LIMA BELAS

157 33 2
                                    

Sejak kencan pertama mereka saat itu, kehidupan Jay dan Nara menjadi semakin menyenangkan. Jay setiap hari selalu kembali ke rumah ketika jam makan siang tiba. Lelaki itu memilih untuk kembali ke rumah untuk makan masakan Nara. Selain lebih memilih makan di rumah, lelaki itu juga kembali ke rumah sebelum larut malam, sesekali akan pulang di sore hari untuk membawa Nara makan malam di luar sambil menikmati gemerlap Milan.

Seperti kali ini, aroma kacang goreng, suara blender dan air mendidih melengkapi suasana siang ini. Suara tombol pintu penthouse berbunyi diiringi dengan pintu yang terbuka, membawa Jay memasuki penthousenya.

"Oh kau pulang?" Nara muncul dari dapur dengan apronnya, menyapa Jay yang berjalan menghampirinya setelah sebelumnya meletakan ransel dan jasnya.

Lelaki tersebut mengangguk mengusap rambut hitam gadis dengan apron coklat tuanya. "Aku mampir setelah ini aku kembali ke kantor." Ucapnya beralih ke dapur, mengintip berbagai sayur dan saus kacang tengah disiapkan. "Kau memasak gado-gado?"

"Pecel sayur." Jawab Nara meniriskan tauge yang sudah dia rebus.

"Tapi ini peanut sauce. Pasti gado-gado." Jay mendebatnya.

Meletakan tauge pada piring saji Nara memutar kedua bola matanya. "Ini pecel ya Jay. Aku bilang ini pecel sayur. Peanut sauce not only for gado-gado. Orang Indonesia baru enam belas tahun jangan ngeyel sama yang udah dua puluh lima tahun jadi WNI deh."

Jay tertawa renyah, mengambil sebotol air mineral dingin dan menghampiri gadis itu. "Baik WNI senior. Aku menunggu makan siang pecel sayurnya. Panggil aku jika sudah matang. Aku ingin tidur sebentar." Ucapnya meletakan botol yang sudah tandas isinya.

--

"Apa rencanamu setelah kita bercerai nanti?" Gadis itu bertanya pada Jay ketika mereka menikmati menu makan siang mereka. Pecel sayur, telur dadar dan tempe.

Jay terlihat berpikir sesaat lalu mengelap bibirnya dan menatap gadis dihadapannya, "Kau berpikir kita akan bercerai?"

Nara mengangguk bersemangat, gadis itu telah selesai dengan sepiring menu makan siangnya. "Tentu saja. Aku ingin bercerai darimu. Lalu hidup menikmati masa muda, mencari lelaki yang aku cintai dan menikahinya. Memang kau tidak ingin? Kau bisa mencari istri yang kau cintai di usiamu yang sudah empat puluh tahun Jay. Percayalah."

"Memang ada yang mau dengan lelaki berusia empat puluh tahun? Kau saja mau karena kita dijodohkan." Ucap Jay meletakan piringnya ke sink cuci piring lalu mencuci kedua tangannya dan mengeringkan dengan lap tangan.

Menyusul suaminya, Nara turut meletakkan piring kotornya dan mencuci tangan. "Banyak, aku bisa membantumu jika kau mau. Kau luar biasa tampan dan kaya, tidak sulit mencarikanmu istri."

"Tidak usah, terima kasih." Jawab Jay setelah meneguk segelas air dingin dari kulkas. Lelaki itu berdiri bersandar di counter dapur, berhadapan dengan Nara yang juga tengah menatapnya.

"Kenapa tidak mau?"

Menegakkan tubuhnya, Jay berjalan mendekat kearah Nara perlahan menatap dalam mata gadis yang sudah menyandang status sebagai istrinya sejak dua bulan lalu itu. "Karena aku, sudah menemukan gadis yang aku cintai dan aku inginkan." Ucapnya dengan nada meyakinkan.

"Astaga benarkah?" Seru Nara bersemangat.

Jay menggangguk mantap sambil tersenyum manis.

"Siapa?"

Menunduk, Jay mendekatkan wajahnya kehadapan Naraya, "Kau." Ucapnya mantap diikuti dengan kepalanya yang semakin mendekat untuk mencium bibir Naraya. Membuat gadis itu membatu beberapa saat sebelum akhirnya mendorong dan menyiram Jay dengan segelas air dingin disampingnya.

Baik Jay maupun Nara sama-sama terkejut. Jay terkejut dengan Nara yang menyiramnya, sementara Nara gadis itu terkejut dengan pernyataan cinta Jay.

"Apa maksudmu?" Tanya Nara menatap Jay yang masih tetap berdiri kokoh dihadapannya dengan keadaan basah.

"Jelaskan maksudku. Aku mencintaimu dan menginginkanmu." Terang Jay. "Apa yang salah?"

"Salah karena kita terikat kontrak pernikahan Jay. Kau sendiri yang membuat kontrak itu bukan?"

Jay terdiam, lelaki itu mendekat kembali pada Nara dan memeluknya, "Kalau begitu kita lupakan saja kontraknya. Lupakan saja. Hiduplah denganku."

Melepas pelukan Jay, Nara memutuskan untuk meninggalkan lelaki itu menuju kamarnya. Dia memang sedikit banyak mulai memiliki perasaan untuk Jay, tapi dia yakin baik dirinya mapun Jay hanya terbawa suasana karena terlalu sering bertemu dan tinggal bersama. Atau ini hanya akal-akalan lelaki itu saja untuk membuat Nara jatuh cinta padanya lalu mereka akan tidur bersama.

Jay Idzes - Yes, I do - Another story not about TimnasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang