Bab XLIII

199 33 6
                                    

Dr. Kapook memeriksa kedua mata Pansa dengan light-pen miliknya. Pupil matanya bereaksi normal ketika cahaya disorotkan. Dokter itu tersenyum. 

"Hakim Pansa memiliki reaksi yang cukup bagus. Karena sudah sadar, beliau harus menjalani fisioterapi karena pergerakannya masih sangat lemah. Nanti saya akan konsultasi dengan dokter gizi untuk makanan beliau. Saya permisi."

Love menghela napas lega. Pansa pun tersenyum meski bibirnya pucat dan pecah-pecah. Love menatap suaminya dengan tatapan jengkel.

"Susah banget dibangunin, habis mimpi apa aja?" ketus Love.

Pansa terheran-heran, "Memangnya aku tidur berapa lama? Ada tujuh jam?"

"Bukan tujuh jam lagi, EMPAT BULAN DUA BELAS HARI!" teriak Love. Pansa pun menyipitkan mata, terganggu dengan suara lengkingan istrinya.

"Jangan teriak, sayang. Kupingku kaget." keluh Pansa. Meskipun begitu, Pansa tetap tersenyum. 

Love memeluk suaminya dalam kondisi bersandar pada ranjang. Love merindukan sosok yang ada di depannya. Tangan kiri Pansa pelan-pelan melingkarkan tangannya pada punggung istrinya.

"Aku takut kehilangan kamu, Pansa. Jangan tinggalin aku lagi..." lirih Love. Ia menangis, lagi-lagi tentang kekhawatirannya. 

"Sudah sudah, jangan menangis lagi ya. Aku sudah kembali. Maaf sudah membuatmu khawatir," Pansa sedang menenangkan hati istrinya. Dalam benaknya, ia merasa bersalah karena sudah merepotkan istrinya. 

Love menghadiahi Pansa dengan kecupan di kening. Kecupan itu sengaja sedikit lama untuk mencurahkan rasa rindunya. Ketika dilepaskan, Love dapat melihat Pansa yang tersenyum.

"Kamu kenapa senyum-senyum?"

"Kamu semakin cantik, sayang. Jomplang banget sama aku yang buruk rupa ini,"

Love menepuk pelan pada lengan Pansa. Perasaannya aneh, ia merasa malu karena pujian Pansa, di sisi lain ia kesal karena suaminya rendah diri. 

"Kalau mau muji, jangan sekalian merendah, sayang..." keluh Love dengan manja. Sudah lama Pansa tidak menggoda istrinya, ia benar-benar merindukannya. 

"Sudah waktunya kamu mandi, sayang. Sebentar ya," lanjut Love.

Ia membuka baju Pansa pelan-pelan, sedangkan Pansa hanya menurut sambil memperhatikan wajah istrinya. Love mulai menyeka tubuh suaminya, mulai dari muka, leher, dada, dan lengan Pansa. Love melakukannya seperti memandikan anak kecil.

Saat Love ingin menyeka dada dan perut Pansa, ia melamun sambil menyentuh kulit Pansa yang cukup halus. Ia juga menyentuh luka jahitan yang Pansa miliki dengan jemarinya. Fantasinya mulai berjalan di pikirannya. 

Pansa menyadari raut wajahnya istrinya. Ia pun memiliki ide konyol untuk menggodanya. 

"Am I too hot for you, babe?" lirih Pansa dengan suara menggoda. Suara serak Pansa membuat Love sedikit merinding.

"Yeah..."

"Wanna taste my body, dear...?" goda Pansa sambil meraih tangan istrinya untuk memegang dadanya. 

Dengan cepat, Love tersadar dari lamunannya. Ia menarik lengannya yang dipegang suaminya, kemudian kedua tangannya menutupi wajahnya. Love merasa pipi dan kupingnya memerah, saking malunya. Pansa pun hanya tertawa kecil. 

"Nanti ya kalau aku sudah dibolehkan pulang, sayang. Kamu bisa melakukan apapun dengan tubuhku, oke? Lanjutin dulu mandiin akunya, masih lengket lho," ucap Pansa dengan raut muka manjanya. 

Love berusaha menahan diri. Dengan menahan senyum malunya, ia pun melanjutkan aktivitasnya.

Tiba-tiba, pintu tergeser dengan cepat. Pansa mengenali wanita itu yang tidak lain adalah adiknya, Racha. Adik perempuan ini berlari menuju ke arah dirinya dan memeluknya. Pansa dapat merasakan isak tangis yang tertahan.

"Kak... Aku kangen kakak... Aku seneng banget kakak sadar..," lirih Racha. Pansa tersenyum tipis, adiknya ini tetap saja seperti dulu. Masih manja.

Pansa melepaskan pelukannya dan menatap adik kesayangannya.

"Kakak baik-baik saja, Racha. Maaf ya, semuanya salah kakak. Kakak sudah buat semuanya susah payah," sesal Pansa.

Racha menggeleng cepat, "Nggak, kak! Jangan salahin diri kakak, jadi nggak usah kayak gitu."

Pansa tertawa kecil dan menarik Racha dalam pelukannya. Ia ingin menceritakan apa yang ada di mimpinya.

"Kakak ketemu Ayah dan Ibu, Racha. Mereka sangat bahagia disana. Ayah Ibu sangat merindukanmu, cha," bisiknya.

Tangis Racha kembali pecah saat ia mendengar penuturan kakaknya. Racha yakin yang membuat Pansa sadar adalah kehadiran orang tua Pansa dalam komanya.

Namtan berjalan pelan ke arah Pansa dengan senyuman tulusnya. Ia menyodorkan sekeranjang buah. Pansa hanya mendelik jengkel.

"Lama banget nemuin saya. Jangan bilang lupa kalau ada pelacak itu?" selidik Pansa.

Namtan terkekeh, "Sorry, bro. Tapi, GPS kamu nggak nyala pas awal-awal. Asli!". Jarinya membentuk tanda V.

"Jadi, benar kan tebakan saya?" ucap Pansa dengan bangga.

"Kamu sudah babak belur kayak gini, masih bisa bangga. Hadeuh..." ucap Namtan tidak habis pikir.

===

Suasana di ruangan itu sangat serius. Love pulang karena ada yang tertinggal di apartemennya sekaligus memasak sesuai dengan permintaan Pansa. Sekarang, hanya Namtan, Racha, dan dirinya.

"Saat ini, bagaimana dengan Pak Sagara?"

"Pak Sagara masih ditahan karena kamu masih belum sadar. Kejaksaan sudah ngeluarin surat keterangan visum. Paling sebentar lagi, kamu akan diperiksa dan dimintai keterangan,"

Pansa menghela napas, "Terus, anak buahnya gimana?"

"Tersangka bernama Gun ditangkap oleh Ford dan timnya, sedangkan yang bernama Satang itu tewas di tempat karena melarikan diri."

"Ford? Ah... Ternyata dia yang menyelamatkan saya..." Pansa tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. 

Ford benar-benar menepati janjinya untuk menolong dirinya. Janji itu diucapkan Ford setelah Pansa menyelamatkan Ford dari klitih. Pansa benar-benar mengingat kejadian konyol saat menyelamatkannya.

Racha mengusap lengan Pansa, sehingga Pansa pun menoleh.

"Kenapa, sayang? Hmm?" ucap Pansa dengan lembut.

"Mungkin kakak perlu tahu, saat kakak menghilang, ada ledakan kecil di proyek sampai masuk berita. Ternyata, itu hanya pengalihan isu karena kakak diculik."

"Ada yang terluka?

"Dua orang luka ringan, kak. Urusan proyek sudah diatasi kok." ucap Racha dengan tenang.

Banyak hal yang dipikirkan Pansa. Akan tetapi, di lubuk hatinya merasakan sebuah kelegaan yang sangat dalam.

"Jadi, semuanya sudah berakhir, Namtan?"

Namtan tersenyum tulus, "Iya, Pansa."

---

Halo, Pembaca!

Sepertinya sudah hampir mendekati ending dari cerita ini. Suka duka membaca cerita ini apa? Bisa dishare kok.

Agar interaksi kita tidak terputus, saya izin perkenalkan diri. Nama saya Har, saya seorang content writing dan legal freelancer. Salam kenal ya.

Cerita ini saya buat sebagai pemanasan karena saya buat cerita milklove yang berbeda. Semoga aja ada yang ngelirik dari penerbit sih wkwk

Oh ya, saya membuka platform trakteer karena  dukungan kalian sangat berarti buat saya. Kalian bisa support saya di trakteer.id/nabastala20

Salam dari Har.

Datang, Pergi, dan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang