DUA

210 32 4
                                    

Sebuah Hummer hitam terparkir cantik di sisi foyer sebuah perusahaan multinasional di salah satu tower di kawasan SCBD. Pintunya terbuka, menampilkan sosok Jay yang begitu necis dengan celana bahan hitam dan polo shirt coklat muda yang begitu pas membalut tubuh liatnya. Jam makan siang ini, lelaki itu berjanji akan menjemput Nara untuk membawa gadis itu ke apartemennya, membicarakan pembagian aset dan perjanjian pra nikah, sebelum bulan depan Jay akan kembali lagi ke Jakarta bersama keluarganya untuk melamar Naraya.

Mengambil duduk disalah satu kursi yang tersedia, Jay terlihat sibuk menggulirkan ponselnya saat pandangan para wanita menelisiknya. Menatap penuh minat pria matang dengan setelan parlente dengan barang-barang yang terlihat sederhana namun merupakan bagian dari old money style dan brand.

Nara dan Evan -sahabat baru di tempat gadis itu bekerja baru saja keluar dari lobby ketika pandangan gadis itu menemukan sosok Jay duduk disalah satu kursi santai yang memang tersedia tak jauh dari Foyer. Lelaki itu bahkan terlalu menikmati kegiatannya sampai tidak menyadari dirinya hampir menjadi incaran para wanita.

"Gue ngga makan sama lu ya." Ucap Nara mengeluarkan ponsel Evan yang tadi lelaki itu titipkan padanya.

Mengerutkan dahinya, Evan menatap Nara. "Tumben, mo makan sama siapa lu?"

Mengedikkan dagunya kearah Jay yang masih asyik, Nara memberikan kode pada Evan tentang siapa teman makan siangnya hari ini. "Kayaknya gue ngga balik kantor juga ya. Ntar tolong matiin PC gue."

"Itu? Om-om yang duduk disitu? Dia siapa? Gadun lu? Anjing Nara ga gue sangka." Bisik Evan menahan kehebohan dari suaranya.

"Iya gadun gue. Gue mo lanjut ke apartemennya dia. Mau nenenin pas banget jam tidur siang." Jawaban Nara membuat keduanya terbahak bersama, suara tawa renyah keduanya menarik telinga Jay untuk membuat lelaki itu mengalihkan pandangan pada Nara dan Evan.

Gadis itu melambaikan tangan pada Evan yang membalasnya dan berjalan ringan menghampiri Jay. Lelaki itu berdiri tersenyum dengan lesung pipi dan tatapan hangatnya untuk menyambut Nara. Jay menyempatkan diri untuk menatap Evan dan mengangguk ringan yang dibalas dengan anggukan kikuk lelaki itu.

"Kekasihmu?" Tanya Jay saat Nara berdiri dihadapannya.

Menengok kebelakang, Nara tertawa ringan menatap Evan yang berjalan menuju kantin. "Bukan. Temanku. Kita mau kemana?"

"Aku berencana mengajakmu ke apartemenku. Kita makan siang dan membahas pembagian aset dan perjanjian pra nikah. Tapi jika ada restauran yang ingin kau kunjungi, kita bisa makan disana."

--

Jay menggeleng ringan dan tak bisa menyembunyikan senyumnya ketika Nara akhirnya membawanya ke salah satu kedai makanan di warung tenda pinggir jalan. Alih-alih menuju restauran mewah dan nyaman. Gadis itu justru menggiring Jay kemari.

"Soto betawi dua, yang satu komplit, satu lagi daging aja. Nasi pisah ya. Minumnya air mineral aja dua yang dingin." Ucap Nara memesan menu dan membawa Jay duduk disalah satu meja.

Ada titik keringat muncul di dahi lelaki itu, membasahi beberapa anak rambutnya. "Gerah ya? Sorry ya tapi asli kamu harus coba ini. Best soto betawi in town." Jelas Nara sambil menyodorkan tisu untuk Jay menghapus peluhnya.

"Thanks. Okay, mari kita coba." Ucap Jay mengelap keringatnya. "By the way. You can check. Ini aset milik kamu yang saya berikan. Anggap saja ini adalah hadiah pernikahan dari saya. Kita akan balik nama sebelum pernikahan. Ini perjanjian pra nikah kita." Jay menyodorkan iPadnya meminta gadis itu untuk mengeceknya.

Mata Nara menyelidiki table yang berisi aset yang akan menjadi miliknya. Rumah, beberapa lot saham, logam mulia dan penthouse di Austria. Totalnya hampir empat puluh Miliar. Meletakkan iPad dengan sedikit keras, Nara menatap Jay. "Ini kau yakin nilainya sebanyak ini?"

"Kurang?"

Menggeleng mantap, Nara mengikat rambutnya asal lalu mengipasi lehernya dengan kertas menu dihadapan mereka. "Bukan, nanti kalau diaudit aku bisa dipenjara karena menerima gratifikasi sebanyak ini."

Jay tertawa renyah, membuka sebotol mineral dingin dan menyerahkan pada Nara. "Tidak. Semua bisa diruntut dari mana asalnya. Apalagi pernikahan kita nanti resmi. Ini bukan praktik money laundry."

Meneguk air mineral yang Jay berikan padanya Nara beralih ke perjanjian pra nikah. Sebagian besar mengatur tentang pisah harta, tujuannya agar ketika perceraian terjadi, aset yang diberikan akan tetap menjadi milik Nara dan bukan menjadi harta gono gini.

"Durasi pernikahan satu tahun. Tanpa kehamilan. Perceraian diajukan oleh pihak wanita." Nara membacanya perlahan. "Kenapa harus aku yang menggugat cerai?" Tanya Nara.

"Aku tidak mau mempertaruhkan nama baikku tentu saja." Jawab Jay ringan. "Bagaimana setuju?"

Nara mengangguk lalu membubuhkan tanda tangan elektronik dan menyerahkan iPad kembali pada Jay. "Aku akan mengirimnya pada Sebastian dia sekretarisku. Dia akan membuat ini sah di mata hukum."

Meneguk air mineral miliknya, Jay melanjutkan, "Bulan depan aku dan beberapa keluargaku akan kemari untuk melamarmu. Termasuk Opa. Jadi akan ku hubungi lagi nanti. Besok aku akan terbang kembali ke Itali."

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang