Semilir angin menyapu rambut lurus Gwen. Parasnya tenang. Terlihat sangat indah apabila dipandang semakin dalam. Atensinya fokus pada buku novel yang ia pegang. Membacanya dengan saksama. Saking fokusnya, ia sampai tidak menyadari kehadiran Dylan.
Sentilan terbit di dahi Gwen. Membuat Gwen meringis kaget. Ia mendongak, mendapati Dylan tengah tersenyum usil ke arahnya.
"Fokus banget. Gua sampai ga kelihatan kayaknya," beo Dylan.
Gwen hanya melirik sekilas. Kemudian kembali fokus pada buku novelnya.
"Lo baca apa sih? Gua sampai dicuekin,"
Gwen menghela napas. Menurunkan novelnya, meletakkan pada pahanya.
"Lo ga usah ganggu gua bisa, ga? Gua lagi fokus."
Dylan menggeleng.
"Gua bosan, Gwen. Makanya gua ganggu lo," pungkas Dylan.
"Teman-teman lo mana?"
Dylan mengangkat bahunya. "Entah, sibuk latihan kali."
"Kok lo ga ikut?"
"Malas. Nanti aja," jawab Dylan enteng.
"Dasar pemalas," cibir Gwen.
Gwen kembali membuka bukunya, membacanya. Sementara Dylan menatap wajah teduh Gwen. Terlihat cantik jika dilihat dari samping.
"Gwen, itu buku isinya tentang apa?" tanya Dylan.
Gwen menurunkan bukunya, meletakkannya pada paha. "Tentang gua."
Dahi Dylan mengerut. Tentangnya? Apa maksudnya? Sungguh Dylan tidak paham. Namun, ia memilih diam, tidak bertanya. Memilih menunggu Gwen menjelaskannya sendiri.
"Di dalam sana, ada seorang perempuan yang mimpinya ditentang sama keluarganya. Padahal mimpi yang ia pilih bukan hal buruk. Setelah ia bekerja keras buat nunjukin ke keluarganya kalau ia bisa, mereka akhirnya ga nentang lagi. Mereka justru ngedukung," jelas Gwen.
"Gua bisa kayak gitu ga, Dyl?"
Dylan tidak menjawab. Ia masih bingung dengan maksud Gwen. Jika tadi ia bilang buku itu berisi tentangnya, maka jika dilihat dari penjelasan Gwen, apa mimpi Gwen juga ditentang oleh keluarganya?
"Mimpi lo ditentang keluarga lo?"
Gwen mengangguk. "Lebih tepatnya Ayah. Kalau Bunda sih masih biasa aja, tapi mungkin nanti juga ikut keputusan Ayah."
"Kenapa lo yakin banget? Belum kejadian, kan?" tanya Dylan.
"Bunda itu apa-apa selalu Ayah, jadi walaupun sekarang masih mihak gua, bisa aja nanti juga tetap mihak Ayah. Mereka berdua selalu sependapat," jelas Gwen.
Dylan manggut-manggut. "Emang mimpi lo apa?"
"Menurut lo apa?" Gwen balas bertanya.
"Ga punya."
Jawaban asal Dylan membuatnya mendapat geplakan pada punggung. Tidak keras memang, tapi Dylan berlagak kesakitan.
"Gua punya, jadi dancer," ujar Gwen.
"Kalau itu sih gua juga ga bakal setuju."
Satu geplakan kembali terbit di punggung Dylan. Kali ini lebih keras dari sebelumnya. Namun, tenang saja. Dylan hanya bergurau, ia tidak mungkin benar-benar mengatakan hal itu.
"Bercanda, Gwen. Maksud gua, gua ga bakal setuju kalau lo ga mau memperjuangkan mimpi lo. Lagipula gua siapa berani ngelarang lo?"
Hening. Keduanya diam sejenak. Menikmati semilir angin yang menggerakkan rambut. Menatap pada rumput bergoyang dikarenakan angin.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Gwen's Dream [Sudah Terbit]
Novela JuvenilGwyneth Riuzi, yang akrab disapa Gwen adalah seorang gadis yang memiliki bakat dalam dunia menari. Namun, ayahnya tidak merestui dirinya untuk menjadi penari mahir. Ayahnya sering kali melontarkan kalimat-kalimat menusuk mengenai hal yang ia sukai...