Bruk!
Praaak!
Seseorang terjatuh dan kertas-kertas yang dibawanya bertebaran. Semua melihat orang yang terjatuh tersebut. Seorang karyawati cepat mendatanginya, si orang yang terjatuh. "Anda tidak apa-apa?" tanya karyawati itu.
"Tidak, saya tidak apa-apa," jawab pria yang terjatuh. Pria itu pun seorang karyawan yang bekerja di kantor yang sama dengan karyawati tersebut, lantai yang sama pula. "Saya hanya tersandung."
Karyawati itu berjongkok, membantu si karyawan membereskan kertas-kertasnya yang berserakan di lantai. "Ini. Mohon hati-hati." Si karyawati memberikan lembar-lembar kertas tadi kepada karyawan tersebut.
"Terima kasih," ucap si karyawan menerima lembaran kertas lalu menyatukannya dengan sebagian yang telah diambilnya.
"Sama-sama ...," si karyawati melihat tanda pengenal si karyawan yang relatif masih baru tersebut, "Tuan Mūka."
"Oh, ini dibaca mo-OH-ka," koreksi si karyawan perihal nama marganya.
"Begitu? Agar tidak salah baca, mungkin seharusnya nama Anda ada tanda garisnya di antara kedua huruf O di nama marga Anda. Jadi, dari 'Mooka' menjadi ke 'Mo-oka'."
"Akan saya perbaiki nanti ke bagian HRD," kata si karyawan. "Terima kasih, Nona Beck."
"Aku sudah menikah."
"Kalau begitu, Nyonya Beck. Terima kasih dan maaf pula. Permisi."
Karyawan dengan nama marga Mo-oka itu beranjak meninggalkan Nyonya Beck, karyawati seniornya, sambil membawa kertas-kertasnya. Sudah banyak yang mengetahui bahwa Hiro Mo-oka adalah karyawan baru berdarah Jepang, makanya ia punya nama yang unik. Ini sudah memasuki bulan kedua Mo-oka menjadi karyawan. Dalam dua bulan, Mo-oka cukup dikenal baik oleh rekan-rekan kerja yang lebih senior karena hasil pekerjaannya yang selalu baik, selain karena kecerobohannya kadang-kadang.
Seorang karyawati lain bernama Brietta Norman hanya mengamati kejadian tersebut. Dalam benaknya, Brietta merasa bersimpati kepada Mo-oka, karyawan juniornya yang baru itu. Keawamannya sebagai karyawan baru di biro desain grafis dan media cetak, perilakunya yang ceroboh, dan penampilan culun dengan kacamata tebal membuat Brietta ingin mengasihani Hiro. Belum lagi hitungan diskriminasi karena Hiro Mo-oka yang berdarah Jepang, Asia. Brietta menghela napasnya dengan berat.
Akan tetapi, Hiro Mo-oka tetap bekerja dengan giat dan menghasilkan pekerjaan media yang bagus, baik jika Brietta memedulikannya maupun tidak. Bukankah begitu? Brietta mulai merasa konyol karena terlalu memikirkan hal tersebut.
Apakah aku mendiskriminasi orang-orang Asia? Ah, tentu tidak!
Brietta tahu dan yakin bahwa di tiap titik pada muka bumi, pasti ada orang-orang hebatnya. Hal itu Brietta percayai karena ayah dan ibu Brietta, kedua orang tuanya, merupakan pilot dan pramugari penerbangan pesawat. Ayah dan ibu Brietta, Immanuel Norman dan Olivia Norman, tentunya sudah sering terbang ke mana pun di dunia ini karena pekerjaan mereka. Dari cerita kedua orang tuanya, Brietta mendengar bahwa ayah dan ibunya pernah bertemu dengan banyak orang yang hebat dan menarik di banyak negara. "Maka dari itu, jangan sekali-kali meremehkan, apalagi menjelekkan, orang lain, di mana pun itu, karena kita belum tentu sepenuhnya lebih superior dari mereka." Begitulah pesan dari kedua orang tuanya.
Pergi berpetualangan ke berbagai pelosok di dunia, seperti yang dilakukan kedua orang tua Brietta sekalipun itu karena pekerjaan formal mereka, memang membuat orang membuka mata lebih lebar dan menjadi rendah hati.
Setidaknya, begitu yang Brietta pikirkan.
Saat ini, oleh kedua orang tuanya yang masih aktif bekerja kendati sudah berusia senja, Brietta ditinggal bersama saudara-saudaranya di rumah. Ya, Brietta memiliki dua orang saudara, satu kakak laki-laki bernama Clarence Norman dan satu adik laki-laki bernama Paul Norman. Clarence adalah seorang koki di sebuah restoran ternama di Kota New York. Paul adalah seorang mahasiswa Fisika Teknik (applied/engineering physics) tahun ketiga. Tinggal bertiga bersama dua saudara lelaki membuat Brietta tambah mencoba menerapkan pesan ayah dan ibunya. Brietta berusaha bersabar meskipun kakak dan adik laki-lakinya kadang bertingkah menyebalkan. Akan tetapi, Brietta pun berupaya untuk tetap tegas pada Clarence dan Paul, terutama karena Brietta yang sering bertugas mencuci pakaian mereka semua (yang memasak makanan di rumah tentu saja Clarence). Brietta menyayangi Clarence dan Paul karena merekalah saudaranya, keluarganya, yang dekat dengannya dan yang ia punya saat ini, di dunia ini, paling tidak di dunia New York yang berputar cepat, penuh riuh hiruk pikuk, dan sangat sibuk.
"... Norman? Nona Norman?"
Brietta mengerjapkan matanya setelah lama melamun. Brietta menoleh ke samping kiri dan melihat Tuan Russell, bos editor tulisan. Brietta segera menanggapi, "Oh, Tuan Russell. Ada apa?"
"Begini, akan ada tulisan baru masuk di rubrik yang kau urus, yang tulisannya sudah divisi kami edit. Kalau sudah masuk kepadamu, bisa tolong buatkan desainnya yang menyesuaikan tulisannya? Butuh selesai paling lambat minggu depan."
"Baik, Tuan Russell. Akan saya lihat dan buatkan. Paling cepat, saya akan mengerjakannya dalam tiga hari. Oh, apakah akan ada revisi?"
"Ah, rasanya tidak perlu. Kami akan memercayai apa pun hasilnya dari Anda, Nona Norman."
"Baik, saya siap, Tuan Russell."
"Ya, terima kasih."
Brietta mengucapkan "sama-sama" pelan ketika Tuan Russell melangkah pergi meninggalkan tempat kerjanya.
Itu jadi membuat Brietta berpikir: Apakah Hiro Mo-oka memiliki saudara? Dia pasti memiliki saudara sesama Jepang yang tinggal bersamanya.
Setelah berpikir seperti itu, Brietta melanjutkan pekerjaannya.
***
Sedari malam sebelumnya hingga keesokan paginya, Brietta menunggu tulisan dari divisi editor tulisan yang dimaksud Tuan Russell datang dikirimkan ke alamat surel pekerjaannya. Karena tulisan untuk rubrik majalahnya yang dimaksud Tuan Russell belum masuk ke dalam kotak masuk surel, Brietta akhirnya mengerjakan pekerjaan lain yang sudah ada, mengantre untuk diselesaikannya. Salah satu pekerjaan yang Brietta lakukan adalah mem-burn hasil desain grafis dari logo dan templat fail rancangannya ke dalam CD untuk klien yang merupakan sebuah perusahaan. Brietta begitu fokus pada pekerjaannya hari ini sampai ia merasa tidak melihat Hiro Mo-oka yang bertugas di bagian percetakan selama seharian penuh.
Di penghujung waktu kerja, Brietta melihat ada surel masuk. Itu adalah surel dari divisi editor tulisan rubrik majalah yang ia urus. Tulisan yang dikirimkan berbentuk format dokumen daring, jadi Brietta bisa mengklik tautan dokumennya. Selain tautan tersebut, ada pesan permohonan maaf dari divisi editor tulisan karena keterlambatan pengiriman surel. Divisi editor tulisan terlambat mengirim karena ternyata masih ada beberapa hal dari tulisan yang perlu diuji-baca dan diperbaiki. Brietta menghela napas dan mencoba memaklumi.
Apakah aku akan mengerjakan desain tata letaknya sekarang? Hari ini? Kalau hari ini, aku akan coba melihatnya di rumah. Apa besok saja, ya? Brietta bisa mengerjakan pekerjaan desain dari bironya di rumah karena semua data hasil pekerjaannya disimpan dalam tempat simpan data yang terhubung secara daring ke penyimpanan cloud data.
Karena jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, Brietta membereskan bawaannya dan memasukkannya ke dalam tas. Sudah waktunya pulang bekerja, seperti yang sudah beberapa karyawan dan karyawati lainnya lakukan. Sambil berjalan menuju lift dan menunggu lift naik ke lantainya, Brietta membatin, Sepertinya, aku baru akan mengerjakan desain tata letak untuk tulisan di rubrik majalah itu besok saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heroic, New York's Simpleton
Chick-LitSelama ini, Brietta Norman tinggal di Kota New York bersama kedua saudara laki-lakinya sebagaimana seharusnya dia tinggal di kota yang tidak pernah tidur itu. Bekerja keras, bekerja cepat, dan bekerja dalam gemerlapnya metropolis, itu adalah tawaran...