Episode 11

35 27 16
                                    

"Bun, mimpiku tidak seburuk itu."

_______

Bunyi dentingan sendok yang beradu piring terdengar dari arah meja makan. Tiga anggota keluarga itu sedang menikmati makan malam dalam diam. Tidak terdapat obrolan apapun. Benar-benar diam.

Hingga tiba-tiba, terdengar bunyi sendok diletakkan. Sang kepala keluarga tampak berhenti sejenak dari aktivitasnya. Menatap serius putrinya.

"Ayah dengar tim kamu dapat juara dua di lomba kemaren." Gwen mengangguk.

"Bagus! Sesuai perjanjian, kamu harus berhenti dari hal ga berguna begitu. Kamu bisa fokus ke akademik," ujar Ayah Gwen senang.

Gwen berhenti mengunyah sejenak. Menatap Ayahnya tajam. Gwen tidak peduli jika ia dicap sebagai anak tidak sopan karena telah menatap tajam Ayahnya. Toh, ini ajaran Ayahnya juga.

"Ayah semau itu ya Gwen fokus di bidang akademik?"

Ayahnya menangguk. "Tentu, Ayah mau kamu masuk universitas luar negeri sama kayak kakak kamu."

Gwen menghela napas kasar. Nafsu makannya sudah hilang sepenuhnya.

"Gwen sama kakak itu beda. Kakak emang bakat di bidang akademik, sedangkan Gwen kebalikannya. Gwen lebih berbakat di bidang non-akademik."

"Ya makanya Ayah mau kamu mulai mengembangkan mulai sekarang. Siapa tahu kan kamu malah lebih berbakat dari kakak kamu nanti?"

Gwen menggeleng. "Mau sampai kapan pun, Gwen ga akan pernah mau, Yah."

Tatapan Ayahnya semakin menajam. Atmosfer ruangan terasa tegang.

"Alasan yang buat kamu ga mau itu apa?" tanya Ayahnya dingin.

"Karena Gwen lebih tertarik di bidang non-akademik," jawab Gwen.

"Sudah Ayah bilang itu cuman buang-buang waktu saja."

"Enggak kalau Gwen sungguh-sungguh," sahut Gwen cepat.

"Yah, mau di akademik ataupun non-akademik, keduanya sama-sama membuahkan hasil yang keren. Prestasi di non-akademik juga keren. Ayah terlalu berfokus di akademik. Banyak lho orang Indonesia yang terkenal di bidang non-akademik," imbuh Gwen.

"Itu bukan urusan Ayah, yang penting Ayah mau anak Ayah ini berprestasi di akademik."

Gwen menghela napas kasar. Sungguh menguras energi jika berdebat dengan Ayahnya yang tidak mau kalah.

"Terserah Ayah!"

Gwen beranjak pergi. Meninggalkan kedua orang tuanya yang masih terduduk. Sungguh Gwen sangat muak terus-terusan berada di sana.

Gadis itu pergi menuju kamarnya. Ia buka pintu kamarnya lalu ia tutup dengan keras pintunya.

Ia pergi menuju ranjang. Ia terduduk. Wajahnya ia telungkupkan di sela-sela kakinya. Butiran air bening perlahan turun membasahi pipinya. Menetes mengenai sprei ranjangnya.

***

Tok Tok Tok

Bunyi pintu kamar diketuk terdengar. Terdengar samar suara Bunda yang meminta izin untuk masuk. Gwen melirik sekilas. Tidak ada niatan untuk beranjak sejenak.

A Gwen's Dream [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang