Liona masih berdiri diam, memproses semua yang baru saja ia dengar. Dunia di sekitarnya terasa semakin jauh, seolah-olah hanya ada dia dan Auristella di ruangan itu, terisolasi dari kenyataan. Perasaan marah, bingung, dan hancur bercampur menjadi satu di dadanya, membuat napasnya terasa berat. Pikiran Liona berputar, mencoba memahami bagaimana semuanya bisa terjadi.
"Jadi... selama ini aku bukan orang lain? Ini benar-benar hidupku?" tanya Liona dengan suara serak.
Auristella mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari wajah Liona. "Ya... aku kira aku menemukan tubuh baru setelah aku mati. Aku tidak tahu... bahwa ini sebenarnya adalah tubuh asliku. Aku hanya... terlalu putus asa untuk memulai hidup baru."
Liona merasakan kemarahan yang ia tahan semakin membara. Auristella, wanita yang berdiri di depannya, wanita yang telah menghabiskan begitu banyak waktu bersamanya, adalah penyebab dari segala kekacauan yang ia alami. Auristella telah mengambil hidupnya, dan sekarang, penjelasan ini seolah menambah garam di atas luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
"Kamu merenggut semuanya dariku," gumam Liona, nadanya penuh dengan amarah yang terpendam. "Kamu mengambil tubuhku, hidupku, keluargaku... dan aku tidak tahu apa-apa soal ini. Kamu membiarkanku hidup dengan kebohongan."
Auristella menunduk, bahunya merosot seperti menanggung beban yang sangat berat. "Aku tahu, dan aku tidak bisa memperbaiki itu. Aku hanya bisa memberitahumu kebenarannya sekarang... dan berharap kamu bisa menemukan jalan untuk memaafkanku. Aku tahu aku salah."
Liona menahan air mata yang mulai menggenang. Sebuah perasaan aneh menghampirinya—sebuah keterikatan yang tidak ia inginkan namun tak bisa ia abaikan. Karena meskipun Auristella adalah penyebab dari semua ini, ada bagian dari dirinya yang memahami rasa putus asa yang pernah dirasakan wanita itu. Mereka berdua, pada dasarnya, adalah orang yang sama, terjebak dalam lingkaran takdir yang kejam.
"Tapi kenapa? Kenapa kamu melakukan ini?" tanya Liona, suaranya dipenuhi dengan kebingungan. "Apakah kamu benar-benar tidak tahu? Atau kamu memilih untuk tidak peduli?"
Auristella terdiam sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Aku tidak tahu bahwa tubuh ini adalah milikku. Aku pikir... ini adalah kesempatan kedua. Aku pikir aku bisa meninggalkan masa laluku dan memulai lagi. Tapi, seiring waktu, aku mulai merasakan ada sesuatu yang salah. Semakin lama aku tinggal di tubuhmu... tubuh kita... aku menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang."
Liona mengepalkan tangannya, merasakan campuran emosi yang terus mengalir deras. "Dan itu membuatmu terus berpura-pura? Berpura-pura bahwa tidak ada yang salah?"
Auristella menggeleng. "Aku takut. Takut bahwa jika aku mengaku, aku akan kehilangan segalanya—hidup, keluarga, dan kesempatan untuk hidup damai. Aku tahu aku salah, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya keluar dari kebohongan ini."
Keheningan yang berat menggantung di antara mereka, hingga akhirnya Liona mengambil napas panjang, mencoba meredam kemarahan yang masih menggelegak di dadanya. "Aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu," ucapnya pelan, namun tegas.
Auristella menunduk, mengerti. "Aku tidak berharap kamu bisa langsung memaafkanku. Aku hanya berharap, suatu hari nanti, kamu bisa mengerti kenapa aku melakukan ini."
Liona hanya bisa menatapnya, merasakan pergulatan batin yang semakin kuat. Namun di balik itu semua, ada satu hal yang kini jelas baginya—identitasnya. Siapa dia sebenarnya, dan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.
"Sekarang aku tahu siapa aku sebenarnya," gumam Liona, suaranya lebih tegas dari sebelumnya. "Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun merenggutnya lagi, bahkan kamu."
Auristella mengangguk, menerima keputusan Liona dengan rasa pahit yang jelas di wajahnya. "Itu hakmu, Liona. Tubuh ini... hidup ini... adalah milikmu."
Liona berbalik, tidak ingin melihat Auristella lebih lama lagi. Dengan perasaan yang masih bergemuruh di dadanya, dia berjalan pergi, meninggalkan sosok wanita yang dulu dia anggap sebagai pahlawan, namun kini ia sadari adalah bagian dari dirinya yang paling kelam.
Saat Liona melangkah keluar dari ruangan itu, dia tahu bahwa kehidupannya tidak akan pernah sama lagi. Tapi untuk pertama kalinya, dia merasa bahwa dia mengendalikan nasibnya sendiri. Tidak ada lagi kebohongan, tidak ada lagi kebingungan. Dia adalah Liona Hazel Elnara, dan dia akan menghadapi apa pun yang datang padanya dengan kekuatan yang baru ia temukan.
***
Liona terbangun dengan napas terengah, seakan baru saja ditarik keluar dari mimpi panjang yang penuh dengan kegelapan dan emosi. Keringat dingin membasahi dahinya, namun dia merasakan genggaman hangat di tangannya. Perlahan, dia mengalihkan pandangannya ke samping, dan di sana ada Arion. Raut wajahnya penuh kekhawatiran, seakan dia telah menunggu lama untuk Liona membuka matanya.
"Liona, kamu baik-baik saja?" suara Arion terdengar lembut, namun penuh dengan rasa khawatir.
Liona menatapnya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia merasa lega—benar-benar lega. Tidak ada lagi kebingungan yang menghantui pikirannya, tidak ada lagi kepura-puraan yang selama ini membebaninya. Fakta bahwa tubuh ini memang miliknya, bahwa dia adalah Liona Hazel Elnara yang sebenarnya, memberikan perasaan damai yang tak tergantikan.
Dia menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdentum keras. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan, suaranya serak namun mantap.
Arion tidak melepaskan genggaman tangannya, malah mempereratnya, seolah memastikan Liona tidak akan hilang lagi dari sisinya. "Kamu tiba-tiba pingsan. Aku... aku nggak tahu harus gimana," ucapnya dengan nada yang jelas mencerminkan kekhawatiran mendalam.
Liona tersenyum samar, meski tubuhnya masih terasa lemas. "Maaf sudah bikin kamu khawatir."
Arion menatapnya dengan pandangan yang sulit dijelaskan—antara lega, bingung, dan masih sedikit khawatir. "Yang penting kamu sekarang sudah sadar. Aku nggak akan tanya apa yang terjadi kalau kamu belum siap cerita."
Liona menghargai pengertiannya. Sekarang, setelah segala hal yang telah dia alami, Liona tahu dia harus menyusun kembali hidupnya. Hidupnya sebagai dirinya yang sebenarnya—Liona Hazel Elnara. Tidak ada lagi bayangan Auristella, tidak ada lagi kebingungan tentang identitasnya. Sekarang, dia akan mengambil kendali penuh atas hidupnya, apa pun yang terjadi.
Dia menggenggam erat tangan Arion sebagai tanda terima kasih tanpa perlu banyak kata. "Terima kasih," ucapnya lembut, matanya menatap dalam ke arahnya. "Mulai sekarang, aku akan menjadi diriku sendiri, tanpa kepura-puraan."
Arion mengangguk, meski jelas belum sepenuhnya mengerti apa maksud Liona. Namun, dia tidak memaksa, dan itu membuat Liona merasa semakin tenang. Apa yang menantinya di depan mungkin tidak akan mudah, tetapi setidaknya kini dia tahu satu hal dengan pasti—dia adalah Liona, dan tidak ada yang bisa mengambil itu darinya lagi.
#tbc
Follow ig: @wiwirmdni21 / @thrillgraceFollow tiktok: @Wiwi Ramadani
KOMEN DOONG YANG BANYAKKK HIHI😖🖤 SPAM NEXT!!
JANGAN LUPA VOTE🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI SANG KETUA 2
Mystery / Thriller❝Menggoda dengan manis, menyerang dengan tajam.❞ -Liona Hazel Elnara