14

36 9 0
                                    

[💕HAPPY READING 💕]
[✨Jangan lupa untuk berikan vote dan juga comment✨]

Matahari sore menghangatkan rumah kecil yang mereka tinggali. Udara di luar terasa lembut, dan angin sepoi-sepoi menerpa tirai di ruang tamu. Di dalam, Saka, Rion, Yosan, Jevan, Rio, dan Satya duduk bersama di ruang keluarga. Hari itu terasa istimewa—bukan karena ada sesuatu yang besar terjadi, tapi karena mereka semua bisa duduk bersama tanpa beban, tanpa masalah yang biasanya selalu membayangi.

Saka memandangi adik-adiknya dengan senyum lembut di wajahnya. Dia mengambil napas dalam, menikmati momen ini. "Kapan terakhir kali kita kayak gini ya, duduk bareng kayak gini tanpa ribut?" tanya Saka sambil tertawa kecil.

Rio yang duduk di pojok dengan kertas-kertas pelajaran di pangkuannya mengangkat bahu. "Mungkin udah lama banget, Kak. Biasanya kita ribut soal hal kecil."

"Apa ribut sama Satya soal remote TV itu termasuk hal kecil?" canda Yosan, mengingat pertengkaran kecil yang sering terjadi antara mereka. Dia melirik Satya yang duduk di sampingnya dengan senyum nakal.

Satya cemberut. "Kak Yosan, itu bukan hal kecil! Kak Rio selalu ambil remote pas aku lagi nonton kartun!"

Saka tertawa, sementara Rion menggeleng pelan. "Ah, Satya. Kamu tuh, selalu rebutan remote. Apa nggak capek?"

Satya menggeleng tegas. "Nggak, soalnya aku suka nonton kartun, Kak!" jawabnya dengan mata berbinar-binar. “Aku nggak mau kalah sama Kak Rio.”

“Ya, kamu nggak bisa selalu dapat apa yang kamu mau, Satya,” sahut Rio dengan nada menggoda. "Apalagi kalau itu soal remote."

Mereka semua tertawa, dan suasana di ruang keluarga menjadi hangat. Tidak ada yang perlu dibicarakan secara serius kali ini, tidak ada tekanan. Hanya kebahagiaan sederhana duduk bersama sambil menikmati waktu.

"Ngomong-ngomong, kita udah lama nggak main bareng," kata Jevan tiba-tiba, suaranya ceria seperti biasa. "Kapan kita terakhir main monopoli? Atau mungkin main kartu?"

Yosan menoleh ke Jevan, matanya menyipit seolah berpikir. "Main kartu? Kamu serius? Aku nggak inget kapan terakhir kita main kartu, tapi aku inget kamu yang paling jago kalau soal monopoli.”

Jevan tertawa bangga. “Tentu saja! Aku selalu punya strategi. Makanya, kalian harus hati-hati kalau main sama aku.”

Rion tersenyum tipis, menatap Jevan dengan tatapan penuh tantangan. "Strategi apaan? Kamu menang cuma karena beruntung aja waktu itu."

“Beruntung?” Jevan mengangkat alisnya, terkesan oleh pernyataan Rion. “Itu bukan soal keberuntungan, Kak Rion. Itu soal taktik dan perhitungan.”

Yosan tertawa keras. "Taktik? Kamu cuma beli properti sebanyak-banyaknya dan berharap orang lain kena!"

"Ya itu taktik namanya," jawab Jevan dengan polos, masih dengan senyum lebar di wajahnya.

Saka yang selama ini diam, ikut berbicara. “Oke, kalau begitu gimana kalau kita coba main lagi nanti malam? Aku kangen lihat kalian bersaing dengan sehat. Terutama Satya yang selalu teriak-teriak kalau kalah.”

Satya mengerutkan kening, merasa dipermainkan. “Aku nggak selalu teriak, Kak! Aku cuma nggak suka kalah.”

Yosan menepuk pundak Satya dengan lembut. “Itu tandanya kamu harus belajar lagi dengan baik. Kadang-kadang kita nggak bisa menang terus, Satya.”

“Tapi aku pengen menang,” balas Satya, dengan suara kecil namun penuh keyakinan.

Rion tersenyum sambil mengacak rambut Satya. "Nanti aku bantuin kamu, biar nggak kalah terus."

Satya menatap kakaknya dengan mata lebar penuh harapan. "Beneran, Kak? Kamu mau bantu aku menang?"

"Iya, beneran. Tapi kamu harus janji nggak teriak-teriak kalau kalah."

