Koridor sekolah nampak ramai. Dipenuhi oleh beberapa siswa. Sekarang memang sudah waktunya istirahat.
Gwen tengah berjalan menyusuri koridor di antara banyaknya siswa yang tengah bermain. Gwen sekarang berada di koridor lantai 2. Tujuan Gwen adalah kelas Dylan.
Gwen sampai di depan kelas bertuliskan 11 Ips 2. Segera ia menengok ke dalam.
"Dyl-"
"Gua di sini."
Belum selesai Gwen menyelesaikan panggilannya, sang pemilik nama lebih dahulu menyahut dari arah belakang.
Gwen berbalik badan. Melihat pada seorang siswa laki-laki berbadan tinggi di belakangnya.
"Ayo ikut gua! Gua mau ngomong sesuatu," ajak Gwen.
"Di sini aja kan bisa."
"Ga bisa, ramai. Ke perpustakaan aja sepi."
"Malas ah perpustakaan. Gua punya tempat bagus."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Dylan beranjak lebih dulu. Meninggalkan Gwen dan teman-temannya di belakang.
Tanpa berpikir panjang, Gwen segera mengikuti Dylan dari belakang.
***
Semilir angin menerpa benda sekitar, menggoyangkan dedaunan pohon dan tumbuhan liar pada taman itu. Di sebuah bangku taman, disitulah Dylan dengan Gwen duduk.
Gwen nampak mengoceh daritadi, menjelaskan mengenai proyek mereka. Namun, yang diajak bicara sepertinya tidak terlalu mendengarkan. Dylan hanya fokus pada paras cantik milik Gwen.
"Lo dengerin gua ga sih daritadi? Gua perhatiin lo cuma lihatin gua tapi fokus lo kemana-mana," omel Gwen begitu menyadari lawan bicaranya tidak mendengarkan.
"Gua dengerin."
"Gua bilang apa tadi? Coba ulangi!"
"Lo bahas soal proyek lomba lo itu, kan? Lo sama tim lo sudah nemu lagu yang bakal kalian pakai waktu lomba," jelas Dylan.
"Lagu apa coba yang bakal dipakai?"
Dylan diam tak berkutik. Sial, ia sama sekali tidak ingat lagu apa yang akan dipakai. Ia hanya mendengar sampai mereka sudah menemukan lagu yang akan dipakai.
"Ck, lo ga dengerin, kan? Lagu yang akan kita pakai itu Need To Know by Doja Cat. Lo tau ga?"
Dylan mengangguk. Lagu mana yang Dylan tidak tahu? Semua lagu juga Dylan ketahui, bahkan dangdut pun.
"Oke, lo coba latihan dulu sama band lo, terus nanti baru kita latihan bareng." Gwen berdiri dari posisinya.
Dylan mendongak dan mengangguk.
"Yaudah itu aja. Gua mau ke kelas dulu."
Gwen pun berbalik dan beranjak dari taman itu, menuju kelasnya.
Namun, sebelum ia benar-benar pergi, ia berhenti sejenak. Berbalik lagi menghadap Dylan.
"Nanti sore ajak band lo ke ruangan gua, kita adain rapat buat masalah ini," jelasnya.
Dylan hanya diam, tidak merespon apapun, membuat Gwen mendengus kesal. Namun, Gwen memilih tidak memedulikan hal itu. Ia lalu berbalik dan kembali berjalan menuju kelasnya.
***
Pukul 17.05 WIB.
Suara knop pintu dibuka terdengar. Gwen baru saja pulang.
"Gwen pulang."
Di ruang tamu, terdapat ayahnya yang tengah sibuk membaca buku di atas sofa. Gwen hanya memandangnya sekilas, kemudian beranjak pergi menuju kamarnya.
"Jam segini baru pulang, ngapain aja kamu? Main?"
Suara ayahnya yang berat terdengar dari penjuru ruangan. Gwen menghentikan langkahnya. Menoleh pada ayahnya yang ternyata juga melihat padanya.
"Latihan, yah," jawab Gwen pelan.
"Latihan kok sampai senja, ga sekalian sampai malam?" ketus ayahnya.
"Gwen latihannya habis pulang sekolah, pulangnya kan sore, yah,"
"Alasan saja. Lagipula siapa yang mengizinkan kamu ikut latihan tidak berguna kaya begitu? Ayah dari dulu tidak pernah mengizinkan kamu ikut hal-hal kaya begitu."
"Itu mimpi Gwen. Gwen berhak atas mimpi Gwen sendiri. Meskipun ayah menentang, Gwen bakal tetap lakuin selagi Gwen suka dan itu mimpi Gwen."
Gwen menghela napas pelan. Sepertinya perdebatan ini akan panjang.
"Kamu anak ayah. Seorang ayah lebih tahu mana yang lebih baik untuk anaknya di masa depan. Jadi seorang dancer? Cuma buang-buang waktu aja. Mimpi yang baik itu seperti menjadi Dokter. Mimpi kok jadi dancer." Ayahnya menaruh bukunya pada meja.
"Itu pendapat ayah, beda dengan pendapat Gwen. Gwen lebih tahu mana yang terbaik buat Gwen."
Gwen segera berbalik, berjalan menuju kamarnya. Ia tidak ingin terus melanjutkan perdebatan dengan ayahnya. Ia sudah lelah dengan kegiatan di sekolahnya, yang ia inginkan hanya istirahat. Bukan perdebatan.
Ayahnya memang begitu, sangat menentang akan mimpi Gwen. Dalam pikiran ayahnya hanya ingin Gwen menjadi Dokter dan fokus pada pendidikannya. Bahkan dulu pernah ayahnya diam-diam mendaftarkan dirinya pada les akademik di salah satu kotanya. Namun, akhirnya Gwen keluar karena ia sering bolos les. Apalagi alasannya jika bukan berlatih dance.
Sampai di dalam kamarnya, Gwen segera meletakkan ranselnya pada kursi belajar. Kemudian menuju kasurnya. Berbaring sebentar. Lama-kelamaan ia pun tertidur.
_______
Kembali lagi dengankuu.
Bab 2 nya sampai disini dulu yaa. Sampai bertemu di bab selanjutnya.
Meminta maaf jika ada salah ketik🙏🏻
Jangan lupa vote+share yaa.
Follow Instagram ku @lvywriting
KAMU SEDANG MEMBACA
A Gwen's Dream [Sudah Terbit]
Teen FictionGwyneth Riuzi, yang akrab disapa Gwen adalah seorang gadis yang memiliki bakat dalam dunia menari. Namun, ayahnya tidak merestui dirinya untuk menjadi penari mahir. Ayahnya sering kali melontarkan kalimat-kalimat menusuk mengenai hal yang ia sukai...