Bab XXVIII

180 28 12
                                    

"Love, mari kita pulang."

Kalimat pertama yang diucapkan Pansa setelah Love menghampirinya. Di belakang Love, Fahlada dan Earn berjalan berdampingan. Earn membantu membawa barang Love. Pansa sudah mengulur tangannya, disambut oleh Love dan menggengamnya erat. 

"Akhirnya, Love sudah bisa pulang. Pansa, aku sudah resepkan obatnya dan sudah kirim jadwal rawat jalan. Kini, fokusmu satu, yaitu menyembuhkannya." Ucap Fahlada. Earn pun memberikan tas Love kepada Pansa. 

"Terima kasih sudah merawat Love, Fahlada dan Earn. Mampirlah ke rumah jika senggang. Pintu rumah akan selalu terbuka untuk kalian."

Love merasa sedikit cemburu dengan cara bicara Pansa kepada dokter dan perawatnya.

"Ayo kita pulang...." Love membujuk Pansa dengan menggoyangkan tangannya. Pansa hanya bisa tersenyum. 

"Iya, kita pulang sekarang."

Pansa dan Love berpamitan untuk pulang. Fahlada dan Earn tersenyum melihat Pansa dan Love berjalan menjauhi mereka dengan tangan yang bergandengan.

"Sayang, sepupumu keren ya? Bisa sabar banget nungguin Love selama ini." Kagum Earn. 

Fahlada pun menoleh, "Pansa itu orangnya langka, dek. Aku sangat mengenal orang tuanya, om dan tanteku. Sifat dan karakter mereka menyatu menjadi satu, yang ada di diri Pansa. Aku yakin Love akan dicintai begitu dalamnya oleh Pansa."

===

Pansa mengendarai mobil BMW hitam kesayangannya. Tangan kirinya tidak lepas dari genggaman Love. Ia merasa bahagia karena Love pulang bersamanya. Akan tetapi, raut wajah Love seperti apa yang diharapkan Pansa. Wajahnya datar dan tatapannya lurus menghadap jalanan. 

"Kamu kenapa diam saja, Love?"

"Sudah lama aku nggak melihat dunia luar." Ucap Love datar.  Pansa hanya mangut-mangut. 

Pansa menyalakan pemutar musik dan memilih lagu yang ada di playlist kesukaan Love, dengan harap suasananya tidak begitu canggung. 

"Aku nggak suka cara kamu berbicara sama dokter sama suster tadi."

Pansa mengerutkan dahinya, heran dengan kalimat yang Love ucapkan. 

"Emamg ada apa dengan cara bicara saya, Love? 

" Pokoknya nggak suka kamu ngomong halus."

Ah, Pansa baru mengerti. Wanitanya cemburu melihat interaksinya dengan Fahlada dan Earn. Pansa hanya tersenyum tipis. 

"Memangnya kenapa kalau saya ngomong halus kepada mereka, Love?"  Iseng Pansa.

Love mendelik sambil melepaskan genggamannya, "Dasar nggak peka."

Pansa tertawa dalam hati. Meskipun wajahnya datar, Pansa meyakini bahwa Love ngambek. Pansa pun menyalakan lampu sein untuk menepi. Jalanan cukup sepi karena sudah hampir dekat dengan rumahnya. 

"Love, begini saja, kita buat kesepakatan. Kamu pengen apa, saya akan mengiyakan." Tawar Pansa. Ia jarang menggunakan kemampuannya dalam bernegosiasi kecuali hal penting. 

Love merasa sedikit tertarik dan pandangannya beralih ke wajah Pansa yang memegang setirnya.

"Boleh aku panggil kamu Pansa aja?"

"Boleh, panggil sayang juga boleh."

"Kamu janji nggak boleh pake saya kalau ngobrol sama aku, pake aku-kamu"

"Janji."

"Nggak boleh ngomong halus seperti tadi, kepada perempuan lain."

"Iya."

"Nggak boleh ninggalin aku lagi, apalagi hilang, apalagi deket sama perempuan lain, apalagi ---"

"Stop. Aku paham maksudmu. Aku janji nggak akan melakukannya, sayang."

Hati Love menghangat. Pipinya macam merah tomat. Love pun menutupi muka dengan tangannya, ia merasa malu karena baru pertama kali dipanggil sayang oleh Pansa. 

"Sudah ah, nggak usah malu. Udah kayak ABG saja." Pansa mengambil salah satu tangannya dan mulai menciumnya. Kemudian, Pansa menggengamnya lagi. 

"Emang aku masih ABG, Pansa!" bangga Love.

Pansa pun melanjutkan lagi perjalanannya. Ia pun terkekeh mendengar ucapan Love. 

"Masa sih? Usia 25 tahun begitu udah bukan lagi ABG, sayang."

"Biarin, aku kan masih muda."

"Kalau begitu, kamu berarti bocil saja. Kan tubuhmu mungil."

Love melihat Pansa dengan tatapan tidak terima, "Nggak usah bawa-bawa tinggi badan ya, Pansa. Kamunya ketinggian kayak gapura kabupaten."

Pansa merasa gemas dengan Love. Ia bersyukur karena Love sudah banyak berbicara. 

===

Sesampainya mereka di halaman rumah, Pansa dan Love bergandengan tangan. Love tampak belum sepenuhnya siap berada di lingkungan baru. Genggaman Love begitu erat, Pansa menyadari kegugupannya.

Pansa melepaskan genggaman itu, memegang kedua pundak Love untuk memindahkan posisinya menuju hadapannya.

"Love, kamu tenang saja. Anggap saja kamu sedang terlahir kembali dengan lingkungan yang baru. Perbedaannya adalah sekarang ada aku dan sahabat-sahabat lama kamu. Kalau kamu memang nggak betah, kita akan pindah." Tawar Pansa sambil mengangkat jari kelingkingnya, seolah-olah membuat janji.

Love menatap jari kelingking itu. Arah tatapannya berubah ke arah mata Pansa. Dari sorot mata Pansa, Love bisa melihat ketulusan dan keyakinannya. Butuh beberapa menit ia menimbang, kemudian kelingkingnya bertautan dengan milik Pansa. 

"Yuk, kita masuk, sayang."


Datang, Pergi, dan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang