Lagu berjudul Lowkey milik Niki mengalun keras dari segala penjuru cafe yang dipilih Ayah Gwen untuk singgah sebentar. Gwen dengan Ayahnya sudah mulai menyantap pesanan masing-masing.
Di tengah acara makan mereka berdua, Ayah Gwen tiba-tiba menghentikan makannya dan meletakkan sendoknya. Menatap pada sang putri yang masih asik menikmati hidangannya. Putrinya nampak tidak peduli.
Sebelum membuka suara, Ayah Gwen lebih dulu menyeruput kopi miliknya.
"Soal latihan dance kamu, ga bisa berhenti dari sekarang?"
Gwen menghentikan kegiatannya. Mendongak ke arah Ayahnya yang juga menatapnya.
"Ayah mau daftarin kamu di les akademik sekitar sini. Tempatnya bagus, fasilitasnya juga keren. Ayah jamin kamu betah di sana."
"Mau sebagus dan sekeren apapun tempatnya, Gwen ga akan mau, Yah. Gwen suka nge-dance, Gwen sudah bangun semuanya sampai sini. Jadi, jawabanku enggak. Gwen ga akan pernah melepas mimpi Gwen."
Ayahnya masih menatapnya. Dengan pandangan yang sulit diartikan. Meski begitu, Gwen tahu bahwa tatapan tersebut bukan tatapan kasih sayang dari Ayah untuk anaknya. Gwen tahu Ayahnya marah.
"Gwen tahu, selama ini Ayah nuntut Gwen buat ga ikut latihan dance karena Ayah mau Gwen jadi kayak kakak, kan? Gwen tahu alasan Ayah ngelakuin itu, karena Ayah takut besar nanti Gwen ga jadi apa-apa. Ayah takut besar nanti Gwen ga jadi orang sukses.
"Tapi Ayah tahu, ga? Jadi dancer ga seburuk itu lho. Jadi dancer juga dibayar. Jadi dancer juga bisa sukses. Gwen bisa menghibur dengan bakat yang Gwen miliki, dan masih banyak lagi, Ayah. Jadi tolong, izinkan Gwen milih jalan Gwen sendiri. Gwen sudah bukan anak kecil yang harus disetir orang tua terus. Gwen sudah besar, suda tahu mana yang baik dan buruk," jelas Gwen panjang lebar.
Gwen memerhatikan Ayahnya yang kini sudah melanjutkan acara makannya. Beliau makan dengan tenang seolah ucapan Gwen hanya angin lewat.
"Kamu salah. Ayah ga ngizinin kamu jadi dancer bukan karena Ayah mau kamu ngikutin jejak kakak kamu, bukan juga karena Ayah takut kamu ga jadi apa-apa besar nanti. Namun, karena Ayah benci melihat dancer. Gerakan-gerakannya buat Ayah benci. Karena itu Ayah melarang kamu. Ayah ga mau benci anak Ayah sendiri," pungkas Ayahnya.
"Kenapa? Kenapa Ayah benci? Gwen butuh alasan yang jelas," tanya Gwen.
Namun, Gwen tidak mendapatkan jawaban apapun. Ayahnya hanya diam. Sepertinya beliau tidak ingin menyebutkan alasannya.
"Kalau begitu, kasih Gwen satu kesempatan lagi. Bentar lagi, Gwen ada lomba tingkat Nasional. Kalau Gwen ga dapat juara satu, Gwen janji bakal berhenti dari semua yang berhubungan dengan dance. Gwen juga bakal keluar dari ekstrakurikuler dance di sekolah," putus Gwen.
Ayahnya nampak berpikir sejenak. Kemudian mengangguk setuju. Makanannya sudah habis, hanya tersisa minumannya. Beliau kemudian beranjak pergi menuju kasir, ingin membayar.
Sementara Gwen, ia masih menghabiskan makanannya. Sejujurnya, ia sedikit menyesal telah membuat keputusan tadi. Jika saja ia benar-benar tidak mendapat juara satu, itu artinya ia harus menyerah, kan? Tidak, Gwen tidak ingin menyerah. Gwen ingin menari sampai nanti.
Oleh karena itu, Gwen berjanji pada dirinya sendiri untuk berlatih sungguh-sungguh. Ia berjanji akan memenangkan lomba itu.
***
Satu minggu sebelum lomba.
Hari ini saatnya latihan gabungan dengan band musik, guna mengatur ketepatan pada tempi lagu. Namun, seolah tengah terjadi sebuah keajaiban, Amber tiba-tiba mengikuti latihan. Setelah sebelumnya tidak masuk dan mungkin berlatih sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Gwen's Dream [Sudah Terbit]
Roman pour AdolescentsGwyneth Riuzi, yang akrab disapa Gwen adalah seorang gadis yang memiliki bakat dalam dunia menari. Namun, ayahnya tidak merestui dirinya untuk menjadi penari mahir. Ayahnya sering kali melontarkan kalimat-kalimat menusuk mengenai hal yang ia sukai...