Ketika Brietta berjalan ke meja kerjanya saat baru sampai di biro, Hiro juga berjalan ke meja kerja Brietta untuk mengunjungi Brietta. Hiro memang biasa datang ke biro lebih dulu daripada Brietta. Brietta baru saja duduk di kursinya ketika Hiro juga sampai di meja kerja Brietta. Brietta terkejut melihat Hiro di dekat mejanya. "Hiro?"
"Selamat pagi, Brietta," sapa Hiro. "Apakah kau tidak apa-apa?"
Brietta sontak tersenyum. "Aku baik-baik saja. Perjalananku kemari aman. Ini masih pagi. Selamat pagi juga untukmu."
Hiro menghela napas. "Syukurlah. Aku senang dan lega mendengarnya. Aku sangat ingin tahu kabarmu selepas kejadian penyergapan itu. Aku senang melihatmu kembali di sini."
Ada sesuatu yang memanas dalam diri Brietta. Untuk menanggulanginya, Brietta bertanya, "Mengapa kau tidak menanyaiku sejak kemarin-kemarin lewat pesan ponsel? Kau sudah punya nomorku, bukan?"
Hiro menepuk dahinya pelan. "Aku lupa. Maafkan aku."
Brietta tertawa lepas, lalu berkata, "Ya sudahlah. Jangan merasa sungkan untuk mengirim pesan kepadaku. Kau bisa bertanya apa saja dan kapan saja."
Hiro mengangguk. "Baik, Brietta."
"Terima kasih, Hiro."
"Terima kasih kembali."
Hiro beranjak meninggalkan meja kerja Brietta. Brietta hanya mengamati Hiro pergi. Brietta melihat Hiro melewati titik tempat Hiro pernah terjatuh dan membuat kertas-kertas yang dibawanya berserakan sebelum dibantu Jessica Beck, seorang karyawati senior, teman kerja di divisi marketing. Rupanya rasa simpati Brietta menjadi prekursor untuk mengenal seorang Hiro Mo-oka lebih lanjut.
Bisa jadi, semua perkataan Brietta tadi itu hanya dalih Brietta agar dihubungi Hiro.
***
"Kamu tahu, tidak? Walikota NYC, Robert Foster, mau mencalonkan diri lagi."
"Oh ya? Kalau mencalonkan diri lagi, berarti ini akan jadi kali keduanya menjadi kandidat walikota NYC."
Brietta mendengar dua orang karyawati yang berjalan lewat dekat mejanya sedang membahas pencalonan walikota mereka. Robert Foster adalah walikota Kota New York saat ini dan dari kabarnya tadi, ia akan mencalonkan diri menjadi walikota untuk kedua kalinya. Brietta mendengus. Siapa pun yang nanti Brietta pilih untuk menjadi walikota, semoga saja itu yang terbaik.
Brietta baru saja mengambil tas kerjanya saat seseorang lain, sesama karyawan dari divisi desain bernama Hubert Gram mendekati meja kerjanya. "Halo, Brietta. Ini sudah waktu istirahat makan siang. Kau tidak makan siang?"
"Oh, ya, aku tahu. Aku baru saja mau bersiap makan," balas Brietta kepada Hubert.
"Kau mau makan siang bersama? Maksudku, bersama yang lain juga?" Hubert bertanya.
Brietta menggeleng. "Maaf, Hubert. Aku sudah bawa makan siang sendiri, disiapkan kakakku. Jadi, aku mau makan di tempat kerjaku ini saja supaya cepat kembali bekerja. Aku sedang punya banyak pekerjaan saat ini."
"Oh, begitu, ya." Hubert sekilas tampak kecewa, tetapi Hubert segera menanggapi, "Baiklah. Aku akan ke tempat makan biasa bersama rekan-rekan yang lain. Selamat makan siang, Brietta."
"Terima kasih, Hubert."
Hubert meninggalkan tempat kerja Brietta untuk makan siang. Sebenarnya, Brietta tidak ingin menolak ajakan Hubert begitu saja, tetapi ia ingin segera menyelesaikan tugas rubrik majalah yang sempat tertunda sementara ia harus menyerahkannya besok. Brietta mengeluarkan kotak makanannya dari dalam tas. Clarence sudah menyiapkan filet dada ayam yang penuh cita rasa ditambah berbutir-butir kacang polong untuk makan siangnya. Melihatnya saja sudah hampir membuat air liur Brietta refleks keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Heroic, New York's Simpleton
ChickLitSelama ini, Brietta Norman tinggal di Kota New York bersama kedua saudara laki-lakinya sebagaimana seharusnya dia tinggal di kota yang tidak pernah tidur itu. Bekerja keras, bekerja cepat, dan bekerja dalam gemerlapnya metropolis, itu adalah tawaran...