7

45 14 0
                                    

[💕HAPPY READING 💕]
[✨Jangan lupa untuk berikan vote dan juga comment✨]

Sore itu, Rion duduk di ruang tamu sambil memetik gitar kesayangannya, mencari melodi yang pas untuk sebuah lagu yang sudah lama ia coba buat. Bunyi petikan gitar terdengar mengalun lembut di ruangan yang cukup sunyi. Tapi, di dalam pikirannya, tidak hanya melodi yang berkeliaran—ada juga kekhawatiran tentang keadaan keluarganya.

Dia merasa ada jarak yang makin melebar antara mereka semua, terutama Yosan dan Satya. Rion sendiri tidak terlalu sering terlibat, terlalu sibuk dengan dunianya sendiri, yaitu musik. Tapi sekarang, dia mulai sadar kalau masalah ini gak bisa didiemin lagi. Mereka gak bisa terus-terusan hidup seperti ini, tanpa komunikasi, tanpa kehangatan.

Saka baru saja pulang kerja. Ia tampak lelah, namun seperti biasa, berusaha tetap tersenyum ketika masuk rumah. Saka melihat Rion yang sedang duduk di sofa dengan gitarnya.

“Kamu baru pulang, Kak?” tanya Rion, tanpa mengalihkan pandangannya dari gitar.

Saka mengangguk. “Iya, baru aja. Kerjaannya agak numpuk tadi.” Dia melepaskan sepatunya, lalu duduk di sebelah Rion. “Kamu lagi bikin lagu lagi?”

Rion tersenyum tipis. “Cuma nyari melodi doang, sih. Tapi belakangan, susah banget buat fokus.”

Saka tertawa kecil. “Kamu gak pernah susah kalau soal musik. Ada apa?”

Rion menghela napas panjang, lalu meletakkan gitarnya di samping. “Aku cuma kepikiran... hubungan kita, Kak. Kayak, kita udah jarang banget ngobrol bareng. Apalagi Satya sama Yosan. Aku ngerti, Yosan masih kesulitan buat nerima semuanya, tapi gak bisa terus-terusan kayak gini.”

Saka menatap Rion, memahami maksudnya. “Aku tahu... tapi aku juga bingung harus mulai dari mana. Yosan itu keras kepala, dan Satya terlalu sensitif. Setiap kali mereka ketemu, pasti ada aja yang bikin mereka ribut.”

Rion mengangguk setuju, lalu diam sejenak, memikirkan sesuatu. “Gimana kalau kita pergi bareng-bareng? Kayak liburan singkat gitu. Mungkin dengan suasana yang beda, mereka bisa lebih rileks, lebih terbuka.”

Saka tampak ragu. “Liburan? Sekarang?”

“Iya, kenapa enggak?” Rion bersikeras. “Kita semua butuh keluar dari rumah ini, keluar dari rutinitas yang bikin kita makin jauh. Aku yakin, kalau kita semua kumpul bareng, santai, bisa lebih akrab lagi. Aku udah kepikiran, gimana kalau kita ke pantai? Dulu kita sering banget ke pantai sama Mama Papa. Mungkin bisa bawa kenangan indah itu balik.”

Saka terdiam, merenungkan ide itu. Ia tahu kalau mereka semua butuh sesuatu untuk memperbaiki hubungan ini, tapi tetap ada kekhawatiran.

“Gimana dengan Yosan? Kamu tau sendiri dia paling susah diajak ngomong kalau udah soal Satya.”

Rion tersenyum tipis. “Aku bisa handle Yosan. Aku bakal ngomong sama dia. Yang penting, kita coba dulu. Lagian, kapan lagi kita semua bisa pergi bareng?”

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Saka mengangguk. “Oke, kita coba. Aku setuju.”

Rion tampak lega mendengar persetujuan Saka. “Mantap. Aku bakal ngomong sama yang lain.”

~~~~~~~~~~~

Malam itu, mereka semua duduk di meja makan untuk makan malam bersama. Rion sengaja memulai percakapan dengan suasana yang lebih ceria, berharap bisa menyampaikan idenya dengan baik.

“Kalian tau nggak,” kata Rion sambil menyendokkan nasi ke piringnya, “Aku kepikiran sesuatu yang seru buat akhir pekan nanti.”

Jevan yang duduk di sebelahnya langsung mengangkat alis, tertarik. “Seru? Apa tuh?”

𝐃𝐢 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐤 𝐏𝐢𝐧𝐭𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang