15 : 18

699 59 2
                                    

Matahari kembali meredup seperti sebelumnya, mengukir lengkungan bibir yang menandakan sedih di wajah milik gadis itu. Sembari ia menatap langit yang sudah berwarna abu-abu.

"Duh, gaada yang bisa di hubungin lagi." Keluhnya sembari ia menghela nafas, sudah sedaritadi ia menghubungi salah satu anggota keluarganya namun tak ada yang merespon.

Tak sengaja laki-laki bersurai putih itu melewati gadis itu, hendaknya ingin segera menuju ke parkiran sekolah untuk pulang, namun sorot matanya tertuju pada yang manis diarah sana.

"Hi, Kencia. Belum pulang?" Tanyanya sembari tersenyum, dengan cepat Kencia menoleh kearah sumber suara tersebut dan menyadari bahwa itu Kenzo.

Ia tersenyum dan mengangguk, lalu mereka berdua terkekeh bersama.

"Will you accept my offer to get you home?" Kencia membuat gesture berpikir sebentar sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya singkat.

"Engga deh, Kenzo. Aku bisa nunggu bus kok." Kenzo terlihat kecewa akan balasan itu, memang benar kalau mereka baru kenal selama beberapa hari, namun tak salah kan jika ia hanya ingin mengantarkan pulang?

"Well, how about we play rains together?" Kencia terlihat terkejut mendengar pertanyaan itu, Kenzo menaikkan alisnya dan menunggu jawaban dari sang empu.

Kencia mempertimbangkan sebentar, jika ia menerimanya, bisa saja ia sakit kan? Tapi kapan lagi ia bisa bermain hujan hujanan?

"Yuk!" Ujarnya dengan semangat, Kenzo terkekeh dan mengangguk. Mereka berdua pun menepi sebentar sebelum akhirnya membuka sepatu masing-masing, lalu menuju kearah lapangan.

Hujan turun tak terlalu lebat namun juga tidak sedikit, menciptakan rasa-rasa keromantisan diantara mereka. Serta kedekatan mereka serasa sangat besar disini, membuat wajah milik gadis itu sedikit merona.

"Sini." Pinta Kenzo, Kencia menghampiri pria itu. Tak disangka ternyata pria itu malah menggendong Kencia dari belakang, membuat gadis itu terkejut namun juga ia menikmati waktu-waktu ini.

Di lapangan itu dihiasi oleh gelak tawa yang sangat bahagia, begitupula dengan Kenzo yang sudah lama tidak tertawa lepas seperti ini. Apa mungkin gadis ini juga menjadi warna untuknya?

Mereka mengitari sekitar lapangan bersama-sama, hingga pada akhirnya hujan mulai mereda. Bahkan kini pun  rambut Kenzo tak kalah basahnya dengan milik Kencia.

"Yaahh.." Keluh Kencia dengan nada yang kecewa, lalu kembali memasang raut wajah cemberut miliknya. Kenzo yang mendengar itu sontak menoleh pada yang lebih cilik darinya, lalu terkekeh sebentar.

Ia cubit pipi tembam milik Kencia itu, lalu berlari sebentar kearah tas nya, menggapai jaket kering miliknya lalu kembali menghampiri gadis itu.

"Nih, biar gak kedinginan." Ujar Kenzo sembari memasangkan jaket miliknya ke seragam Kencia, ia hanya takut orang-orang berpikir yang aneh-aneh karena seragam basah Kencia yang bisa menembus.

"Eh, jangan repot-repot, Kenzo!" Pria itu hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya singkat, lalu menggandeng tangan cilik milik gadis itu.

"Gapapa. Aku anterin pulang aja ya?" Tawar Kenzo yang di balas dengan anggukan dari Kencia, lalu mereka mengambil tas masing-masing dan menuju ke parkiran.

. . .

"Sini aja, makasih Kenzo!" Ujarnya setelah keluar dari mobil sport milik Kenzo, pria itu hanya membalas dengan kedua alisnya yang ia naikkan secara serentak.

Kencia pun kembali memasukinya gerbang besar milik rumahnya itu, ia membuka pintu rumah dan yang pertama ia lihat adalah sang kakak tertua yang menunggunya sedaritadi.

𝐓𝐇𝐄 𝐍𝐎𝐈𝐑, 𝐎𝐍 𝐀𝐂𝐓𝐈𝐎𝐍.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang