Chapter V " Pelepasan "

13 4 2
                                    

Sore itu, suasana sekitar akademi mulai sepi. Murid-murid dari berbagai kelas berseragam lengkap perlahan meninggalkan gedung, sebagian bercakap-cakap dan tertawa, sebagian lagi tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Roza, masih berdiri di samping kelas D, menarik napas panjang dan memandangi langit yang mulai memerah.

Duel di kelas tadi membekas di hatinya, tapi entah kenapa, pikiran tentang J terus mengganggu. Ia ingat bagaimana J, yang belum mampu mengontrol kemampuan sihir, sering kali tertinggal dalam banyak hal. Namun, di mata Roza, J. memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh siapa pun—keuletan yang diam-diam menginspirasi.

Waktu terus berjalan, dan akhirnya pintu kelas D terbuka perlahan. Suara langkah-langkah berat terdengar, dan dari balik pintu, J muncul. Wajahnya tampak lelah, tapi matanya, yang selalu penuh tekad, langsung bertemu dengan tatapan Roza. Mereka tidak perlu berkata apa-apa. Hanya dengan satu pandangan, J mengerti bahwa Roza sedang menunggunya.

"Roza?" J berbicara pelan, sedikit terkejut tapi juga senang melihatnya di sana.

Roza hanya mengangguk singkat, mencoba menyembunyikan perasaannya di balik sikap tenangnya. "Sudah selesai?" tanyanya.

J tersenyum tipis, meski dengan kelelahan yang terlihat jelas di wajahnya. "Iya, udah. Kenapa kamu di sini?"

Roza menarik bahunya sedikit, berpura-pura santai. "Cuma pengen lihat kamu. Yuk, pulang bareng."

" Kamu nungguin aku? " Goda J. Roza cepat-cepat membuang mukanya.

" Apasih J. engga, kebetulan aja aku juga baru selesai kelas, kebetulan kamu juga baru keluar, makanya aku ajak pulang bareng "

" Iya iya, aku percaya, hari ini banyak kebetulan ya " J menatap Roza, terkejut sekaligus senang dengan perhatian itu. Mereka mulai berjalan beriringan meninggalkan akademi. Meski tak banyak kata yang terucap, suasana di antara mereka terasa hangat, seperti biasa. Mungkin, tanpa mereka sadari, kehadiran satu sama lain sudah lebih dari cukup untuk saling memberi dukungan.

* * *

Langit sore mulai memudar menjadi semburat jingga dan ungu, menandai akhir hari di akademi. Jalanan yang mereka lalui semakin sepi, hanya tersisa suara langkah kaki mereka berdua yang mengisi keheningan. Roza berjalan di samping J, perasaannya berputar-putar dalam diam. Ada sesuatu yang ingin ia katakan, namun bibirnya terasa berat untuk mengucapkannya.

Saat mereka berdua hampir mencapai gerbang, Roza berhenti. Angin berembus lembut, membuat beberapa helai rambutnya terangkat. Ia menunduk sedikit, sebelum akhirnya memberanikan diri. "J..." suaranya pecah dengan lembut, hampir seperti bisikan yang terbawa angin, "aku khawatir padamu."

Kata-katanya seolah tenggelam di antara embusan angin. J, yang berjalan sedikit di depannya, menghentikan langkahnya. Dia menoleh dengan bingung. "Apa yang kamu bilang barusan?"

Roza terdiam, jantungnya berdebar kencang. Ia menatap punggung J yang tampak lebih kokoh daripada yang ia ingat. Sejenak ia berpikir untuk mengulanginya, tapi perasaannya tertahan di tenggorokan. "Tidak... tidak, lupakan," katanya, suaranya lebih pelan dari sebelumnya. Ia menghela napas dalam, mengalihkan pandangannya ke langit yang mulai gelap. "Bagaimana kelasmu tadi?"

J terlihat ragu, seperti ingin menanyakan lebih lanjut, tapi akhirnya dia hanya mengangguk pelan. Dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat, dia mulai bercerita. Tentang gurunya yang keras tapi adil, tentang teman-temannya yang meskipun aneh, selalu mendukung satu sama lain. Dia berbicara tentang bagaimana sulitnya bagi dia rumitnya sihir, tapi dia berusaha, mencoba, dan terus bertahan.

Roza mendengarkan dalam diam, tapi hatinya terasa sesak. Kata-kata J mengalir lancar, namun di setiap jeda, ia merasakan kelelahan dan keraguan yang tersembunyi di balik senyumannya. Sementara J bercerita, Roza hanya menatapnya, matanya penuh perasaan yang tertahan.

𝙹•𝙼𝙰𝚇 𝚁𝙴-𝚅𝙾𝙻𝚄𝚃𝙸𝙾𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang