6

7 4 1
                                    

Raditya menghela nafas memandangi papan nama kelas di depannya.

XII-3

Papan itu tepat tertempel di atas pintu yang tertutup rapat. Sunyi. Itu yang Radit rasakan. Kelas ini kelas paling sunyi diantara kelas lainnya. Entah ada guru yang mengajar atau tidak sama saja. Berisi kurang dari 30 siswa mungkin membuat ketua kelasnya lebih mudah untuk mengendalikan kondisi kelasnya. Mungkin. Itu yang ada dipikiran Radit atau memang semua siswanya

Tapi Radit benar benar mengakui kelas yang berada didepannya sekarang ini sungguh bisa dibilang paling kalem tapi sekalinya bergerak, anak anaknya menjuarai perlombaan seperti seorang siswa yang Radit cari saat ini.

Radit mengetuk pintu tiga kali kemudian membuka pintunya perlahan. Ada Pak Agam guru bahasa Indonesia yang tengah menuliskan sesuatu di papan tulis. Radit tersenyum canggung ketika seluruh tatapan mata siswa kelas XII-3 terarah padanya.

"Permisi pak Agam, saya mau memanggil Pandya Salma sebentar." Radit berkata pelan, dia melihat Salma duduk di deretan nomor 2 dari depan yang juga tengah menatapnya.

"Oh iya, silahkan." Pak Agam kembali meneruskan tulisannya.

Radit menutup pintu setengah dan berjalan keluar ketika melihat Salma sudah berdiri untuk meminta izin pada pak Agam.

"Ada apa?"

"Tolong tanda tangan disini sebagai absensi panitia saat MPLS." Radit menunjuk kolom kosong tepat di bawah tanda tangannya.

Salma mengangguk, dia menyaut uluran pulpen yang diberikan oleh radit kemudian membubuhkan beberapa tanda tangannya dibeberapa kertas. Meski dia bukan panitia sebenarnya tapi bertanggungjawab atas adik ekstra sastranya, Nafia dan teman temannya. Mungkin bagi OSIS dia juga ikut menjadi panitia walau tak ada setengah hari

"Nafia di kelas yang mana?" Tanya Radit sambil mendudukkan diri di bangku depan koridor kelas milik Salma.

"Dia kelas XI-1. Kelasnya di depan ruang silat persis."

Radit manggut manggut, dia menatap salma yang sibuk menuliskan tanda tangan, tiba tiba sebuah pertanyaan terceletuk dari pikirannya.

"Pernah deket sama cowo?" Pertanyaan itu tiba tiba terlontar dari mulutnya. Radit meruntuki diri bisa bisanya sangat ceroboh dalam bertanya. Kalo Salma jadi ilfil dengannya bagaimana?

"Ha?" Salma langsung menoleh, dia kaget mendengar Radit bertanya.

Radit mengusap tengkuknya salah tingkah. Sebenarnya pertanyaan itu tidak ada niatan untuk di ajukan tapi Radit penasaran jika memang sudah berarti itu ada lah Fariz karna yang Radit dengar Salma tidak pernah dekat dengan laki laki manapun kecuali kakaknya, itu yang di katakan oleh nada.

"Nggak, cuma emang Lo beneran Deket sama Fariz?" Radit bertanya pelan, dia memelankan suaranya agar tidak menggangu kelas Salma juga agar tidak yang mendengar pembicaraan mereka.

"Cuma Deket sebagai temen nggk lebih, dia baik orangnya."

Radit menghela nafas reda mendengar respon Salma yang tidak terlalu memperdulikan pertanyaannya tadi. Laki laki itu kini menatap Salma yang tengah membubuhkan tanda tangan di halaman terakhir absensi.

Salma mengulurkan kertas dan pulpen pada Radit, sekitar 5 buah tanda tangannya sudah tertera disana.

"Kalo misal ada 2 sahabat yang sama sama suka sama Lo gmna?"

Radit memandang Salma lekat, hal itu membuat Salma membeku ditempat, tidak berkutik. Apa benar yang di katakan oleh nada bahwa baik Fariz ataupun Radit menyukainya. Tapi jika hal itu benar hal ini bisa menimbulkan masalah. Sebab kebanyakan sebuah pertemanan rusak akibat cinta.

"Lo jangan bercanda deh." Salma membuang muka, berusaha agar tidak menatap manik coklat milik Raditya. Laki laki didepannya sungguh di luar dugaan. Semua pertanyaan yang terlontar sangat di luar nalarnya.

Sebenarnya Radit melontarkan itu hanya untuk antisipasi saja. Jika memang Salma tidak suka maka dia akan mundur saja dari awal.

"Nggk bercanda." Ujar Radit dia masih menatap Salma yang membuang muka dari nya. Wajah gadis itu memerah, hal itu membuat Raditya menahan senyumannya. Baiklah kita simpulkan saja gadis itu diam berarti 'tidak masalah'

Bel tanda pergantian jam pelajaran terdengar. Pak Agam terlihat keluar dari kelas. Baik salma maupun Raditya memberikan senyum sopan terhadap guru muda tersebut.

Pak Agam menepuk pundak Radit ketika sampai di sampingnya. Beliau membisikkan sebuah kalimat

"Hati hati nanti jatuh cinta dengan anak murid kebanggaan saya, dit."

Setelah mengatakan hal itu pak Agam tersenyum lantas mulai berjalan menuju ke kelas selanjutnya.

"Pak Agam ngomong apa tadi?"

Radit tiba tiba tersadar "oh nggk ada lupain aja."

Dia mengemasi kertas absen dan juga pulpennya.

"Ya udah gue cabut dulu ya, makasih Rin."

"Rin?" Salma bertanya bingung

"Nama belakang lo Rinjani, nih tertulis jelas." Laki laki itu menunjuk kata Rinjani tepat di nama Salma pada kertas absensi

"Kalo misal gue manggil Lo Rinjani gapapa kan?" Tanya Raditya

Salma hanya dia ditempat lantas mengangguk kecil mengiyakan. Sedangkan Radit tersenyum. Bagi Salma asalkan masih terdapat di unsur namanya terserah orang orang akan memanggilnya yang mana.

Beberapa teman SMP nya memanggil dengan nama depannya, Pandya. Sedangkan di SMA mereka lebih suka memanggilnya dengan Salma dirumah juga begitu baik ibu atau mas Alif

Radit berpamitan, laki laki itu melenggang pergi menjauh dari Salma yang masih diam di tempatnya sambil berpikir. Kenapa laki laki itu tiba tiba ingin memanggilnya dengan panggilan Rinjani.

Salma menatap punggung Radit yang perlahan hilang di belokan.

RandhuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang