“Tupperware-nya jangan lupa masukin lagi ke tas, ya!”
Itu adalah pesan Ibu saat Kareela baru saja turun dari motor. Kareela tidak mengatakan apa-apa, dia hanya mengangguk dan cium tangan ibunya, sebelum akhirnya wanita itu berbisik. “Salim sama Ayah kamu.”
Kareela mendengkus. Namun tetap menurut dan mencium tangan ayahnya dengan setengah hati. Lalu setelahnya dia berlari masuk ke dalam bangunan sekolah.
Meski wajah Kareela cemberut saat diantar sekolah bersama ayah dan ibunya, namun gadis kecil itu tidak bisa membohongi dirinya jika sebenarnya dia senang bukan main. Sebab selama ini, gadis itu selalu diantar ibunya, bahkan guru-guru di sekolah selalu bertanya siapa ayahnya, di mana dia, apa pekerjaannya, dan masih banyak lagi. Seakan-akan semua orang benar-benar penasaran dengan sosok ayahnya.“Oh yang tadi pagi itu Ayah kamu?” tanya salah satu temannya saat mereka sedang bermain di jam istirahat.
“Iya, emangnya kenapa?” jawab Kareela dengan percaya diri. Sebab untuk pertama kalinya dia bisa membanggakan dirinya kalau dia diantar oleh sosok yang dipanggil Ayah.
“Nggak apa-apa. Ayah kamu ternyata bule, banyak tato lagi!”
“Iya! Banyak tatonya—kayak preman!” Tiba-tiba datang salah seorang anak yang ikut menimbrung. Dia anak laki-laki bernama Edo yang selalu mengejeknya tidak punya Ayah.
Kareela mendengkus. Dia sudah capek sendiri diledek oleh anak manja itu. Mulai dikatai dengan sebutan bule nyasar, tidak punya ayah, anak hilang, hingga perlakuan kasar macam mendorongnya, menarik kerudungnya, sampai akhirnya rambut cokelatnya terlihat yang nantinya akan berakhir dengan ejekan seperti di atas.
“Diem, item! Kamu gak diajak ngobrol sama kita!” balas Kareela sedikit savage.
Edo mengerucutkan bibirnya kesal. “Bule nyasar jangan belagu!” ucapnya seraya mendorong Kareela terjatuh ke tanah.
Kareela yang kaget, lantaran Edo mendorongnya begitu kencang sampai dia jatuh terduduk di tanah. Pantatnya sakit, namun lebih sakit lagi saat teman-temannya kini bergerumul membentuk lingkaran mengelilingi dirinya dan tertawa terbahak-bahak.
“Wleee~ Jangan nangis~ katanya anak preman!” Edo kembali mengejeknya.
Perlahan Kareela bangkit, mengusap pantatnya yang terasa ngilu. Hingga tanpa pernah terpikirkan sebelumnya, gadis kecil itu mendekat ke arah Edo dan meninju wajahnya hingga bocah itu terjatuh dan berdarah di sekitar mulutnya.
Semuanya terdiam. Hening. Hingga tak lama terdengar suara bel sekolah yang menandakan waktu istirahat selesai bersamaan dengan Edo yang menangis keras.
“Huaaaaa!”
*
Sebenarnya, Mina pernah dipanggil wali kelas Kareela beberapa kali. Bukan karena putrinya nakal atau berbuat masalah, melainkan kemampuan otaknya yang tidak normal seperti anak seusianya. Di saat teman-temannya masih mulai membaca huruf dalam ejaan dasar, Kareela sudah bisa membaca majalah anak di usianya yang baru 4 tahun. Hal tersebut juga terjadi pada kelas mengajinya yang benar-benar berkembang begitu pesat.
Mina tahu, Kareela memang sedikit spesial. Dia pandai menghafal sesuatu sampai ke detail-detail terkecil, karena dia mengira itu mungkin efek karena wanita itu dulu sering mengajaknya berbicara sehingga pola pikirnya begitu kritis. Namun nyatanya, gurunya mengatakan lebih dari itu. Katanya, Kareela mengidap gejala hyperthymesia atau sindrom ingatan super.
Tapi untuk kali ini, Mina cukup kaget karena wali kelas memanggilnya karena masalah lain. Kareela melukai teman sekelasnya hingga berdarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Wave
FanfictionTentang seorang pria yang mencintainya seluas semesta, menariknya untuk selalu berlindung di balik punggungnya yang kokoh. Tentang seorang bocah yang tidak tahu apapun tentang buruknya dunia di luar sana, terpaksa terjun melihat busuknya orang-oran...