Brietta pernah dengar ada orang yang bilang bahwa seseorang bisa memenangkan hati orang lain tanpa melakukan banyak usaha atau apa-apa yang muluk-muluk, dia cukup jadi dirinya sendiri lalu orang lain itu terkesan.
Dari situ, Brietta dapat tahu seberapa mudahnya jatuh cinta.
Sudah berminggu-minggu Brietta melihat Hiro bekerja. Hiro memang dikenal sangat rajin dan rapi dalam mengerjakan percetakan. Salah satu stereotipe orang Jepang memang kedisiplinan mereka yang harus dicontoh. Dalam beberapa minggu itu juga, Brietta menyadari sesuatu yang baru padanya.
Brietta mulai merasa bahwa ia mengagumi Hiro.
Sudah beberapa kali Brietta menyangkal, tetapi akhirnya Brietta menyerah dalam beberapa minggu itu.
Tentu Brietta telah dua kali ditolong Hiro, yang pertama karena laptopnya dan yang kedua karena penyergapan malam hari itu. Bagaimana bisa Brietta tidak terkesan pada Hiro yang pintar, cermat, telaten, kuat, dan berani setelah semua itu? Hiro cukup menjadi dirinya sendiri lalu Brietta terkesan. Hiro adalah pahlawan yang patut diteladani dan dikagumi. Hiro is an exemplary hero. Bagi Brietta, itulah sosok Hiro sebenarnya. Brietta bisa menyingkirkan hal culun dari Hiro.
Pernah suatu ketika, saat Brietta baru selesai bekerja setengah jam melewati pukul 5 sore, hujan turun sangat deras. Brietta menghela napas. Mengapa hujan turun tepat ketika Brietta selesai bekerja? Beruntungnya, Brietta membawa payung. Meskipun tidak terlalu besar, payung itu cukup untuk menghalau kebasahan bagi Brietta.
Brietta sudah mempersiapkan payungnya yang ia ambil dari dalam tasnya saat ia melihat Hiro masuk kembali ke dalam gedung biro dengan pakaian yang basah. Tentu Brietta heran karena Hiro seharusnya sudah pulang. Dengan cepat, Brietta menghampiri Hiro yang basah di dekat pintu gedung.
"Hiro!? Ada apa?" tanya Brietta. "Apa ada barang yang tertinggal?"
"Tidak. Tadi, saat aku tengah berjalan ke halte untuk mencari bus, hujan tiba-tiba turun deras, tanpa gerimis terlebih dahulu. Karena aku masih merasa dekat dari biro, aku akhirnya kembali lagi ke sini untuk berteduh. Yah, tapi, karena hujan keburu deras, aku pun menjadi basah. Aku tidak melihat ramalan cuaca hari ini, sih. Aku tidak bawa payung."
"Ya ampun!" seru Brietta. "Kau sebaiknya mengeringkan diri. Di kamar mandi lantai dasar ini ada pengering rambut. Akan aku antarkan ke sana. Aku akan membantumu."
"Oh, baiklah. Terima kasih, Brietta."
Hiro dan Brietta kemudian berjalan berdampingan ke kamar mandi. Brietta sedikit mengintip Hiro di sebelahnya. Poni rambut hitam Hiro yang basah di dahi Hiro membuat wajah Hiro tampak melankolis, tetapi berani. Di balik kacamata Hiro, yang—hebatnya—tidak berembun, manik mata Hiro berbinar dengan teduh. Mungkin itu cocok untuk menggambarkan keelokan macam apa yang Hiro punya. Kemejanya yang basah juga membuat Brietta tahu bahwa Hiro memiliki dada bidang yang padat jika dilihat dari pakaian basah yang melekat di badannya, padahal Hiro sekilas terlihat lumayan kurus dari jauh. Brietta menggeleng kecil lalu merasa agak bersalah karena ia seharusnya membantu Hiro, bukannya mencuri-curi pandang kepadanya. Brietta menyimpan kembali payung lipatnya ke dalam tas tangannya sambil berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heroic, New York's Simpleton
ChickLitSelama ini, Brietta Norman tinggal di Kota New York bersama kedua saudara laki-lakinya sebagaimana seharusnya dia tinggal di kota yang tidak pernah tidur itu. Bekerja keras, bekerja cepat, dan bekerja dalam gemerlapnya metropolis, itu adalah tawaran...