Prolog

12 4 0
                                    

Rintik hujan mulai turun membasahi kota, malam itu. Seorang laki laki yang tengah duduk di atas kursi meja belajarnya itu menghela nafas, memandangi sebuah foto ukuran kecil di tangannya. Dia mengusap foto itu, tak disangka isak tangis mulai terdengar. Jika dia menangis didepan teman temannya dia akan di anggap lemah. Tapi sungguh, kali ini dia lemah sekali, lemah atas perasaan nya.

Sepucuk surat lama yang tersimpan rapi di dalam sebuah buku harian berwarna biru langit itu terbuka, tulisan rapi khas dari seorang pemilik senyum manis itu. Radit kembali membacanya perlahan, surat dari seorang Rinjani itu membuatnya terenyuh. Setiap goresan pena diatas kertas itu mengingatkan nya kepada Rinjani, suara tawanya, senyumnya, dan segala sesuatu tentang Rinjani ada di dalam benak Raditya.

"Aku kalah Rin, seorang Radit kalah dengan perasaannya. Maafkan aku." Sebuah air mata lolos menuruni pipi. Radit mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Lantas menelusupkan wajahnya diantara lipatan tangan di atas meja. Memeluk sebuah surat dan foto lama.

Hujan diluar bertambah deras diluar sana, rintiknya jatuh mengenai genangan air di halaman rumah. Menyebabkan suara menenangkan seperti melodi yang indah. Gorden jendela terkibar kibar oleh angin membawa hawa dingin masuk lewat kisi kisi jendela.

Radit mengangkat wajah, dipandanginya kembali foto lama  yang tergeletak di atas buku biru milik Rinjani-nya . Dimana disana terdapat fotonya dan si perempuan senyum manis miliknya, Rinjani tersenyum lebar di sebuah tempat wisata.

Radit kembali mengusap foto itu. Satu air mata lagi lolos di atas pipinya. Kembali teringat atas keputusannya meninggalkan Rinjani sendirian.

"Maafkan aku, Rin. Sungguh maafkan aku." Ucapnya sekali lagi. Radit kembali menelusupkan wajahnya di lipatan tangan di atas meja, sungguh Radit yang dulu dikenal akan keputusannya yang paling baik, keputusannya yang paling bijaksana. Kini kalah atas keputusannya sendiri dan menyesali keputusannya.

"Aku tau Rin, aku salah. Sering membuatmu kecewa adalah kesalahanku. Namun. aku juga tidak bisa untuk membangkang kepadanya. Disisi lain aku bingung harus memilih perempuan yang aku cintai atau perempuan yang aku hormati. Namun, ternyata keputusanku waktu itu salah untukmu dan sekarang aku harus kehilanganmu." Gumamnya suara Radit langsung hilang diantara suara rintik hujan dan remang remang kamar sepi milik Radit.

Tanpa sadar Radit tertidur masih dengan memegang foto miliknya. Ada bekas sisa air mata di wajahnya. Dia lelah, lelah di kekang, tidak bebas. Meski seringkali dia membuat perempuan itu kecewa, tapi Rinjani tetap berada di sisi terpuruk dirinya. Dan kini dia kehilangan sosok itu. Dia kehilangan rumah bagi jiwanya.

Bagi Raditya, Rinjani adalah jiwanya. Dia rindu perempuan senyum manis itu. Hanya kini dia tidak akan pernah lagi bertemu dengan Rinjani lagi, hanya bisa berharap perempuan itu mau hadir dalam mimpinya. Sedangkan hujan di luar bertambah deras, menyapu segala penyesalan dan rindu dari seorang Raditya kepada perempuan itu.

RandhuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang