Masa lalu⚠️
Waktu terus berputar tempat lelah kini telah tertinggal akan tuntutan kegiatan yang harus dimulai pagi ini. Mengawali semuanya dengan aroma semerbak segelas kopi dan lembaran roti yang terbakar.
Menyiapkan sarapan dengan roti yang sudah terisi selai, menata rapi di atas pantry menunggu penghuni lain yang akan bergabung.
Mengotak-atik laptop yang menyala melihatkan tulisan-tulisan rapi dalam berkas yang akan menjadi modal meeting nya pagi ini. Mulut yang terisi roti dengan gelas kopi yang terus nyaman dalam tangannya.
Pandangan teralihkan dengan sapaan dari dua makhluk yang ia tunggu. Dua remaja dengan seragam SMA yang rapi menutup tubuh mereka.
" Pagi koh." Ucap Oze sebelum ikut duduk dan menikmati sarapan.
" Gak ada sarapan koh?." Satu pertanyaan dengan orang yang berbeda, Eza menggerutu hanya mendapati roti selai. Perutnya seakan meronta pagi ini.
" Gak ada, mbak Ratih ijin sampe siang. Makan aja ganjel sampe sekolah." Tutur yang tua. Gervi ( ci ge) atau yang kerap mereka panggil Koko Ge. Seorang pengusaha muda dengan perusahaan yang tidak asing di telinga banyak orang.
Mereka pun menikmati sarapan sampai satu suara terangkat. " Eh koh, kemarin ketemu Cici?." Tanya Oze yang tetiba teringat seseorang yang ia temui di acara lamaran keluarga Leonel.
Hal itu disahuti sang adik yang ikut mengetahui perempuan yang mereka kenali. " Iya, semalem gw juga lihat dia, sempet ngobrol juga." Sahut Eza.
Hal yang mereka bahas membuat raut wajah Gervi sedikit berubah. Ia juga mendapati perempuan itu, perempuan yang tidak bisa hilang dari hatinya.
Lama tidak menjumpai dan hal lain membuat malamnya kemarin sedikit berantakan. Gadis Jogja itu sedikit membuatnya sakit.
Raut wajah diam tanpa suara membuat satu pertanyaan kembali keluar. " Masih gak bisa move on koh?." Tanya Oze yang mendapati gelengan.
" Ya gimana mau move on, kalau hari-harinya masih kepo tentang Cici. Apa lagi semalem Dateng sama cowoknya lagi." Ucap Eza menggoda sang tua yang sedikit mendecih kesal.
" Semalem ketemu, ngobrol juga dan gak ada masalah." Ia juga diperkenalkan dengan laki-laki yang dengan entengnya menggenggam tangan perempuan penjaga hatinya.
" Dih, mulut keluar kayak gitu, cobak hati lo udah beda itu." Goda Eza lagi dan kini kepalanya mendapati pukulan.
" Gak usah sok tau, mending kalian berangkat. Gw habis ini mau berangkat." Putusnya, ia tidak ingin memperpanjang semuanya. Hal itu terlalu mengganggu pikirannya.
" Ya udah deh." Ucap Eza dengan tangan yang menodong Koko nya. Apa yang ia lakukan membuat Gervi mengerutkan kening, bertanya apa yang diinginkan adiknya.
" Kasih lah dikit koh buat beli sarapan." Penjelasan yang membuat dirinya mendapatkan tabokan dari Gervi.
" Nyusahin banget bocil, gak ada malak aja Lo berdua disini." Ucap Gervi sembari memasukkan kembali laptop pada tasnya.
" Gua gak ikut-ikut kena juga." Ujar Oze yang sedari tadi menyimak keduanya.
" Dih pelit banget ke sepupu sendiri. Ini nih yang ngebuat Cici gak mau sama lo, pelit." Ejek Eza lagi.
" Yee elu ya ngelunjak bener bocah. Udah berangkat kesiangan kita." Ucapnya mengakhiri keributan mereka.
Dalam perjalanannya yang sunyi dalam mobilnya, Gervi teringat kembali dengan perempuan itu. Tidak menyangka mereka bertemu malam itu, apalagi dia membawa orang asing disampingnya.