DUA BELAS

187 33 3
                                    

Milan, Italia

Jadi inilah apartemen yang akan menjadi tempat tinggal Nara dan Jay setahun kedepan. Bukan apartemen, tapi penthouse! Catat! Penthouse mewah di jantung kota Milan dengan interior design futuristic, memiliki outdoor rooftop yang dilengkapi dengan ruang duduk mewah. Semua serba mewah dan eksklusif. Kedua kamarnya memiliki view kota Milan yang begitu indah dan gemerlap ketika malam. Nara tahu butuh banyak uang untuk memiliki penthouse ini.

"Jay kau serius ini tempat tinggal kita?" Ucap Nara berdiri dibalik kaca lebar yang menampilkan kota Milan. Gadis itu bersandar di meja makan yang menghadap ke kota.

"Kau suka?" Tanya Jay, lelaki itu menyerahkan sebotol air mineral yang sudah dia buka sebelumnya. "Terkesima juga butuh energi Madam."

Nara menerimanya sambil tertawa, lalu meneguk minumannya. "Jika kita sudah bercerai bisakah aku menjadi petugas bersih-bersih dan tetap tinggal disini?" Gurau Nara.

Kini giliran Jay yang tertawa, lelaki itu mengusap puncak kepala Nara. "Mandilah, kita akan tenis sore ini."

"Jay kita baru sampai dan kau sudah akan tenis?"

"Cepat mandi!" Ucap Jay sambil berlalu menuju kamarnya.

--

Nara berdiri kaku di tengah lapangan dengan raket tenis di tangannya. Gadis itu mengenakan stelan tenis baru yang dia beli sebelum mereka tiba di lapangan ini. Jay diseberangnya sudah mulai melatihnya untuk bermain tenis sejak tiga puluh menit yang lalu tapi masih belum berhasil.

"Astaga Nara kau ini benar-benar!" Seru Jay kesal. Lelaki itu berlari lalu melompati net untuk menghampiri Nara.

"Kan aku sudah bilang aku tidak bisa. Kau memaksaku terus." Gerutu Nara.

Jay meletakan raket tenisnya, lalu berdiri dibelakang Nara, memeluk gadis itu dan menggenggam tangannya. "Pegang raketnya seperti ini lalu ayunkan begini." Bisik Jay ditelinga Nara sambil menggerakkan tangan keduanya untuk mengayunkan raket.

"Aku sudah melakukannya seperti ini Jay kau sudah lihat kan tadi!" Nara masih menggerutu sambil memalingkan wajahnya untuk menatap Jay.

Salah Nara, kau salah! Gerakan Nara untuk menatap Jay justru membuat wajah keduanya berdekatan, punggung gadis itu menempel di dada Jay dan wajah mereka terlalu dekat membuat Jay spontan menarik nafasnya. Pandangan lelaki itu justru lekat menatap Nara, insting lelakinya memanggil egonya untuk mencium gadis cerewet dan tidak mau kalah ini.

"Terus! Cium terus! Tidak bisakah kalian menahan nafsu untuk berciuman di tengah lapangan tenis seperti ini?" Teriak sebuah suara dari kejauhan.

Jay dan Nara menoleh bersamaan, keduanya memperbaiki posisi berdiri ketika menyadari Dave, Samatha dan Luis datang bersamaan. Spontan tangan Jay beralih memeluk pinggang Nara dan menggiring gadis itu untuk bergabung bersama ketiganya.

"Kau iri? Makanya menikah." Ejek Jay sambil memainkan kedua alisnya. "Dia Nara, Istriku." Lanjut Jay memperkenalkan Nara sebagai istrinya membuat semburat rona merah muncul di pipi gadis itu.

"Luis." Ucap seorang pria dengan rambut pirang.

"Dave." Ucap lelakinyang meneriaki keduanya tadi.

"Samantha. Nice to meet you. Selamat bergabung." Sapa satu-satu nya wanita diantara mereka selain Nara.

"Hai nice to meet you all." Sapa Nara ceria. Gadis itu meneguk minuman isotonik miliknya.

"Kau masih sangat muda ya. Apakah tidak aneh rasanya saat kalian bercinta? Tidakkah rasanya seperti bercinta dengan anak sendiri?" Tanya Luis membuat Nara tersedak minumannya. Gadis itu terbatuk hingga wajahnya memerah sementara Jay menepuk punggung gadis itu perlahan.

Melihat response Nara yang terlihat berlebihan, Samantha melirik keduanya bergantian. "Kalian belum melakukannya?"

Jay hanya menaikkan kedua alisnya, "Tidak kami tidak melakukannya, kami sepakat tidak ada kehamilan sampai satu tahun kedepan." Jawab Nara mengambil alih, kini giliran Dave yang tersedak hingga air keluar dari hidungnya.

"Kalian melakukan kontrak pernikahan? Jadi kalian akan bercerai setelah setahun?" Samantha menyimpulkan.

Jay mengangguk, "Rencananya begitu."

Luis, Dave dan Samantha saling bertukar tatap, tak habis pikir dengan pasangan didepan mereka ini. Luis membuka tasnya, lalu melempar satu boks kondom ke meja. "Simpanlah. Aku tidak percaya Jay tidak akan menidurimu. Pegang ucapanku."

Nara menatap kotak dihadapannya bergantian dengan Jay, lalu kembali menatap ketiga sahabat baik Jay. Haruskah gadis itu mempercayai mereka atau Jay?

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang