Chapter XII " Akhir dari Sebuah Awal "

9 3 2
                                    

Di tengah pertarungan sengit, tiba-tiba Tukam merasakan sesuatu yang sangat tidak diharapkan. Perutnya terasa mengejang kuat, membuatnya kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. Ia mengerang kesakitan, menggenggam perutnya sambil mencoba tetap berdiri.

"Amba... Aku... tak kuat lagi," gumam Tukam dengan napas tersengal. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya, sementara kontraksi yang hebat terus menerjangnya.

Amba, yang berada tidak jauh dari Tukam, menyadari bahwa ini bukan sekadar cedera biasa. Matanya melebar, memahami apa yang sedang terjadi. "Tukam! Apa kau... sedang melahirkan sekarang?!" serunya, penuh kekhawatiran.

Tukam mengangguk lemah. "Aku tak menduga ini terjadi sekarang. Amba... bayi ini... akan lahir."

Di sisi lain, Vuad tertawa sinis melihat momen ini. "Begitu lemah, kau malah memilih waktu ini untuk melahirkan? Bagaimana aku bisa menghormati lawan seperti kalian?" katanya sambil melangkah maju, sihir kegelapan menyelubungi tubuhnya.

Amba tidak mau membuang waktu lagi. Ia mengangkat tangannya, memberikan isyarat pada para hewan yang biasa ia pimpin. "Semua hewan, bawa Tukam mundur sekarang! Lindungi dia dengan segala cara!" perintah Amba dengan suara lantang.

Dalam sekejap, segerombolan hewan datang, beberapa di antaranya mendekat ke Tukam dan mulai mengangkatnya perlahan. Seekor rusa dan beberapa serigala mendekat, membentuk barisan pelindung di sekitar Tukam, siap membawa Tukam ke tempat yang aman.

"Pergilah, Tukam," kata Amba, menepuk bahu Tukam pelan. "Kau harus menyelamatkan dirimu dan bayi itu. Kami akan menghadapi Vuad. Ini tugasku."

Tukam tersenyum lemah, matanya penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Amba. Lindungi mereka yang tersisa," ucapnya lirih, sebelum para hewan mulai membawanya pergi dari area pertempuran. Ia merasakan kontraksi yang semakin intens, dan meski rasa sakitnya makin menjadi-jadi, Tukam mencoba fokus pada proses kelahiran ini.

Namun, Vuad tidak tinggal diam. Ia melangkah maju, wajahnya menyiratkan kegembiraan yang aneh. "Ke mana kau hendak pergi, Tukam? Pertarungan ini belum selesai," katanya, menyiapkan serangan berikutnya.

Amba berdiri di antara Vuad dan Tukam, dengan tatapan penuh ketegasan. "Tidak, Vuad! Kau harus melewati aku dulu jika ingin mencapai Tukam," teriaknya sambil memanggil hewan-hewan yang lebih besar untuk membentuk perisai di hadapannya.

Vuad tersenyum dingin, mengangkat tangannya yang diselimuti aura kegelapan. "Baiklah, Amba. Aku tak keberatan menghancurkan kalian satu per satu," ujarnya, bersiap melancarkan serangan.

Amba menatap hewan-hewan di sekitarnya dan memberi mereka aba-aba untuk mundur lebih jauh, membawa Tukam ke tempat yang lebih aman. Amba sendiri bersiap melawan Vuad, tekadnya bulat.

"Semoga berhasil, Tukam," bisik Amba pelan, sebelum ia mengalihkan seluruh perhatiannya pada Vuad, bersiap mempertaruhkan segalanya demi sahabat dan bayi yang akan segera lahir.

Di kejauhan, Tukam memejamkan mata, merasakan kehangatan cinta dari para hewan yang melindunginya. Meski rasa sakit terus menderanya, ia tahu bahwa ia tidak sendiri. "Amba... semoga kau baik-baik saja," bisiknya di antara kontraksi yang kian intens.

* * *

Dalam kegelapan yang pekat, Amba berdiri dengan napas tersengal. Tubuhnya lelah, dan tangannya bergetar, tetapi hatinya penuh dengan tekad. Di depannya, Vuad berdiri dengan senyum meremehkan, dikelilingi oleh para ksatria kerajaan yang memancarkan aura sihir berbahaya. Amba menarik napas dalam, mengumpulkan keberanian yang tersisa.

"Kau tahu, Vuad," kata Amba dengan suara yang rendah namun tegas, "meskipun ini mungkin akan menjadi pengorbanan terakhirku, aku tidak akan menyesalinya. Aku akan mengakhiri semua penderitaan teman-temanku... dan juga istriku." Amba mengepalkan tinjunya, merasakan darah mendesak ke permukaan kulitnya. la tak hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri, tetapi juga calon anaknya yang akan lahir di tengah situasi penuh bahaya ini.

𝙹•𝙼𝙰𝚇 𝚁𝙴-𝚅𝙾𝙻𝚄𝚃𝙸𝙾𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang