bisa menghindari mendengar percakapan di sekitarnya.
“Siapa yang mau jadi perwakilan?” tanya ketua kelas. “Kita harus cepat ngambil keputusan biar bisa latihan.”
Beberapa siswa mulai berbicara, mendiskusikan siapa yang cocok ikut lomba lari, tarik tambang, dan lainnya. Zave tetap diam, tidak menunjukkan minat untuk ikut dalam diskusi. Namun, dia mendengarkan semuanya dengan saksama, memperhatikan siapa saja yang sukarela ikut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEGAVERSE : ZAVE DAN ORA ( On going || revisi )
Ficção AdolescenteDalam dunia yang penuh rahasia dan kekuatan tersembunyi, Zave dan Ora terjebak dalam konflik yang lebih besar dari diri mereka. Meski Zave terus menolak, kelembutan Ora perlahan mulai meruntuhkan dinding yang ia bangun di sekeliling hatinya. Tapi ak...