DUA PULUH ENAM

130 29 6
                                    

Siang ini Jay baru saja memarkirkan mobilnya di basement parkir setelah dia dan Lucas menyelesaikan meeting diluar bersama kliennya. Lelaki itu berencana makan siang bersama dengan Nara di rumah dan membiarkan Lucas yang menjamu kliennya untuk makan bersama.

Dengan langkahnya yang lebar dan senyum yang terus mengembang diwajahnya Jay menaiki lift VIP menuju penthouse nya. Pagi tadi dia sudah bilang pada Nara bahwa dia ingin makan sate ayam dan goreng pastel seperti yang mendiang Oma sering memasak untuk keluarga Idzes.

"Sayang aku pulang." Suara Jay menggema di penthouse mereka yang sunyi.

Aroma masakan tercium ketika Jay mendapati menu makan siangnya sudah tersaji di meja makan, membuat senyuman lelaki itu merekah.

"Nara, where are you?" Ucap Jay berjalan memasuki kamarnya. Tidak menemukan istrinya disana maupun di kamar mandi.

Alisnya berkerut lalu mencoba menghubungi ponsel Nara yang berada di luar jangkauan. Berpindah ke kamar Nara, Jay menaikan sebelah alisnya mendapati kamar tersebut kosong dan rapi. Tidak ada deretan kosmetik milik istrinya yang memenuhi meja rias.

"Nara." Perasaan tidak nyaman menyusup ke hatinya, membuat langkah lelaki itu beralih ke ruang penyimpanan hanya untuk memastikan bahwa dua koper besar milik Nara masih ada disana.

Nihil. Koper itu tidak ada.

"Nara!" Jay masih mencoba meneriakkan nama istrinya, berharap gadis itu hanya mengerjainya.

Kembali menghubungi ponsel Nara namun masih tidak bisa tersambung.

Jay kembali memasuki kamarnya hanya untuk mendapati sebuah map berisi perjanjian kontraknya bersama Nara. Mengecek lembar selanjutnya Jay menemukan data pemindahan aset dan sahamnya. Semakin kebelakang akhirnya Jay menemukan salinan putusan pengadilan atas dirinya dan Nara.

Nara menggugat cerai dirinya. Tanpa sepengetahuannya.

"Lucas datanglah ke rumahku." Ucap Jay menghubungi Lucas.

Lelaki itu masih linglung, dadanya sesak dan tangannya bergetar ketika matanya kembali mengulang deretan kalimat yang tercetak jelas disurat putusan tersebut.

Nara sudah mempersiapkan semuanya, bahkan gadis itu mengembalikan semua aset yang diberikan oleh Jay sebagai kompensasi pernikahan merek. Jay benar-benar tak habis pikir. Berkali-kali gadis itu mengatakan bahwa dia mencintai Jay namun justru menggugat cerai dan pergi begitu saja.

Mengambil ponselnya, Jay kembali mencoba menghubungi Marten. Belakangan Nara sering menemui Marten untuk membantu urusan bisnis lelaki itu.

"Dimana Nara?" Ucap Jay ketika sambungan teleponnya terhubung.

"Katakan padaku dimana kau menyembunyikan Nara!" Suara teriakan penuh rasa frustasi itu menggema di kamarnya.

Jay memutus panggilan telepon dengan Marten ketika lelaki itu mengatakan bahwa dia tidak tahu dimana Nara berada. Merasa semakin frustasi Jay membanting kaca besar yang terpajang di dinding kamarnya. Hingga jatuh berantakan berserak tak berbentuk. Sama seperti hatinya saat ini.

--

"Astaga Jay!" Suara Samantha memecah keheningan di penthouse Jay yang begitu berantakan. Lelaki itu mengamuk mengeluarkan rasa frustasinya.

"Apa yang terjadi? Kemana Nara?" Tanya Luis.

Tak ada jawaban dari Jay, lelaki itu hanya menutup wajahnya dengan bantal sofa, sementara Lucas berdiri dengan wajah pucatnya disisi sofa.

"Nyonya pergi. Beliau menggunggat cerai Tuan Idzes."

"Apa?" Teriak Luis dan Samanthe bersamaan.

Mengangguk ringan Lucas menahan dadanya yang bertalu karena merasa takut. Dia harus mengatakan yang sebenarnya pada Jay tapi dia pasti akan langsung menemui kematiannya begitu Jay tahu yang sebenarnya. Dia harus menunggu Dave dan Marten datang agar ketika Jay ingin membunuhnya ada tiga lelaki yang menjaganya.

Pintu Penthouse kembali terbuka, kali ini Dave dan Marten yang masuk bersamaan. Mereka bertemu di lobby sebelum masuk ke penthouse ini.

Mereka masuk dengan wajah heran, bergantian saling tatap karena tahu sesuatu yang sangat buruk terjadi. Jay tidak pernah terlihat semarah, kalut, kecewa dan sesedih ini sebelumnya.

"Bantu aku mencari Nara. Hubungi koneksi kalian untuk menemukan Nara. Salinan paspor akan Lucas kirimkan ke kalian." Ucap Jay lesu.

"Nara pergi? Apakah dia kembali ke Indonesia?" Tanya Marten, tak ada yang menjawab karena jelas tidak ada yang tahu.

Jay masih tak habis pikir bagaimana istrinya bisa melakukan semuanya, bahkan menggugat cerai padahal mereka berada di Milan dan dalam kondisi rumah tangga yang sangat baik. Mereka sedang dalam butterfly era, mereka bisa saling mengucapkan perasaan cinta mereka dan mereka masih bercinta sebelum ini semua terjadi.

"Bagaimana dia bisa mengembalikan aset yang ku berikan padanya tanpa aku tahu. Sebenarnya siapa yang membantunya?" Ucap Jay.

"Saya Tuan." Suara bergetar Lucas menjawab pertanyaaan frustasi Jay. "Saya yang membantu nyonya melakukan pengalihan set dan saham atas permintaan nyonya. Anda boleh membunuh saya tuan setelah ini." Ucap Lucas.

"Apa maksudmu?" Suara Jay berubah dingin. Mengerikan.

Lucas menarik nafasnya dalam, "Nyonya hamil Tuan. Itulah alasan beliau mengalihkan aset kembali atas nama anda dan melakukan gugatan cerai."

Tertegun cukup lama Jay menatap Lucas. "Apa katamu? Nara hamil?"

Lucas mengangguk lesu, wajahnya pucat diimajinasinya dia bisa melihat malaikat mau berdiri dihadapannya dalam sosok Jay.

"Lucas kau bajingan!" Jay merangsek maju melompati meja nyaris menangkao Jay sebelum Dave, Luis dan Marten menahannya.

Samantha berdiri menghalangi Lucas. "Jay tahan kau bisa membunuh Lucas!"

"Lucas memang pantas mati sialan! Dia membantu istriku pergi padahal dia tahu istriku sedang hamil! Samy kau dengar istriku hamil Sam dan dia meninggalkanku dengan bantuan Lucas!" Amukan Jay meluap.

Lelaki itu menangis dalam marahnya. Air matanya mengalir turun dalam upayanya manahan marah dan menyadari bahwa Nara pergi menceraiakannya dalam keadaan hamil dan tak seorangpun tahu gadis itu ada dimana.

Ketika cengkraman Luis, Dave dan Marten mengendur, Jay terjatuh dalam tangisnya diatas lantai. Lelaki itu memukul lantai marmer berkali-kali untuk meluapkan perasaannya.

Jay Idzes yang begitu tenang hancur berantakan hari ini.

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang