SEPULUH

185 29 4
                                    

Kediaman keluarga Idzes cukup ramai siang ini. Acara resepsi sederhana digelar untuk memperkenalkan Naraya Hastanapura Idzes sebagai anggota keluarga baru mereka. Beberapa tamu sudah memenuhi halaman belakang dan mengobrol bertukar cerita setelah sekian lama tidak berjumpa akibat kesibukan masing-masing. Jay juga begitu senang berjumpa dengan beberapa sepupunya. Lelaki itu tengah menggendong seorang balita perempuan yang menjadi cicit pertama di keluarga Idzes.

Nara baru saja keluar dari kamar yqng dia tempati bersama dengan Jay selama di Amsterdam, ketika dia nyaris terpeleset oleh heels-nya sendiri. Gadis itu limbung diujung tangga dan nyaris terjatuh ketika akhirnya sebuah lengan kokoh memegang tangan dan pinggangnya.

"Wow, watch your step Madam." Ucap lelaki dengan rambut pirang dan jambang menghiasi rahang kokohnya, matanya biru sejernih lautan.

"Oh God. Thanks so much Sir." Jawab Nara.

Lelaki tersebut tersenyum dan mengangguk. "Kau ternyata sangat menggemaskan jika dilihat dari dekat. Pantas saja Jay segera mengiyakan ketima Opa menawarkan perjodohan ini pada kami." Ucapnya.

Menaikan sebelah alisnya Nara merasa bingung dengan statement lelaki tersebut, "Kami?"

"Ya. Kami -aku dan Jay. Perkenalkan Marten Paes, aku kakak Jay. Kami satu ayah beda Ibu." Marten menggenggam tangan Nara, menunduk berniat mengecup punggung tangan gadis itu ketika sebuah suara menggelegar menghentikan kegiatannya.

"Jangan kau pernah mencoba menyentuh Istriku dasar sialan!"

Nara secara spontan menarik tangannya. Menoleh keujung tangga, mendapati Jay berdiri dengan jasnya yang terbuka, wajahnya memerah menahan emosi. Lelaki itu berlari menaiki anak tangga lalu berdiri diantara Nara dan Marten, menatap Marten itu penuh aura kebencian.

"Jangan pernah kau coba menyentuh istriku! Jangan pernah menyentuh apapun yang menjadi milikku!" Gusar Jay menekan setiap kata dari kalimat yang keluar dari mulutnya.

Marten tersenyum lalu mengangguk, "Ya dia milikmu. Semua yang Opa miliki adalah milikmu. Kau yang memiliki semuanya, tapi tidak dengan Ayah. Laki-laki itu milik kita. Suka atau tidak." Ucap Marten membalas ucapan Jay membuat tubuh Jay semakin bergetar menahan emosi.

Nara tidak tau peperangan apa yang pernah terjadi diantara keduanya tapi satu yang pasti. Dia harus menjauhkan kakak beradik ini sebelum rumah mewah ini berubah menjadi area peperangan. Gadis itu memberanikan diri mengusap punggung tegap Jay yang menegang, sebelah tangannya dia gunakan untuk menggengam tangan Jay yang memutih karena terkepal menahan amarah. "Jay lebih baik kita turun. Opa menunggu dibawah."

Merasakan usapan dipunggungnya, lambat laun Jay terlihat lebih rileks, lelai itu melepas kepalan tangannya dan menggenggam tangan Nara. "Maaf membuatmu tidak nyaman." Jay mengangguk lalu mulai memimpin jalan untuk turun ketika Nara sedikit menahan tangannya.

Gadis itu menoleh kearah Marten yang menatap nanar keduanya. "Senang bertemu denganmu Marten. Senang menjadi bagian dari keluarga besar Idzes." Nara mengangguk tersenyum dan menunggu Marten membalas senyumannya. Ketika lelaki itu tersenyum Nara akhirnya berbalik menatap suaminya yang masih terlihat kesal. "Ayo turun!"

--

"Kau tidak perlu menjalin hubungan baik dengannya." Ucap Jay dingin ketika mereka duduk bersama menikmati makan siang di salah satu sudut taman sambil menikmati kehangatan keluarga Idzes.

Nara mengangkat sebelah alisnya, "Kau membencinya? Dia bilang dia kakakmu?"

"Apa saja yang dia katakan padamu?"

"Kalian bersaudara. Opa menawarkan perjodohan ini pada kalian dan kau menerimanya." Nara mengucapkan setiap kalimatnya sambil menatap intens Jay, ingin melihat dengan detail perubahan ekspresi lelaki itu.

"Bajingan sialan itu benar-benar." Gerutu Jay.

Nara membaca situasi ini dengan cepat. Sepertinya ada persaingan sengit diantara keduanya. Marten bilang mereka berbeda ibu, jadi sepertinya ayah Jay memeliki istri lain selain Ibu mertuanya.

"Boleh aku tahu bagaimana Marten bisa bilang bahwa dia juga dijodohkan denganku?"

Menghembuskan nafasnya keras, Jay meletakan sendok dan garpunya dengan kasar. "Opa meminta cucu pertama lelakinya menikahimu. Secara hukum aku adalah cucu pertama. Tapi secara fakta, Marten adalah cucu pertama. Mendiang ayahku memiliki anak diluar pernikahan dan anak itu adalah Marten. Usia kami terpaut dua tahun.

Lalu Opa menawarkannya pada kami. Ketika Marten sedang menimbang untuk menerima atau tidak, aku memberikan jawaban terlebih dahulu untuk menerima perjodohan ini."

Nara mengangguk sambil tersenyum. "Jadi kau menerima perjodohan ini karena tidak ingin kalah oleh Marten? Karena kau merasa kau adalah cucu pertama?"

Giliran Jay mengangguk namun tak berani menatap Nara, merasa bersalah karena sebenarnya hal ini terdengar kekanakan.

"Cih, dasar lelaki dan ego-nya." Ucap Nara menyesap champagne miliknya dan tersenyum kecil.

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang