Bab XLV

239 28 7
                                    

Sidang pidana Sagara akan dimulai. Suasana pengadilan cukup panas, dihadiri oleh wartawan dari berbagai media sedang meliput. Pansa memilih untuk tetap di kantornya, tidak ingin menunjukkan diri sebelum agenda keterangan saksi.

Ia berpikir sambil memainkan sepotong puzzle. Ia ingin menyusun setiap potongan puzzle guna menyegarkan pikirannya, tetapi sesuatu merusaknya. Ada hal yang mengganjal, tetapi ia tidak tahu apa yang ia khawatirkan.

Seseorang mengetuk pintu, muncullah sosok Ajrin dengan baju kebesarannya. Ia yang akan menjadi majelis hakim untuk sidang pidana.

"Tidak seharusnya kamu datang kesini, Hakim Ajrin. Mendatangi seorang saksi tanpa melewati prosedur hukum akan memengaruhi hasil sidang dan menghilangkan marwah keadilan itu sendiri. Kamu seharusnya tahu." ucap Pansa dengan nada datarnya. Ia masih menyusun puzzle itu.

Ajrin tertawa kecil, "Saya hanya ingin menemuimu, Hakim Pansa. Sudah beberapa tahun saya tidak melihatmu sejak saya dimutasi ke PN Wonosobo."

"Kalau begitu, kita akan bertemu lagi setelah sidang pidana ini sudah ada putusan akhir."

Ajrin mengangguk mengerti dan pergi meninggalkannya. Pikirannya memutari sesuatu, seperti ada hal yang terlewatkan. Tetapi, Pansa memilih untuk menghubungi istrinya.

"Halo, sayang, Kamu sibuk?"

"Tumben banget, aku lagi di kantormu. Pekerjaanmu menumpuk sekali disini."

"Maafkan aku, sayang. Kamu sendiri yang bilang mau handle pekerjaanku."

"Iya, tapi aku nggak tau sebanyak ini, sayang... Terus, kenapa kamu menelponku?"

Pansa terdiam sejenak, sengaja membuat Love penasaran.

"Aku merindukanmu."

Dari sebrang telpon, Pansa dapat mendengarkan sedikit teriakan. Pansa berpikir istrinya sedang salah tingkah.

"Halo? Sayang? Kok diem?"

"Gapapa, tadi ada staff mu ngasih berkas."

Pansa tertawa kecil, Love sengaja membohonginya.

"Ya sudah, semangat bekerjanya, istriku. Aku akan menjemputmu nanti sore."

"Siap, suamiku. Semangat kerjanya. Love you!"

"Love you, sayang," jawab Pansa dan mematikan teleponnya.

Keresahan itu perlahan hilang setelah mendengar suara Love. Pansa membuka laci kerjanya dan mengambil sebuah bingkai foto. Foto pernikahan dirinya dengan Love di dalam katedral.

Kamu benar-benar penawar segala gundahku, Love Pattranite Atmadja... batin Pansa.

===

Setelah beberapa minggu, agenda pemeriksaan keterangan saksi dilakukan hari ini. Love hadir dalam persidangan, ditemani oleh Racha. Kini, giliran Pansa sebagai korban menghadap untuk memberikan keterangan.

Setelah hakim mencocokan identitas dan membimbing Pansa untuk melakukan sumpah, hakim mulai menanyakan detil kronologinya.

"Kepada saudara, apakah Anda mengingatnya bagaimana perlakuan terdakwa kepada Anda?" tanya Hakim Ketua.

Pansa menghela napas. Sedikit ada rasa trauma yang ia rasakan. Tangannya sedikit gemetar, tetapi Pansa berusaha mengendalikan dirinya. Tak lama, Pansa membuka kemejanya dan menaruhnya pada kursi. Ia bertelanjang dada.

"Mohon izin, Yang Mulia. Jika Anda melihat bekas luka pada tubuh saya, kecuali bekas operasi paru-paru saya, Terdakwa melakukannya. Saya mengingatnya dengan jelas, Terdakwa menggunakan pisau untuk menyayat saya. Pertama, mulai dari lengan saya, kemudian muka saya, dan terakhir di tubuh saya. Saya disekap cukup lama, sampai tidak mengingat harinya." jelas Pansa.

"Lalu, apakah Terdakwa melakukan sesuatu selain memberikan luka pada tubuh Anda?"

"Saya disiksa dengan meminum air putih melalui botol yang dimasukkan ke mulut saya. Hampir mengenai kerongkongan saya, Yang Mulia."

Pertanyaan demi pertanyaan dari hakim dan jaksa telah Pansa lewati. Pansa memberikan keterangan berdasarkan apa yang ia alami. Para hadirin yang hadir dalam sidang terdiam membeku saat mendengarkan keterangan Pansa.

Setelah hakim meminta Pansa meninggalkan ruang, Pansa melirik ke arah istri dan adiknya. Pansa berjalan dengan wajah sedih dan lelah, ditambah dengan wajah kedua perempuannya yang menyisakan air mata. Dalam agenda ini, Pansa tidak bisa menutupi apapun, termasuk perasaannya.

Tak lama, Love mengikuti Pansa hingga ujung lorong menuju arah kantornya. Love memeluk Pansa dari belakang, menumpahkan segala kesedihannya.

"Kamu kenapa menutupi rasa sakit itu semua dari aku, Pansa?" suara isakan Love terdengar jelas di telinganya. Pansa berusaha menahan tangis, tetapi hatinya cukup sakit mendengar tutur istrinya.

Pansa berbalik untuk memeluk Love, memberikan ketenangan kepadanya.

"Aku nggak ingin kamu tahu perasanku, Love. Seburuk apapun yang aku jalani, aku nggak ingin kamu merasakannya. Kamu terlalu suci untuk merasakan penderitaanku."

"Kamu lupakah kalau kita sudah berjanji di hadapan Tuhan, kalau kita melalui semua penderitaan dan luka bersama?"

"Aku tidak lupa, tetapi cukup dalam kehidupan rumah tangga saja. Di luar itu, kamu tidak perlu melibatkan dirimu. Jangan melewati batasmu hanya karena ingin merasakan batasku. Itu tidak akan sama."

Love tidak tahu ingin berkata apalagi. Pansa sangat tahu bagaimana mengalahkan dirinya. Kali ini, Love hanya ingin merasakan kehangatan dari tubuh Pansa. Tidak mau banyak berdebat dengan Pansa.

Waktu demi waktu telah berlalu. Akhirnya kasus Pansa telah berakhir. Pak Sagara dijatuhi hukuman maksimal atas tindak pidana penganiyaan.

===

Love merasa tidak nyaman pada perutnya. Sesekali ia merasa mual sampai nafsu makannya menghilang. Ciize yang berada di ruang kerja Pansa, melihat kondisi Love dengan penuh tanda tanya.

"Kamu kenapa, Love? Nggak biasanya?" ucap Ciize dengan khawatir. Ia sampai memijit leher belakang Love agar merasa lebih baik. Bahkan, Love sampai memakai yadom agar pusingnya hilang.

"Nggak tahu, Kak. Mungkin lagi masuk angin."

Ciize berpikir sejenak, "Kamu sudah sering begituan sama Pansa nggak?"

"Ihh, Kak Ciize! Ya... Mungkin empat kali dalam seminggu..." bisik Love. Ia benar-benar malu kalau berbicara mengenai ranjang.

"Terus, kamu sudah berapa lama nggak haid?" selidik Ciize.

Love terdiam. Jujur, ia lupa mengecek kalender haidnya. Setelah ia membuka ponselnya, Love bingung.

"Sudah lebih dari dua bulan, kak. Terus kenapa?"

Ciize tersenyum, ia tahu apa yang terjadi pada Love.

"Ntar ke dokter yuk, buat memastikan sesuatu."

"Memastikan apa, kak?" Love bingung dengan arah pembicaraan Ciize kali ini.

"Yang jelas, ini bukan sekedar masuk angin, Love." bisik Ciize dengan senyuman tipisnya.

===

Ponsel Pansa bergetar disaat ia sedang rapat untuk keperluan PPCH. Love mengirimkan sebuah foto USG dan test-packnya.

Sayang, benar katamu. Keajaiban itu memang ada dan Tuhan percaya sama kita. Cepatlah pulang karena si Kecil merindukanmu! - Istrimu

Pansa buru-buru pergi ke toilet. Namun, saat berada di lorong, air matanya luruh. Ia sangat bahagia saat itu juga. Dirinya tidak menyangka bahwa Pansa dan Love akan memiliki seorang anak, meski penantian mereka cukup panjang.

---

Satu part lagi, cerita "Datang, Pergi, dan Kembali" akan berakhir.



Datang, Pergi, dan KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang