04 | Déjà vu

150 28 0
                                    

Demi Allah saya bersumpah,

Bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.

Bahwa saya akan menjunjung hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum.

Bahwa saya akan menjalankan tugas dan wewenang jabatan saya dengan sungguh-sungguh, saksama, objektif, berani dan profesional.

Bahwa saya akan menjunjung tinggi kode etik intelijen negara di setiap tempat, waktu dan dalam keadaan bagaimana pun juga.

Bahwa saya pantang menyerah dalam menjalankan segala tugas dan kewajiban jabatan.

Bahwa saya akan memegang teguh segala rahasia intelijen negara dalam keadaan bagaimana pun juga.

Kiranya Tuhan menolong saya.

Jakarta, 15 September 2004

*

Shayne akui, dia adalah orang yang memiliki jiwa loyalitas yang tinggi. Di usianya yang ke-19 dia sudah diangkat sebagai anggota intelijen termuda yang dipilih langsung oleh Presiden. Dirinya dijadikan sebagai anjing pemerintah yang tunduk dan setia terhadap segala perintah apapun yang diberikan langsung oleh orang nomor satu di Indonesia.

Pria itu bersumpah atas nyawanya akan tetap setia dan tunduk terhadap peraturan serta kode etik intelijen yang berlaku, berikut dengan motto mereka yang terkenal; Berhasil Tidak Dipuji. Gagal Dicaci Maki. Hilang Tidak Dicari. Mati tidak diakui.

Dia masih ingat nyaris dua puluh tahun yang lalu, ketika dirinya dipanggil secara rahasia dalam pertemuan penting antara dirinya dengan presiden dan menteri pertahanan negara di suatu tempat dalam Istana Merdeka. Mereka membicarakan hal penting terkait keamanan negara dan data-data krusial yang sempat hilang dan dicuri oleh sekelompok mafia dalam negeri yang sulit untuk disentuh.

Solomon.

Salah satu keluarga dari beberapa keluarga yang tergabung di dalam kelompok bernama 9 Naga. Di antara mereka, Salomon bergerak begitu licin. Begitu sulit ditebak, dan paling susah untuk diajak kerja sama oleh negara. Berkali-kali, pemimpin negara mengajak mereka berunding untuk membuat kesepakatan seperti yang dilakukan oleh ke-8 keluarga lainnya yang mau menyokong presiden di balik bayang-bayang. Namun Solomon selalu menolak. Mereka seperti memiliki sistem mereka sendiri, mereka sudah persis seperti virus yang bersembunyi di antara pemerintah yang kapanpun mereka mau, mereka bisa mencuri data penting negara dan menjualnya dengan harga yang fantastis kepada negara-negara besar seperti China, negara Arab, atau mungkin Amerika.

“Kamu agen muda yang berbakat. Saya yakin dengan kemampuan dan tekad yang kamu miliki, bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.”

Itu adalah kalimat yang dikatakan oleh Tuan Presiden. Pria tua itu tersenyum dengan senyuman khasnya yang begitu teduh. “Kemari, Nak. Mendekatlah,” perintahnya.

Shayne dengan gugup berdiri dari kursinya. Berjalan dengan tegap menghampiri Tuan Presiden. Pria tua itu tak lama memberikan isyarat, menggerakkan tangannya seakan-akan meminta Shayne untuk berlutut di hadapannya.

Awalnya Shayne ragu, namun saat melihat gerak-gerik menteri pertahanan yang menatapnya tajam, membuat dirinya tidak bisa menolak. Pria itu akhirnya berlutut, menundukkan kepalanya, dan membiarkan Tuan Presiden mengusap kepalanya layaknya seorang majikan yang mengusap kepala anjing peliharaannya.

“Kamu senjata rahasia saya. Jadi tolong jangan kecewakan saya dan selesaikan tugas kamu dengan rapih,” ucapnya.

Tidak ada yang bisa Shayne lakukan selain mengangguk dan meresapi kata-kata dari pria tua tersebut. Berkali-kali dia meneguk ludahnya, meyakinkan dirinya jika beban berat ini bisa dia pikul dengan seorang diri.

Green WaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang