ONDAH

392 21 7
                                    

                       Obat pusing ⚠️












Gempalan asap terus mengebul, beberapa Putung sudah berserakan dibawah. Pelampiasan dengan rokok yang terus menyala untuk pikiran yang kacau.

Kepalanya tertunduk dengan rokok yang menyala ditangannya. Pikirannya terus diganggu dengan hal yang terjadi pagi tadi.

Hal yang tidak terpikirkan dengannya seakan menjeratnya menjadi bumerang. Kejadian semalam membuat semua orang salah paham dengan kondisi perempuan cantik dengan ukiran indah di leher juga dadanya.

Pagi tadi tamparan keras menggema di ruang tamu. Mendarat tepat di wajah anak tertua keluarganya.

Raut amarah dari sang kepala keluarga jelas ia lihat. Memuncak apa yang ia kira dilakukan sang putra.
" Apa yang sudah kamu lakukan Ardan?, kalian baru saja lamaran dan kamu melakukan hal itu pada Cahaya." Ucapnya penuh amarah.

Sedangkan perempuan yang di sebut tubuhnya bergetar direngkuh dalam pelukan istri pemilik rumah menenangkan dari ketegangan pagi ini.

Sedangkan Ardan tertunduk terdiam dengan pikirannya. Ia merasa tidak melakukan apapun terhadap tunangannya, ia tidak ingat. Terbangun dari tidurnya ia tidak melihat perempuan itu tapi ia sudah bertelanjang dada.

" Apa yang sudah kalian lakukan?, jawab Ardan!." Bentak sang Ayah.

" Aku gak tau yah, aku gak inget apapun." Jawab Ardan masih kebingungan.

" Ckh, Ayah gak mau tahu pernikahan kalian dimajukan bulan depan." Ucap sang kepala keluarga, mengambil keputusan yang membuat semua mata tertuju padanya.

" Nggak!!!." Sahut Leonel dengan lantang. Cahaya yang mendengarnya menatap cemas muridnya.

" Apa maksud mua enggak?." Kini giliran ia yang ditatap tajam sang Ayah.

Kini terdiam sendiri dengan apa yang ia lontarkan. Menatap perempuan yang menangis dalam pelukan ibundanya. " Em, maksud aku em. Apa yang terlihat mungkin gak seperti bayangan ayah. Mungkin cuma ciuman tanpa hal lebih, iya kan kak?." Tanyanya pada Cahaya berharap perempuan itu bisa membantu alasannya agar mereka terselamatkan.

" Em iya yah, semalam gak terjadi terlalu dalam. Semalam Ardan mabuk dan gak sadar sama perbuatannya, tapi itu gak lebih sampai dia gak sadarkan diri." Jelas Cahaya sesekali melirik Leonel berharap omongannya tidak salah.

Sedangkan sang Ayah berdecak kesal, menatap tajam putra sulungnya. "Ini tentang tanggung jawab kamu Ardan, dan ayah tetap putuskan kalian menikah bulan depan." Putusnya yang tidak bisa dibantah lagi.

Namun sang istri memberhentikan langkah suaminya, merasa ini berlebihan dengan keputusan yang keluar. " Mas, kamu gak bisa mengambil keputusan gitu aja. Mereka mempunyai tanggungan, bagai mana juga dengan Cahaya?."

Sontak sang kepala keluarga menatap sang menantu mempertanyakan apa yang menjadi keputusannya. " Bagaimana Cahaya?."

Pertanyaan itu seakan tidak ada jawabannya di pikiran Cahaya. Ia hanya menunduk bagai mana ia akan menjawab. Ingin sekali menatap pemuda yang berharap lebih terhadapnya tapi ia juga tahu kalau pria tua ini menatapnya.

Entah apa yang dipikirkan dan diharapkan perempuan itu, anggukannya membuat satu hati tersayat dan juga marah. Tanpa pamit Leonel langsung keluar dari rumah dengan amarahnya.

Sedangkan Cahaya semakin merutuki dirinya. Apa yang ia lakukan sekarang.

-

Dering benda pipih mengalihkan pikirannya, melihat banyaknya panggilan dari satu nama yang menjadi permasalahan pikirannya.

let's play Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang