Tiba-tiba, rekaman kehidupan Liona berubah dengan cepat. Fragmen-fragmen kehidupannya yang sebelumnya diputar seperti film seketika berhenti, berganti dengan adegan lain yang membuat Liona terpaku.
Di hadapannya, tampak sosok Auristella—tetapi bukan sosok kuat dan tegas yang selalu Liona kenal. Auristella yang ada di depannya terlihat jauh berbeda. Dia tampak lemah, duduk di sudut sebuah ruangan gelap. Tubuhnya yang biasanya penuh kekuatan kini terlihat rapuh, kurus, dan terluka. Napasnya terengah-engah, seolah setiap tarikan napas adalah perjuangan berat baginya. Mata Auristella yang dulu memancarkan ketegasan, kini tampak sayu dan kehilangan cahaya.
Liona merasa seakan dadanya diremas ketika melihat pemandangan itu. Auristella, wanita yang selalu ia anggap tak terkalahkan, sekarang terlihat begitu hancur. Di sekitar tubuhnya ada bercak darah, seolah Auristella telah melalui pertarungan yang menguras segalanya darinya. Ruangan di sekitar Auristella tampak kumuh, remang-remang, dengan dinding beton yang dingin dan lembab—sebuah tempat yang jauh dari kemewahan atau kekuasaan.
Liona ingin berteriak, ingin bertanya apa yang terjadi, namun tubuhnya terasa beku. Ia hanya bisa menyaksikan, tidak mampu bergerak atau bersuara. Kakinya seolah tertancap di tanah, dan mulutnya terkunci oleh ketakutan yang tiba-tiba menguasainya.
Di tengah keheningan yang menyesakkan, Auristella perlahan mengangkat wajahnya. Bibirnya bergerak, mengucapkan sesuatu, namun suaranya sangat pelan—hampir seperti bisikan yang hilang di udara. Liona memfokuskan diri, berusaha mendengarkan apa yang ingin disampaikan Auristella.
"Saya... maaf..." bisik Auristella, suaranya nyaris tak terdengar. "Saya tidak cukup kuat... maaf..."
Liona merasa hatinya mencelos, dan kakinya akhirnya mampu bergerak. Dia ingin berlari mendekati Auristella, tetapi saat dia berusaha maju, jarak antara mereka tetap tidak berubah. Rasanya seperti berjalan di tempat, tak peduli seberapa keras dia mencoba mendekat. Auristella tetap jauh, lemah, dan semakin terpuruk.
Suara bisikan yang sama dari sebelumnya kembali terdengar, namun kali ini lebih jelas, menggema di seluruh ruangan itu. "Maafkan aku... Liona..."
Kata-kata itu menghantam Liona dengan keras, dan tiba-tiba, sebuah potongan ingatan menghantam pikirannya. Kenangan ketika Auristella dulu melatihnya, bagaimana wanita itu selalu berkata bahwa tidak boleh ada kelemahan, bahwa mereka harus selalu siap menghadapi apa pun yang datang.
Namun kini, di hadapan Liona, Auristella tampak begitu rapuh, penuh dengan penyesalan. Seolah di balik semua kekuatannya selama ini, ada beban yang jauh lebih besar dari yang pernah Liona sadari.
Liona merasakan air mata menggenang di matanya, meskipun ia tidak pernah berpikir bahwa dirinya bisa menangis untuk sosok seperti Auristella. "Apa yang terjadi padamu?" Liona bertanya dengan suara yang bergetar, walaupun dia tahu Auristella mungkin tidak bisa mendengarnya.
Auristella hanya menunduk, tidak memberikan jawaban, hanya kembali berbisik pelan. "Maafkan aku..."
Liona mulai memahami sesuatu yang jauh lebih dalam, bahwa di balik kekuatan dan ketegasan Auristella selama ini, ada rasa takut dan kelemahan yang dia sembunyikan dari semua orang, termasuk Liona. Tapi sebelum Liona bisa mencerna lebih lanjut, bayangan Auristella perlahan memudar, seiring dengan dinding ruangan yang mulai runtuh, membawa Liona kembali ke kegelapan yang dingin.
Saat itu, Liona merasa tangannya gemetar, tidak mampu memegang apa pun. Pandangannya kembali gelap total, suara bisikan itu pun perlahan lenyap, meninggalkan Liona sendirian di dalam kegelapan yang sunyi, bersama pertanyaan yang menggantung di benaknya—siapa sebenarnya Auristella, dan apa yang telah dia sembunyikan selama ini?
Dan di saat itu, Liona merasa dirinya hampir terjatuh, tubuhnya yang gemetar kembali terasa berat, seolah kesadarannya mulai kembali menariknya keluar dari dunia yang tidak nyata itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI SANG KETUA 2
Misterio / Suspenso❝Menggoda dengan manis, menyerang dengan tajam.❞ -Liona Hazel Elnara