Satya mengangguk cepat, "Janji, Kak. Aku nggak bakal teriak."

Semua tertawa kecil mendengar janji polos Satya. Suasana yang tadinya penuh canda akhirnya mulai mereda, dan Saka merasa damai melihat adik-adiknya begitu menikmati kebersamaan ini. Kebahagiaan sederhana seperti ini adalah sesuatu yang jarang mereka dapatkan.

“Kadang aku mikir, kita udah cukup lama hidup bareng tanpa Mama dan Papa, tapi kita tetap bisa ketawa kayak gini. Kita kuat, ya,” kata Saka tiba-tiba, suaranya lebih pelan dan penuh perasaan.

Rion menatap kakaknya dengan serius, merasa bahwa kata-kata itu menyentuh hatinya. “Iya, Kak. Meskipun kadang kita berantem, tapi kita selalu bareng-bareng. Itu yang paling penting.”

Yosan, yang biasanya cuek, juga merasakan emosi yang dalam. "Aku kadang lupa kalau kita ini udah lama nggak punya orang tua. Mungkin karena kita semua saling jaga, jadi nggak terlalu terasa kehilangan itu."

Satya, yang masih terlalu muda untuk benar-benar mengerti, menatap kakak-kakaknya dengan bingung. "Kak, kenapa kalian ngomongin Mama dan Papa lagi? Bukannya kita udah bilang nggak mau sedih-sedihan lagi?"

Saka tersenyum lembut. "Iya, Satya. Kita nggak sedih, kok. Kita cuma ingat mereka dengan cara yang baik. Dan kita tetap bahagia, karena kita punya satu sama lain."

Satya memiringkan kepalanya, berusaha memahami. “Jadi, kita tetap bahagia meskipun Mama dan Papa nggak ada?”

“Iya, kita tetap bahagia,” jawab Saka, menepuk kepala Satya dengan sayang.

Rio yang sejak tadi diam mulai bicara. "Kebahagiaan itu kan nggak selalu harus karena hal besar, ya, Kak? Kadang-kadang hal kecil kayak duduk bareng kayak gini aja udah cukup bikin kita bahagia."

Saka mengangguk. “Bener banget, Rio. Ini adalah kebahagiaan sederhana, dan kita harus selalu bersyukur buat itu.”

Yosan menambahkan, "Dan dengan kita bersama, itu udah lebih dari cukup buat aku. Kita nggak perlu hal-hal mewah buat ngerasa bahagia."

Rion memandangi mereka semua dengan senyum kecil. “Kadang aku mikir, meskipun hidup kita nggak selalu gampang, tapi kita masih punya satu sama lain. Itu yang paling penting.”

Jevan mengangguk setuju. “Aku juga merasa kayak gitu. Kadang aku ngeluh, tapi aku selalu inget kita masih lengkap. Ya, kecuali Mama dan Papa.”

Saka menatap mereka semua dengan bangga. Dia merasa beban di pundaknya terasa lebih ringan setiap kali dia melihat adik-adiknya tertawa, tersenyum, dan menjalani hari-hari dengan semangat. "Aku bangga sama kalian semua. Kalian kuat, kalian saling menjaga, dan kalian tahu apa yang paling penting dalam hidup."

Satya yang duduk paling dekat dengan Saka memeluk kakaknya dengan erat. "Aku juga bangga punya Kak Saka," katanya pelan.

Saka membalas pelukan itu dengan lembut, hatinya hangat. “Aku selalu ada buat kalian semua.”

Perlahan, malam mulai datang, dan mereka semua beranjak dari ruang tamu menuju meja makan untuk menikmati makan malam sederhana yang sudah mereka siapkan bersama. Canda tawa, cerita-cerita lucu, dan obrolan ringan mengisi suasana, membuat rumah kecil itu terasa penuh dengan cinta dan kebahagiaan.

Meskipun hidup mereka tidak selalu mudah, dan meskipun ada banyak cobaan di masa lalu, mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang bisa menghentikan mereka untuk merasa bahagia. Kebahagiaan sederhana di tengah keluarga adalah sesuatu yang tak ternilai, sesuatu yang akan selalu mereka jaga dengan penuh kasih sayang.

TBC

[💕TERIMAKASIH BAGI YANG SUDAH BERKENAN MEMBACA CERITA INI 💕]

𝐃𝐢 𝐁𝐚𝐥𝐢𝐤 𝐏𝐢𝐧𝐭𝐮 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang