Chapter XVII " Kegelapan "

7 3 2
                                    

Di malam yang sunyi, bulan bersinar samar di balik awan kelabu. Veiz, seorang bangsawan muda dengan sihir kegelapan yang kuat, berdiri sendirian di padang terbuka yang dikelilingi pepohonan rimbun. Wajahnya serius, fokus pada latihan malam yang menjadi rutinitasnya. Kedua tangan Veiz terangkat, mengendalikan energi gelap yang keluar dari tubuhnya. Dalam beberapa detik, puluhan bayangan mulai muncul, menjelma menjadi sosok-sosok tanpa wajah, pasukan kegelapan ciptaan sihirnya.

Veiz tersenyum tipis, merasa puas dengan kemampuannya. Pasukan kegelapan itu berdiri di hadapannya, siap menerima perintah kapan saja. Namun, ketenangan itu terganggu ketika ia merasakan kehadiran seseorang dari kejauhan. Naluri sihirnya peka; ada energi asing mendekat, mengusik konsentrasinya.

Dengan cepat, Veiz memberi perintah kepada pasukan kegelapan yang berdiri di sekelilingnya. "Bersiap!" perintahnya singkat namun tegas. Ratusan pasukan bayangan itu segera merespons, mengitari Veiz dalam formasi bertahan.

Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk punggungnya dari belakang.

Refleks Veiz bergerak cepat. Ia berputar dan melompat mundur dengan lincah, menciptakan jarak aman antara dirinya dan sosok misterius yang tiba-tiba muncul. Mata Veiz menyipit, tatapan penuh kecurigaan.

"Siapa kau?" serunya dengan nada dingin. Tangan kanannya sudah bersiap mengeluarkan sihir, sementara para pasukan kegelapan miliknya bergerak dalam posisi siap menyerang. Malam semakin gelap, namun mata tajam Veiz bisa menangkap sosok yang berdiri beberapa langkah darinya.

Sosok itu tertawa pelan. "Hei, kau tak perlu takut begitu, Veiz," jawabnya dengan suara tenang namun penuh teka-teki. Sosok itu mengenakan jubah hitam dengan tudung yang menutupi sebagian besar wajahnya, membuat identitasnya sulit dikenali. "Aku datang kemari hanya ingin menawarkan kerja sama."

Veiz mendengus sinis. Matanya yang angkuh menatap tajam ke arah sosok tersebut. "Kerja sama? Bagaimana kalau aku menolaknya?" Veiz menggertakkan giginya, sihir kegelapan di tubuhnya mulai bergetar, siap menyerang kapan saja.

Orang berjubah hitam itu tak terganggu oleh ancaman Veiz. Ia justru mendekat beberapa langkah, seolah tidak gentar menghadapi ratusan pasukan kegelapan yang mengelilingi mereka. "Kalau kau menolak, aku akan memaksamu untuk mengikutiku," ucapnya, suaranya terdengar santai, namun menyiratkan ancaman yang nyata. "Oh, hampir saja aku lupa. Izinkan aku memperkenalkan diri, Namaku Darwin, dan sihirku adalah kemampuan mengendalikan segala bentuk cairan."

Veiz merasakan ada sesuatu yang berbahaya dari pria ini, namun ia tetap menjaga sikap arogan dan sombongnya. "Sihir cairan? Huh, aku tidak tertarik pada tawaran bodoh semacam itu," kata Veiz sambil mengangkat tangannya, memberikan sinyal kepada pasukan kegelapannya untuk bersiap menyerang. "Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi."

Darwin hanya tersenyum di balik tudungnya. "Benarkah?" gumamnya pelan. Sebelum Veiz sempat bereaksi, tanah di sekitarnya mulai bergetar pelan. Dari bawah, sesuatu yang mengkilat dan licin mulai merembes ke permukaan tanah. Cairan hitam pekat mulai mengalir, mengelilingi kaki Veiz dan pasukannya.

Mata Veiz membelalak. "Apa ini?" bisiknya penuh waspada.

"Aku bisa mengendalikan setiap molekul air, setiap tetes cairan yang ada di sekitar kita," jawab Darwin sambil melangkah maju. "Termasuk cairan di dalam tubuhmu, Veiz."

Veiz menyadari bahwa situasinya lebih berbahaya dari yang ia bayangkan. Ia mencoba untuk menggerakkan kakinya, namun cairan hitam itu mulai membekukan gerakannya, mencengkeram tubuhnya seolah menjadi perangkap yang semakin mengeras. Dengan cepat, ia melemparkan serangan kegelapan ke arah Darwin, namun dengan mudah Darwin mengalirkan cairan di udara, membentuk perisai untuk menangkis serangan tersebut.

"Berhenti main-main denganku!" teriak Veiz marah, tetapi dalam hatinya mulai timbul kekhawatiran. Darwin jelas bukan lawan yang mudah dihadapi.

Sementara itu, pasukan kegelapan Veiz berusaha menyerang Darwin dari segala arah, namun cairan hitam yang dikendalikan Darwin bergerak lebih cepat. Dengan satu gerakan tangan, Darwin membanjiri mereka dengan gelombang cairan yang menenggelamkan pasukan tersebut, membuat mereka menghilang satu per satu ke dalam genangan hitam yang tak berbentuk.

𝙹•𝙼𝙰𝚇 𝚁𝙴-𝚅𝙾𝙻𝚄𝚃𝙸𝙾𝙽Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang