Bab 12 - Lotus Merah | 𝘛𝘩𝘦 𝘊𝘳𝘪𝘮𝘴𝘰𝘯 𝘓𝘰𝘵𝘶𝘴

31 11 8
                                    

Lotus flowers symbolize chastity, purity, passion, compassion, and enlightenment.


Brietta akhirnya pulang ke rumahnya dengan kelelahan. Pekerjaannya begitu menumpuk di hari Selasa ini. Ekspresi wajah Brietta muram. Brietta sebenarnya sudah melihat Hiro hari ini, tepatnya ia berpapasan dengan Hiro dan beberapa karyawan divisi percetakan di kafetaria karyawan. Hiro tidak melihatnya tadi siang karena tengah bercakap-cakap dengan karyawan yang lain. Brietta senang-senang saja melihat Hiro bisa mengakrabkan diri dengan orang lain, tetapi menyadari bahwa ia dan Hiro tidak bisa benar-benar berinteraksi membuatnya merasakan sesuatu yang mengganjal.

"Aku pulang," Brietta membuka pintu depan rumahnya.

"Oh, halo, Kak Brietta!"

"Halo, Kak!"

"Halo, Kak!"

Brietta menemukan banyak orang memenuhi ruang tamu. Itu pasti Paul dan teman-teman yang mengerjakan tugas kuliahnya. Brietta melihat kabel-kabel, lempengan logam, dan beberapa barang lain yang Brietta tidak yakin bagaimana mengidentifikasinya yang digunakan dalam proyek kelompok mereka.

"Wah, kalian mengerjakan tugas, ya?" Brietta bertanya sekenanya kepada para mahasiswa itu.

"Iya, Kak," jawab salah satu teman Paul.

Brietta menganggukkan kepala sekali. "Baiklah. Aku permisi dulu."

Brietta berjalan ke kamarnya. Brietta akan membiarkan Paul dan teman-temannya lanjut mengerjakan tugas kelompok mereka. Brietta ingin cepat-cepat beristirahat.

Ketika Brietta telah pergi, Ignatius, salah satu teman Paul, bertanya, "Paul, itu kakak perempuanmu, bukan? Baru pulang kerja?"

"Ya. Baru berulang tahun juga kemarin Sabtu. Aku dan teman-teman band-ku membantu membuat pesta ulang tahun kejutannya."

"Oh. Jadi, berapa umur kakakmu sekarang?"

"Tiga puluh tahun," jawab Paul.

"Waaah. Kamu tahu, tidak? Aku ini adik kelas kakakmu di SMA. Dan kakakmu pernah membuat beberapa esai dan infografis eksperimen kimia yang masih disimpan di perpustakaan sekolah. Aku pernah membaca dan memfotokopinya sebagai referensi tugasku dulu."

"Oooh, begitu." Paul dan Ignatius dulu pergi ke SMA yang berbeda. "Yah, cuma aku sendiri yang berbeda SMA dari kedua kakakku. Berarti, kakak lelakiku juga kakak kelasmu."

"Ahaha, benar juga."

"Omong-omong, permisi," Paul berkata kepada teman-temannya, "aku mau ke dapur dulu untuk mengambil minum lagi."

"Ya, Paul!" Teman-teman Paul membalas.

Paul minum segelas air mineral di dapur. Sebelum kembali ke teman-temannya, Paul berjalan ke kamar Brietta. Paul mengetuk pintu kamar Brietta yang tertutup. "Kak Brie? Aku akan masuk, ya?"

Paul membuka pintu kamar Brietta dan menemukan Brietta yang telah berganti baju sedang duduk di atas kasur. "Oh, Paul. Ada apa?" tanya Brietta ke adiknya.

"Hanya ingin mengecek keadaan Kakak."

"Oh? Tumben sekali."

"Kak Brie," Paul hendak memberi tahu, "di sana, Kak, di antara teman-teman sekelompokku, ada Guren Mo-oka."

Mata Brietta membulat. "Benarkah?"

"Ya, aku tidak bohong. Kebetulan aku sekelompok dengan Guren Mo-oka. Mungkin Kak Brie ingin melihatnya."

Karena perkataan Paul, Brietta mengulas senyum. "Terima kasih, Paul. Nanti kulihat."

"Perempuan, berambut bob pendek, berbandana merah, memakai kaus lengan pendek garis-garis hitam-merah-putih," kata Paul. "Kau akan tahu dengan sendirinya."

My Heroic, New York's SimpletonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang