ENAM

187 31 9
                                    

Waktu berlalu begitu cepat ketika hal yang tidak kita inginkan berada didepan mata. Meskipun Nara dan Jay sama-sama menyetujui pernikahan gila dengan kontrak ini, tetapi keduanya tetap saja merasa bahwa ini bukanlah yang mereka inginkan. Kesibukan yang keduanya jalani membuat mereka tanpa sadar berada di hari ini. Hari dimana keduanya akan dipersatukan dalam ikatan janji didepan Tuhan.

Jay berdeham, mematut dirinya didepan cermin mengamati dirinya dengan balutan tuksedo hitam. Ini terlihat biasa saja sebenarnya, semuanya terasa berbeda ketika Ibunya memasuki kamarnya. Wanita itu terlihat cantik dengan kebaya sederhana berwarna nude. Wajah bule-nya begitu menyatu dan terlihat bahagia dengan kerutan-kerutan dibingkai dengan rambut pirangnya yang ditata sedemikian rupa.

"Ibu?"

Wanita itu tersenyum, "Hai sayang, pakailah ini." Wanita itu memasangkan korsase bunga di dada Jay. "Ibu tahu baik kau maupun Nara mungkin tidak menyukai ini. Mungkin ada kesepakatan yang kalian sembunyikan dibelakang kami semua. Tapi satu yang Ibu minta, selama kalian masih berstatus suami istri. Tolong dengan sangat, salinglah menjaga kehormatan dan kesetiaan kalian. Jaga apa yang harus kau jaga."

Mengangguk ringan, Jay merasa berdebar mendengar apa yang ibunya katakan. Dia akan menjadi seorang suami dan dia harus menjaga kehormatan keluarganya nanti.

--

"Kau sudah siap?" Papa Nara muncul di kamar yang Nara gunakan sebagai ruang makeup.

Gadis itu terlihat begitu cantik dengan gaun panjang dan veil yang melekat dirambutnya bersama dengan Mahkota yang Ibu Jay pesan khusus untuknya. "Papa."

"Kau cantik sekali sayang."

Nara mengangguk lalu mendongakkan kepalanya, menahan air mata tidak terjatuh. Meskipun pernikahan ini tidak akan berjalan selamanya tapi ada rasa bahagia dan haru melihat orang-orang disekelilingnya terlihat bahagia.

"Jadilah istri yang baik, hormatilah keluarga Idzes. Sudah jangan menangis." Papa Nara memeluknya membawa gadis itu kepelukan hangatnya.

Ada perasaan bersalah menghantui gadis itu. Jika semua orang berbahagia atas pernikahan ini, lalu bagaimana jika dia nantinya harus mengakhiri pernikahan ini satu tahun dari sekarang?

--

"Saya Naraya, Terima kasih kepada Jay Noah, telah menjadi suami saya dan menikah, sejak hari ini dan hari-hari kedepan. Untuk saling memiliki dan mempertahakan di hari baik maupun buruk, disaat seluruh kesenangan melanda kita dan kesulitan harus kita hadapi, dan untuk menjadi kaya dan semakin kaya disetiap harinya." Ucap Nara mengucapkan janjinya yang dia tulis sendiri semalam setelah makan siang.

Untuk menjadi kaya setiap harinya.

Jay menahan tawanya dan mengangguk ringan. Wajah dengan senyuman berlesung itu terlihat sedikit tegang namun ada pancaran bahagia disana. Keduanya saling memasangkan cincin. Cincin yang Opa dan Akong mereka berikan telah disesuaikan ukurannya sehingga mereka gunakan sebagai cincin pernikahan.

"Karena kalian telah sah sebagai suami istri. Silahlan mempelai pria untuk mencium mempelai wanita." Ucap seorang pendeta memimpin ceremony pernikahan mereka.

Melangkah mantap, Jay mendekat, menggenggam tangan Nara. Sebelah tangannya dia lingkarkan ke pinggang ramping gadis itu yang berbalut gaun cantik berwarna putih, menariknya semakin mendekat. Beberapa kali Nara memberi kode pada Jay agar lelaki itu tidak menciumnya atau minimal mencium di pipi atau di dahinya saja, namun lelaki itu seolah tidak memperdulikan ucapan Nara.

Suara sorakan riuh seolah justru memancing Jay untuk mencium gadis yang kini menjadi istrinya. Bukannya tak paham kode dari Nara tapi entah mengapa Jay merasa ingin menggoda gadis itu. Semakin panik dan kesal wajah Nara, semakin Jay ingin mencium gadis yang terpaut lima belas tahun lebih muda darinya.

Dengan keyakinan hati, lelaki itu menunduk, mendekatkan bibirnya pada bibir Nara, menempelkannya dan menunggu response alami dari tubuh istrinya itu. Sementara Nara yang sejak tadi menahan tubuh Jay dengan tangannya sedikit berjengit ketika bibir tipis Jay menempel dibibirnya. Gadis itu terlihat panik, bukannya belum pernah berciuman tapi berciuman dengan lelaki yang lebih tua dan dihadapan keluarganya bukanlah ciuman yang dia harapkan untuk terjadi.

Merasa panik, Nara membuka bibirnya untuk memprotes perbuatan Jay. Belum sempat suaranya untuk protes keluar, Jay justru semakin memperdalam ciumannya hingga Nara nyaris terjungkal jika dia tidak menggenggam jas yang Jay gunakan dan tubuhnya ditahan oleh sebelah tangan Jay.

Sialan! Lelaki ini terlalu berpengalaman berciuman hingga membuat Nara bingung harus meresponse seperti apa selain hanya menutup matanya dan menahan diri untuk tidak membalas ciuman suaminya.

Puas menggoda Nara, Jay menarik diri pelahan dan sengaja berhenti beberapa centimeter tepat diwajah Nara. Menunggu gadis itu membuka gadis itu membuka matanya. Mengamati betapa gadis itu sangat memerah dan sedikit bengkak dibagian bibirnya. Nara menarik nafas lalu membuka matanya dan mendapati Jay tersenyum sangat manis dihadapannya.

"Bajingan." Desis Nara kesal yang dijawab Jay denyan kedipan sebelah matanya dan tawa ringan penuh kemenangan.

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang