Chapter XVIII " Jeruji "

7 3 2
                                    

Pagi itu, cahaya matahari masuk perlahan melalui jendela rumah Roza, memberikan suasana tenang sebelum hari besar dimulai. Aku dan Roza sudah siap berangkat ke akademi, bersiap menghadapi pertandingan demi-final sihir ganda. Orang tua Roza, yang tampaknya tidak sibuk dengan pekerjaan mereka hari ini, duduk di ruang tamu, ikut menemani kami.

"Roza, kudengar kalian sampai ke semifinal, ya?" Ayah Roza bertanya, suaranya lembut tapi penuh kebanggaan.

Roza tersenyum, lalu memandang ke arahku sebelum menjawab, "Iya, Ayah. Itu juga berkat partner-ku," katanya sambil menepuk bahuku ringan.

Aku tersenyum kecil, masih merasa gugup menghadapi pertandingan nanti. Meski begitu, kerjasama kami sudah terbukti tangguh, dan aku bertekad untuk tidak mengecewakan Roza.

"Kamu hebat, Roza," tambah ibunya. "Begitu juga kamu, J. Kalian pasti bisa melewati ini."

* * *

Kami berbincang beberapa saat tentang pertandingan yang akan datang, tetapi suasana berubah ketika terdengar suara ketukan keras dari pintu depan. Ayah Roza mengerutkan kening, menatap kami sejenak sebelum berdiri.

"Siapa yang datang sepagi ini?" gumamnya. "Biar Ayah saja yang membukanya."

Aku dan Roza saling berpandangan dengan bingung. Ketukan itu terdengar terlalu keras dan mendesak, bukan seperti tamu biasa. Aku merasakan kegelisahan merambat di dadaku.

Ayah Roza membuka pintu, dan suara langkah berat bergema masuk. Di ambang pintu berdiri beberapa pria berpakaian baju besi lengkap, lambang kerajaan terlihat jelas di dada mereka. Salah satu dari mereka, dengan wajah tegas dan postur tinggi, maju ke depan.

"Selamat pagi. Apakah di sini ada yang bernama J?" tanyanya, suaranya datar tapi penuh otoritas.

Jantungku berdetak lebih cepat. Tentara kerajaan? Mengapa mereka mencariku? Aku menahan napas, berusaha menjaga wajahku tetap tenang, meski dalam hati aku mulai panik.

Roza segera berdiri, melangkah maju dengan sikap defensif. "Ada urusan apa kalian dengan J?" tanyanya tajam.

Prajurit itu menatap Roza sejenak sebelum kembali menatapku. "Kami datang dengan perintah langsung dari istana. J diminta untuk ikut bersama kami sekarang."

Ayah Roza, yang sebelumnya diam, ikut maju. "Apa yang diinginkan kerajaan dari anak ini? Dia hanya seorang murid akademi."

Tentara itu menatap Ayah Roza tanpa berkedip. "Itu bukan urusan Anda. Ini adalah perintah dari atasan kami. Kami diperintahkan untuk membawa J ke istana dengan segera."

Aku merasa dunia berputar sejenak. Mengapa mereka mencariku? Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan kerajaan, apalagi alasan untuk dipanggil ke istana.

"Tidak ada yang akan pergi sebelum kami tahu alasannya," tegas Roza, berdiri di depanku seperti perisai. Aku tahu dia takkan membiarkan mereka membawaku tanpa penjelasan.

Prajurit itu menghela napas pendek. "Kami tidak bisa memberikan rincian di sini. Namun, biarkan aku katakan bahwa J terlibat dalam urusan yang penting bagi kerajaan. Jadi, mau tidak mau, dia harus ikut."

Ibu Roza menatapku dengan cemas. "J, apa yang sebenarnya terjadi?"

Aku hanya bisa menggeleng pelan, tak tahu harus berkata apa. Namun satu hal yang pasti, aku tak bisa pergi begitu saja. Aku tahu jika aku ikut tanpa perlawanan, segala hal akan berubah. Aku merasakan ketakutan merayap di bawah kulitku, tapi juga rasa penasaran yang mendesak. Apa yang mereka inginkan dariku? Dan mengapa sekarang?

Roza melirik ke arahku, sorot matanya seolah mengatakan, "Aku akan bersamamu, apa pun yang terjadi."

"J !" Roza berteriak, suaranya pecah oleh kepanikan saat melihat salah satu prajurit mulai merapalkan mantra sihir. Dalam sekejap, energi magis melingkari tubuhku, mengunci gerakanku. Aku merasakan tali tak terlihat mengekang erat, membuatku tak bisa bergerak meski aku berusaha melawan.

𝙹•𝙼𝙰𝚇 𝚁𝙴-𝚅𝙾𝙻𝚄𝚃𝙸𝙾𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang