Bab XXII

170 21 11
                                    

Love kembali ke perusahaan ayahnya, Pattrose Company. Mejanya berada di paling ujung ruangan, dekat dengan ruangan pimpinan yang duduki oleh Papa, Earth Pattranite. Di kantor, ia dikenal sebagai wanita yang cukup cuek. Kesan cueknya tidak sinkron dengan parasnya cantik bertubuh mungil. Ia hanya bertandang sebentar, mengambil beberapa dokumen untuk bertemu dengan klien.

"Permisi, Ibu. Ibu dipanggil Bapak Earth ke ruangan."

Love mengangguk pelan dan seraya pergi meninggalkan seorang karyawan dengan acuh.

Pintu ruangan dibuka, menampilkan sosok Papa yang berkutat pada komputernya.

"Ada apa memanggil saya, Bapak?"

Pak Earth menghela napas. Ia tahu bahwa anak semata wayangnya sangat membencinya. Meskipun Pak Earth telah pulih dari pengeroyokkan, tetapi fakta mengejutkan bahwa Pak Earth menderita jantung koroner. Namun, hal itu tidak menggoyahkan kebencian anaknya kepada dirinya.

"Hari ini kamu bertemu klien jam berapa?"

"Jam tiga sore."

"Baiklah, tolong presentasikan hasil kerjamu dengan baik. Setelah diapprove oleh klien untuk pembuatan gereja, nanti kamu akan menghandle desain perumahan elit di Depok. Kliennya dari Atmadja Corp."

Love menaikkan alisnya, namanya tidak asing baginya. Tetapi, hatinya membantah isi pikirannya.

"Baik, Bapak. Saya permisi." Love segera meninggalkan ruangan itu. Ia tidak mau berlama-lama bertatap muka dengan sosok yang ia benci.

===

Setelah urusan Love selesai, ia mengendarai mini coopernya ke salah satu rumah sakit swasta di Mampang. Ia telah berjanji pada dr. Fahlada untuk kontrol setelah beberapa pertemuan ia mangkir.

Love mengidap depresi psikotik selama setahun terakhir. Ia dirujuk oleh psikolognya untuk berobat ke rumah sakit karena gejalanya semakin parah. Tentu saja, ia berobat sendirian.

Saat Love memasuki ruangan, dr. Fahlada menyambutnya dengan hangat, seperti kawan lama.

"Halo, Love. Mengapa kamu susah sekali dihubungi?"

"Banyak project yang aku handle, dokter."

"Harusnya kamu kesini lagi, aku yakin obatmu habis dari minggu lalu."

Love mengangguk pelan. Ia sengaja tidak bertemu dr. Fahlada karena ia berusaha melawan penyakitnya. Namun, di beberapa kesempatan, ia tidak dapat menahan diri dan melampiaskannya di kamarnya.

"Aku tahu, Love. Kita sama-sama berjuang untuk sembuh kan? Aku sendiri yang membantumu."

Setelah mereka mengobrol cukup lama, sesi konsultasi pun dimulai.

===

Pada pukul delapan malam, Love telah sampai di rumah. Bukan rumah lama yang ia tinggali sejak lahir, melainkan rumah mewah. Pernikahannya sudah berlangsung lima tahun, tetapi Love dan Nanon memiliki hubungan rumah tangga yang hambar. Love sendiri belum dikaruniai anak dan Nanon menuduhnya bahwa Love mandul.

Rumah tangga Love dan Nanon tidak dipenuhi rasa cinta yang dijanjikan oleh Nanon sebelumnya. Ia berusaha menerima Nanon sebagai suaminya, tetapi Love tidak mendapatkan kebahagiaan darinya. Seringkali ia bertengkar dengan suaminya, tetapi Love selalu kalah karena tidak dapat berbuat apa-apa.

Papa, Mama, dan mertuanya tidak tahu tentang hubungan rumah tangganya. Di luar sana, Nanon dan Love dikenal sebagai pasangan serasi yang sukses. Nanon yang sering masuk televisi karena ketenarannya, selalu membanggakan Love di hadapan semua orang. Namun, semua topeng itu terlepas ketika di rumah. Hanya Bi Jum dan Bi Nah yang tahu keadaan rumah tangga mereka yang sebenarnya.

Love sudah berganti pakaian dan bersiap untuk tidur. Ia tidak peduli dimana Nanon, entah ke diskotik atau tidur bersama perempuan lain. Ia tidak mau diganggu malam ini. Luka pada tubuhnya masih belum kering, ditambah rasa ngilu pada area sensitifnya.

Nanon yang kasar dan bertempramen, selalu menyiksa Love dengan dalih melayaninya. Love seperti budak yang harus memuaskan Nanon. Belum lagi, kebiasaan minum alkohol dan sering membawa perempuan ker rumah tidak pernah berubah.

Hebat. Ia merasa hancur secara jasmani dan rohani, ditambah hubungan rumah tangganya.

===

Pukul tiga pagi, Nanon membuka pintu dengan rusuh. Meneriakkan nama Love sampai satu rumah terdengar. Hal itu sangat mengagetkan Love dan beberapa asisten rumah tangganya. Mereka langsung buru-buru ke ruang tamu, menampilkan Nanon dengan pakaian berantakannya.

"Love! Layani aku sekarang!"

"Kak, ini baru jam tiga pagi. Kenapa selalu begini sih? Sakitku belum sembuh." Love mendekat untuk membopong Nanon dan mengajaknya ke kamar tamu. Ia tidak mau melakukannya.

Nanon yang tidak menerima penolakan itu, langsung menampar keras pada pipi Love. Love merasakan perih pada sudut bibirnya.

"Baiklah kalau begitu, kamu benar-benar membuatku marah."

Nanon langsung mengambil tongkat kayu yang biasa ia jadikan sebagai pemukul, bersiap untuk menyiksa Love.

"Kalian berdua, masuk ke dalam kamar! Atau kalian akan bernasib sama dengan dia!"

Bi Jum dan Bi Nah berjalan pelan menuju kamar. Mereka tidak tega melihat Love yang selalu disiksa.

"Jum, sebaiknya kita lapor polisi yah? Aku ndak tega kalau Nyonya Love disiksa terus sama Tuan..." panik Bi Nah. 

"Tapi aku takut Tuan menyiksa kita berdua, Nah." Lirihnya

"Kamu lupa Nyonya Love memasang CCTV tersembunyi di rumah ini? Lagian, kamu lupa dengan kebaikan Nyonya Love selama ini, Jum?"

Jum mengambil ponselnya, menelpon polisi. Beberapa puluh menit, kemudian suara sirine terdengar dan Nanon menghentikan aksinya. Ia berusaha kabur, tetapi ia sudah tertangkap di belakang rumah.

Bagaimana keadaan Love? Ia sudah terkapar dengan banyak lebam di tubuhnya. Bi Jum dan Bi Nah berusaha untuk membangunkannya. Tetapi, Love tidak sadarkan diri. Para polisi pun membantu dengan memanggil ambulan. 

Datang, Pergi, dan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang