Mobil taksi berwarna biru berhenti tepat di depan pagar rumah mewah yang sedikit klasik dengan corak pintu terbuat dari kayu jati, serta plafon PVC berwarna cokelat keemasan menambah aksen klasik modern untuk rumah luas itu. Nadean menurunkan semua koper dari dalam bagasi mobil sebelum akhirnya membayar dan memberikan tips untuk si sopir taksi tersebut.
"Hah! Akhirnya setelah satu tahun lamanya," gumam Nadean bernapas lega.
Nadean membawa koper miliknya untuk masuk ke dalam rumah. Namun, sebelum membuka pintu, tatapannya tiba-tiba teralih saat melihat sebuah motor yang terparkir di dalam garasi yang terbuka. Meskipun motor itu ditutupi kain putih, tetapi dari bannya saja, ia sudah dapat menggambarkan jika itu adalah motor miliknya yang dulu sering digunakan bersama Mettasha.
Nadean membuang napas berat sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya ke dalam rumah.
"Ma! Mama! Nadean pulang, Ma," teriak Nadean sambil menyisir setiap ruangan mencari keberadaan Miranda. "Apa mungkin di kamar, ya?" gumamnya karena belum berhasil menemukan Miranda.
Nadean menaiki anak tangga menuju lantai dua untuk mencari Miranda di kamar.
"Ma," Nadean memanggil pelan sambil membuka pintu.
Terlihat seorang wanita paruh baya sedang duduk di atas kasur sambil melihat isi ponselnya seperti sedang menunggu kabar dari seseorang. Mendengar sebuah suara seperti memanggilnya, ia pun melihat ke arah suara berasal.
"Ya ampun, Nadean!" Miranda terkejut melihat kedatangan putranya dan langsung beranjak dari duduknya. "Mama udah nungguin dari jam tiga, kok, belum datang-datang juga? Mama coba telepon, tapi nggak aktif. Ini Mama lagi hubungin adik kamu buat nyari kabar kamu, Nak. Iish, kamu ini! Bikin Mama khawatir, deh! Dari mana dulu kamu, hm?" tanyanya begitu cemas.
"Maaf, ya, Ma. Malah bikin Mama khawatir gini. Tadi aku habis ketemu Duta sama Jeremy dulu," jawab Nadean sambil memeluk Miranda dengan erat. "Kangen banget. Mama gimana kabarnya? Kaki gimana, kaki? Udah nggak sakit kaki lagi, kan?" tanyanya yang khawatir dengan kondisi kesehatan Miranda yang sudah tidak muda lagi.
Hal itu yang pertama Nadean tanyakan sebab sebelum Nadean pergi ke Jepang, Miranda mengeluhkan sakit kaki akibat cedera lutut sehabis berolahraga lari.
"Enggak dong. Kemaren sakit kaki itu, katanya karena Mama udah tua, sendi-sendinya udah mulai keropos. Tapi mama malah paksain buat lari sama teman-teman Mama, makanya Mama sakit," jelas Miranda kepada putranya itu.
Nadean melepaskan pelukannya sambil menatap wajah Miranda. "Lagian udah tua juga, masih aja gaya-gayaan lari," omelnya.
"Habisnya Mama jenuh di rumah, Nad. Harus ngapain lagi coba? Paling ngecek restoran doang, habis itu, ya, ngerumpi sama teman-teman. Mau turun ke dapur lagi, kan, dilarang sama kamu dan adik kamu," keluh Miranda dengan wajah merajuk.
"Kan, bisa olahraganya yang ringan aja, Ma. Udah nggak muda lagi, loh. Harus tau kemampuan fisik kita, tuh, sampai mana. Jangan maksain yang berat," ujar Nadean mengingatkan. "Untung ada si adek yang nganterin Mama berobat. Maaf, ya, Ma," katanya lagi yang merasa sedikit bersalah karena tidak bisa mengurus wanita yang sudah melahirkannya itu.
"Iya, Mama udah tua, kan, ya? Makanya jangan ditinggal lagi sendirian," sindir Miranda terdengar santai. "Adek kamu juga sekarang jarang di rumah. Dibuat sibuk sama Abangnya buat ngurusin restoran di sini. Eh, yang punya restoran malah keliling dunia terus," cibirnya dengan bibir mengerucut.
"Hm ... udah dong, Ma. Jangan sindir-sindir aku begitu terus. Baru nyampe, nih. Masa sambutannya malah ocehan, sih?" Nadean pun memanyunkan bibirnya. "Nggak tawarin makan atau minum kek gitu buat nyambut anaknya yang ganteng ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
VIEIL AMOUR | HOSEOK
Algemene fictieMettasha terlahir sebagai putri konglomerat ternama yang memiliki banyak hal yang diimpikan semua gadis seusianya. Namun, ia memiliki masa lalu kelam sehingga membuatnya harus menutup rapat dirinya dengan sifat keras dan introver. Sampai suatu har...