EMPAT BELAS

172 37 11
                                    

Akhir minggu tiba, hari ini Jay berjanji akan berkencan atau lebih tepatnya menemani Nara jalan-jalan. Sejak pagi Nara sudah bersiap membuat sarapan, gadis itu sudah mandi dan terlihat menggemaskan dengan dress tengah paha berwarna putih dan rambut panjangnya yang diikat satu dan diberi pita berwarna cream.

Hari ini dia bersiap memanfaatkan credit card yang Jay berikan. Selama ini credit card itu masih tersimpan rapi di dompetnya.

Jay keluar kamar masih dengan setelan rumahnya. Kaos dan celana pendek yang semalam dia pakai, membuat Nara merasa kesal dan cemberut saat lelaki itu menyapanya dan bersiap sarapan berdua.

"Kenapa kau belum bersiap?" Gerutu Nara.

Jay menyeruput kopinya, "Ini masih sangat pagi Madam, pertokoan belum buka."

"Tapi kan kita bisa jalan-jalan dulu ke sekitar. Ah kau membuat moodku berantakan." Nara meletakan sendoknya keras.

Menatap wajah cemberut Nara membuat Jay justru tersenyum. Gadis itu begitu menggemaskan. "Baiklah aku akan bersiap setelah sarapan. Berhenti cemberut seperti itu."

--

Lima tahun tinggal di Milan, Jay tidak pernah merasa Milan secantik ini. Meskipun mereka hanya berjalan di gang-gang sempit yang berisi cafe kecil yang tengah bersiap membuka gerai mereka tapi ini terasa menyenangkan. Beberapa langkah didepannya Nara tengah berjalan sambil bersenandung ceria. Sesekali gadis itu berhenti untuk memotret lalu kembali berjalan.

Jay tidak tahu pasti sebenarnya mana yang membuat pemandangan disekitarnya begitu indah. Milan kah atau Nara yang begitu ceria diantara pelukan kota Milan.

Tembok-tembok berwarna erath tone begitu menyatu dengan gadis itu. Kulitnya yang sedikit kecoklatan berkilau ditimpa sinar matahari. Rambutnya yang diikat bergerak seirama dengan langkahnya. Membuat Jay semakin merasa gemas dan ingin berlari lalu menyelipkan lengannya dipinggang ramping gadis itu.

"Sebentar lagi toko-toko akan buka. Kau ingin berbelanja apa?" Tawar Jay, berdiri dihadapan Nara, mengusap bulir keringat diujung rambut gadis itu.

"Baju, tas, heels, apapun yang bisa ku beli akan ku beli dengan fasilitas mewah yang ditawarkan suamiku." Jawab Nara ceria.

"Lakukan sesukamu."

"Benarkah?"

Jay mengangguk, "Tentu saja. Do it!"

Nara tersenyum, "Siap gadun akuu!"

"Gadun?" Jay membeo, baru pertama kali mendengar kata tersebut.

"Iya. Gadun."

"Apa itu?"

Tawa Nara pecah, gadis itu menepuk pundak Jay disela tawanya. "Gadun is Sugar Daddy."

Lelaki itu ikut tertawa lalu merengkuh tubuh Nara pada lengan kokohnya. "Mari kita mulai dari Loro Piana, Gadunmu sudah siap membelanjakan apapun yang kau minta." Selorohnya.

--

Nara melirik tangan Jay yang sedari tadi nyaman sekali berpindah dari pundak maupun pinggangnya. Sesekali lelaki itu meletakan tangannya dipuncak kepala Nara atau menggenggamnya ketika mereka berjalan berdampingan. Hei jika seperti ini jangan salahkan Nara jika gadis itu berkali-kali menahan senyumnya atau merasakan wajahnya menghangat karena merona.

Seperti saat ini ketika mereka memasuki booth Lacoste untuk mencari baju golf bagi keduanya. Jay tak hentinya menggenggam jemari Nara, lelaki itu bahkan hanya membalas tatapan selidik Nara dengan senyumannya yang membuat Nara ingin berteriak karena hampir gila.

"Kau cocok dengan dress ini." Ucap Jay saat memilih bodycon dress hijau dengan lambang buaya kecil di dadanya.

"Benarkah?"

"Ya ambil saja ini. Aku akan ambil yang ini." Jay menunjuk polo shirt dengan warna putih dan hijau.

Puas berbelanja mereka berpindah ke toko lain. Kini giliran Nara, gadis itu memilih beberapa kemeja dan celana untuk Jay bekerja dan anehnya Jay menikmati saja saat Nara sibuk berceloteh memilihkan apa saja untuknya. Bahkan senyum lelaki itu belum surut sejak tadi.

"Kau senang?" Tanya Jay saat Nara duduk di area terbuka dengan rerumputan sebagai alasnya. Paperbag tergeletak di kanan kiri mereka.

Jay menyerahkan sekotak jus dingin yang mereka beli tadi. Lelaki itu mengambil duduk dibelakang Nara dan melebarkan kakinya. Membuat Nara terperangkap diantara kaki panjangnya. "Bersandarlah aku tau kau lelah."

Menoleh menatap Jay, Nara menaikan sebelah alisnya. "Aku? Bersandar pada dadamu?"

Tak menjawab pertanyaan gadis itu, Jay justru memaksa Nara dengan menarik gadis itu untuk bersandar di dadanya dan menikmati udara dan matahari serta hiruk pikuk Milan yang terasa menyenangkan. Nara menahan senyumnya, bagaimanapun ini terasa asing dan menggelitik dadanya.

Begitu pula Jay, lelaki itu menggunakan kedua tangannya untuk menahan berat tubuhnya dan Nara tapi senyuman benar-benar tidak pudar dari wajahnya.

Lelaki itu menyukai dan menikmati momen seperti ini, bersama dengan Naraya Hastanaputra Idzes -istrinya.

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang