SATU

346 36 6
                                    

Gemerlap malam city light Jakarta terlihat begitu mewah dan cantik malam ini. Mengalahkan penadaran bulan purnama yang bersinar terang di langit tanpa awan. Lampu gedung-gedung pencakar langit berpadu dengan cantiknya lampu-lampu kendaraan bermotor dibawah sana.

Suasana ramai namun fancy begitu terasa di Skye Bar & Restaurant. Beberapa meja terisi dengan orang-orang yang melewatkan makan malam bersama dengan pemandangan malam cantik Jakarta. Termasuk Naraya, gadis cantik dengan stelan kantor itu baru saja duduk di sebuah meja yang terletak disisi kaca besar yang menampilkan gemerlap Jakarta, setelah seorang waiters mengantarnya.

"Mau pesan sekarang atau mau melihat menu terlebih dahulu?" Tawar waiters yang mendampinginya sejak tadi.

Tersenyum perlahan sambil melepas blazernya Naraya menggeleng ringan. "Nanti ya, saya menunggu Mr. Idzes, yang reserve table ini." Ucap Nara, yang diiyakan oleh waiters tersebut setelah meletakan welcome drink dan meninggalkan gadis iti sendiri.

Malam ini Naraya memiliki janji temu dengan seorang lelaki yang menurut Akongnya adalah calon cucu menantu sempurna bagi keluarga Hastanaputra. Cucu dari teman seperjuangannya ketika masa penjajahan. Gila bukan? Hampir delapan puluh tahun yang lalu.

Lelaki yang akan dia temui adalah Jay Idzes. Blasteran Belanda - Indonesia. Empat puluh tahun. Sudah menjadi WNI sejak usia dua puluh empat tahu. Sempat membela timnas Indonesia sampai usia tiga puluh empat tahun. Sekarang memimpin beberapa perusahaan keluarga dan menetap di Italia.

Untuk ukuran blasteran dia tidak terlalu tampan. Wajah Indonesia masih cukup mendominasi. Dari gambar yang dia lihat di Internet, Jay Idzes ini punya postur tubuh yang sangat atletis dan cukup seksi, tapi sekarang entah seperti apa wajah dan posturnya di usia empat puluh tahun.

Nara tengah menyesap minumannya ketika bayangan pria dengan kemeja putih dan jeans hitam menghampirinya, membuat gadis itu mendongakkan kepalanya untuk memandang sosok pria dengan senyuman dan lesung pipi yang begitu jelas.

"Excuse me. Naraya Hastanaputra?" Tanyanya dengan senyuman terukir, membuat Nara sedikit hilang kesadaran dan mengunyah batu es yang tersimpan di mulutnya.

Mengangguk ringan, Nara menelan batu esnya yang sedikit masih tersisa. "Yas. Idzes? Sorry Pak Jay Idzes?" Tanya Nara membuat lelaki itu tertawa kecil dengan suara bariton yang menusuk telinganya, membuainya.

"Am I that old?" Ucap Jay. "Boleh saya duduk?" Tanya lelaki itu menunggu Nara mempersilahkannya, meskipun lelaki itu yang melakukan reservasi meja ini.

Nara mengangguk. "Sure. It's yours."

Menarik kursi dihadapan Nara, lelaki itu duduk dengan nyaman, mengedarkan padangan pada seisi restauran untuk mengamati interiornya. "Actually, I'm waiting for the answer." Ucapnya ketika padangannya dan Nara bertemu.

"What answer?"

Melipat tangannya kedepan dada Jay tersenyum, "Am I that old?"

Kini giliran Nara tertawa, gadis itu menyandarkan tubuhnya di kursinya, lalu melipat kedua tangannya didepan dada. "Cukup tua untukku yang berusia dua puluh lima tahun. Tapi kau cukup keren untuk lelaki empat puluh tahun."

Mengangguk ringan Jay menjentikkan jarinya, "Aku anggap itu sebagai pujian." Putus Jay.

"Kau ingin makan malam? Atau diet?" Tawa Jay ketika lelaki itu mengangkat sebelah tangannya memberi kode pada salah seorang waiters untuk mendekat kearah mereka.

Nara menegakkan posisi duduknya, meraih buku menu dihadapannya. "Makan tentu saja. Apa itu diet?"

--

Dua mangkuk es krim tersaji dihadapan mereka sebagai dessert. Ini semua menu pilihan Nara yang tentu saja lebih disukai gadis itu daripada Jay yang hampir tidak pernah menyentuh dessert.

"Jadi, aku kemari karena Opa memintaku untuk menemui cucu dari temannya." Jay membuka pembicaraan ketika Nara baru saja menyuapkan sesendok eskrim kedalam mulutnya.

Gadis itu menggigit sendok di mulutnya dan hal tersebut entah mengapa terlihat menggemaskan di mata Jay. "Cucu dari teman Opamu itu adalah aku."

"Sepertinya begitu."

"Kau tahu usiaku dua puluh lima tahun?" Tanya Nara menatap Jay.

Lelaki itu memiliki rahang yang tegas, ada beberapa jambang dan jenggot tipis. Di sudut matanya ada guratan-guratan tanda penuaan. Retinanya berwarna coklat gelap, dengan tatapan yang dalam dan lembut.

Ah gila, semakin menatap Nara yakin semakin terpesona dengan om-om atau mungkin bapak-bapak didepannya itu.

Jay mengangguk, lelaki itu menikmati es krimnya. "Aku tahu dan aku menerima perjodohan ini."

"Secepat itu?" Tanya Nara terkejut, gadis itu bahkan menumpahkan sesendok eskrimnya di meja yang segera dia ambil dengan telunjuknya dan dia makan.

Senyum Jay kembali terukir, lelaki itu merasa gemas melihat kelakuan abstrak gadis dihadapannya. "Aku malas berdebat dan malas mencari istri. Kita buat mudah saja. Menikah lalu kau dapatkan beberapa aset."

"Hai! Mana bisa? Aku tidak mencintaimu."

"Kau yakin?" Tanya Jay menampilkan senyuman manis dengan lesung pipi nya yang menawan. Lelaki itu menatap dalam kedua mata Nara, membuat gadis itu merasa gugup.

Nara berdeham ringan, menetralkan rasa didadanya yang tiba-tiba salah tingkah. "Tentu saja yakin. Baik, mari kita menikah. Kita bercerai setelah satu tahun. Pembagian aset dilakukan sebelum pernikahan dan kita buat perjanjian pisah harta."

"Deal?" Jay mengulurkan kedua tangannya.

Membuat Nara yang memiliki gengsi tinggi akhirnya mengangguk mantap dan menjabat erat tangan Jay, "Deal."

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang