Chapter Twenty Two.

102 11 2
                                    

Assalamu'alaikum, Raffasya update.

Tolong beri vote  dan komen  ya. Anggap aja sebuah feedback.

Kita sholawat dulu yu. Ikutin loh, ya.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ

( Allahumma sholli 'ala sayyidina muhammad wa 'ala sayyidina muhammad. )

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Happy Reading.

▪︎
▪︎
▪︎

Setelah panggilan itu terputus, Fasya mematikan layar ponselnya. Lalu ia menatap Aydan dan Hamdan.

"Oh, iya. Annayya gimana keadaannya Pah?" Tanya Fasya.

"Demamnya udah turun kok, Gus. Tinggal hatinya aja yang panas." Bukan Aydan yang menjawab, tapi Hamdan. Fasya terkekeh mendengarnya.

"Jadi pengen saya karungin." Kekeh Fasya. Hamdan dan Aydan terkekeh juga.

"Pah, ada titipan salam dari Ummi sama Abi." Ujar Fasya menatap Aydan.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Aydan dan Hamdan barengan. Fasya tersenyum mendengarnya.

Sementara Zaidah, dia sibuk dengan boneka yang di belikan Fasya tadi.

"Mas Gus, bonekanya cantik atau ganteng?" Tanya Zaidah membuat ketiga pria itu tertawa.

"Cantik sayang, sama seperti kamu." Jawab Fasya setelah selesai tertawa. Ia mencubit hidung Zaidah.

"Zai, Zai, mana ada boneka ber gaun ganteng. Ada ada aja." Timpal Hamdan menggeleng. Zaidah menatap tajam kepada papa dan abangnya. Tapi tidak kepada Fasya. Padahal Fasya juga menertawainya. Sedetik kemudian, dia menatap gus Fasya dengan mata berkaca kaca.

"Eh, eh, kenapa ini? Kok nangis? Sini sini." Fasya membawa Zaidah ke dalam dekapannya. Ia mengusap surai Zaidah lembut. Zaidah menangis dalam pelukan Fasya tanpa suara.

"Malu sama bonekanya. Liat, liat, bonekanya ketawain kamu tuh." Ujar Fasya mencoba agar tangis Zaidah terhenti.

"Zai..." Aydan beranjak berdiri mendekati Fasya. Ia membawa Zaidah dari pelukan Fasya. "Hey, don't cry, don't cry. Maafin papa ya nak?" Aydan menghapus air mata putrinya pelan. Wajahnya memerah dan cemberut.

"Cantiknya hilang tuh," timpal Aydan membuat Zaidah menjatuhkan kepalanya di bahu Aydan. Tangannya bergantung kepada leher Aydan.

"Kasian..." Aydan mengusap punggung mungil putrinya itu.

"Pah, kayanya Fasya harus pulang sekarang." Tiba tiba Fasya membuka suara. Itu pun membuat Zaidah mengangkat kepalanya.

"Loh, buru buru amat Gus." Ujar Hamdan.

"Iya, Bang. Afwan, saya harus badalin Abi ba'da dhuhur ini."

"Kamu ga mau lihat Annayya dulu?" Tanya Aydan.

"Nggak, Pah. Takut terhipnotis saya." Kekeh Fasya, membuat Hamdan dan Aydan geleng geleng kepala.

RAFFASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang