TSK2-12

3.2K 235 44
                                    

Liona menatap Arion dengan perasaan yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata. Tanpa berpikir panjang, dia menarik Arion lebih dekat, memeluknya dengan erat, seakan dia tidak ingin melepaskannya lagi. Pelukannya begitu kuat, penuh emosi yang selama ini dia tahan—perasaan lega, rasa syukur, dan kebahagiaan yang membuncah dalam dirinya.

Arion membalas pelukan itu dengan hangat, tangannya melingkari tubuh Liona, memberikan rasa aman yang selama ini dia butuhkan. Tak ada kata-kata di antara mereka, hanya keheningan yang dipenuhi keintiman.

Setelah beberapa saat, Liona perlahan melepaskan pelukannya. Dia menatap mata Arion, yang masih tampak khawatir tapi juga penuh dengan kasih sayang. Tiba-tiba, tanpa banyak berpikir, Liona mengangkat tangannya dan menyentuh rahang Arion dengan lembut. Dalam gerakan yang begitu alami, dia menarik wajah Arion lebih dekat dan memberikan kecupan singkat di bibirnya.

Arion terdiam, matanya sedikit membelalak karena kejutan. Namun, saat bibir mereka bersentuhan, dia merespon dengan lembut. Meski hanya singkat, kecupan itu penuh dengan kehangatan dan perasaan yang tulus.

Liona tersenyum kecil, matanya berbinar. "Aku... sangat bahagia," ucapnya dengan suara lembut.

Arion menatapnya dengan tatapan lembut, senyuman kecil terukir di wajahnya. "Aku juga," jawabnya singkat namun penuh makna.

Liona masih tersenyum, merasakan hangatnya kebahagiaan yang menjalar dalam dirinya. Perasaan lega dan damai yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya kini memenuhi hatinya. Semua kebingungan, semua kepura-puraan, akhirnya hilang. Dia merasa telah menemukan dirinya yang sebenarnya—Liona Hazel Elnara, dan bukan sekadar bayang-bayang dari masa lalu.

Arion memperhatikan wajah Liona dengan saksama, tampak seolah dia ingin memastikan bahwa gadis di depannya benar-benar baik-baik saja. Tangannya bergerak menyentuh pipi Liona dengan lembut, ibu jarinya mengusap pipi gadis itu perlahan. "Aku lega melihatmu seperti ini," kata Arion, suaranya rendah namun penuh kehangatan. "Kamu terlihat lebih... hidup."

Liona mengangguk pelan. "Aku merasa begitu. Rasanya seperti beban besar telah terangkat."

Arion masih memandangnya, matanya penuh perhatian. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kau terlihat seperti mengalami sesuatu yang besar... kau bahkan sempat pingsan."

Liona terdiam sejenak, memikirkan bagaimana menjelaskan segalanya. "Aku... baru saja mengetahui sesuatu yang penting," katanya pelan, suaranya sedikit bergetar. "Tentang siapa aku sebenarnya. Tentang kehidupan ini. Dan... semua hal yang telah aku jalani selama ini." Dia menatap Arion dalam-dalam, seolah mencari keberanian dalam dirinya untuk melanjutkan.

Arion mendengarkan tanpa menyela, membiarkan Liona berbicara dengan tenang.

"Aku dulu selalu merasa hidup bukan sebagai diriku sendiri. Tapi sekarang, semuanya jelas. Aku ini Liona, tubuh ini adalah milikku sejak awal." Dia berhenti sejenak, mencoba menenangkan emosinya. "Auristella... dia mengambil hidupku. Tapi sekarang aku sadar, ini adalah hidupku, dan aku akan memulai kembali sebagai diriku sendiri."

Arion menatap Liona dengan perasaan campur aduk, antara kekhawatiran dan kekaguman. "Liona..." dia berbisik, suaranya penuh perasaan. "Kau sangat kuat."

Liona tersenyum kecil, merasakan semangat baru dalam dirinya. "Sekarang, aku bisa benar-benar menjadi diriku sendiri. Dan aku berjanji, aku tidak akan pernah lagi kehilangan siapa diriku."

Arion mendekatkan wajahnya lagi, kali ini mengecup kening Liona dengan lembut. "Aku akan selalu ada di sisimu," katanya, suaranya penuh keyakinan. "Apapun yang terjadi."

Liona memejamkan matanya sejenak, menikmati momen kehangatan itu. Ketika dia membuka mata, hatinya terasa lebih ringan, penuh dengan keyakinan bahwa inilah awal baru bagi dirinya. "Terima kasih, Arion," katanya pelan. "Untuk selalu ada di sini."

Arion hanya tersenyum dan merangkul Liona lebih erat, seakan tak ingin melepaskannya. Mereka berdua terdiam, menikmati kedekatan dan kehangatan satu sama lain, tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—awal dari kehidupan baru Liona sebagai dirinya yang sebenarnya.

***

Keesokan paginya, matahari baru saja menyingsing ketika Liona dan Arion bergegas di rumah mereka, sibuk dengan persiapan untuk kelas pagi. Keduanya terlihat terburu-buru. Liona, yang baru saja selesai mengikat rambutnya ke atas, melirik jam dinding di kamar mereka dan mendesah. "Aduh, udah jam segini aja," gumamnya.

Dia segera meraih tas punggungnya dan berlari keluar kamar, hampir tersandung di ambang pintu. Di dapur, Arion sudah menyiapkan kopi sembari menyantap sarapan cepat. Dia menatap Liona dengan senyum geli, melihat istrinya yang selalu terburu-buru di pagi hari.

"Li, makan dulu. Kamu nggak mau masuk kelas dengan perut kosong, kan?" ucap Arion sambil menyeruput kopinya.

Liona melirik sekilas, lalu menggeleng cepat. "Nggak sempat, mas! Aku udah telat banget!" katanya sambil meraih sepotong roti di meja dan segera menuju pintu.

Sesampainya di garasi, dia melihat Arion sudah menyiapkan motor hitam mereka, helm di tangannya, wajahnya terlihat setengah kesal setengah terhibur. "Kamu beneran nggak berubah, ya. Selalu aja mepet waktunya," ejek Arion sambil menyodorkan helm cadangan.

Liona mendengus sambil memasang helmnya dengan cepat. "Jangan mulai deh! Ayo cepat, kalau aku telat, kamu yang harus tanggung jawab!" jawabnya setengah bercanda.

Arion tertawa kecil dan langsung menyalakan motornya, sementara Liona dengan gesit duduk di belakangnya. Mereka melaju di jalanan yang masih sepi, angin pagi menyegarkan wajah mereka. Meskipun terburu-buru, Liona tak bisa menyembunyikan perasaan damai yang ia rasakan sejak malam sebelumnya. Ada ketenangan dan kebahagiaan dalam kesibukan mereka sebagai pasangan.

Setelah tiba di kampus, keduanya langsung berpisah menuju kelas masing-masing. Namun, sebelum benar-benar berpisah, Arion menoleh dan memandang Liona sejenak, senyum kecil menghiasi wajahnya.

"Semoga harimu menyenangkan, Nyonya Damian," ucapnya dengan nada menggoda.

Liona tertawa kecil sambil melambaikan tangan. "Kamu juga, Tuan Damian." Mereka berpisah, melangkah cepat menuju gedung fakultas masing-masing, siap menghadapi hari yang sibuk. Namun, di balik semua kesibukan itu, ada kehangatan yang tersisa dari malam sebelumnya, terukir dalam hati mereka berdua.

Di tengah perjalanan menuju kelasnya, Liona berjalan cepat melalui lorong kampus yang mulai dipenuhi mahasiswa lain. Saat ia melangkah, tiba-tiba sosok yang dikenalnya lewat di depannya—dosen yang kemarin menyita perhatiannya. Pria itu berjalan santai, wajahnya tampak tenang, namun Liona sudah mengenali sesuatu yang lebih dalam dari sekadar tampilan luar.

Mata tajam Liona segera menangkap sebuah detail penting di pergelangan tangan dosen itu, sekilas terlihat di balik lipatan kemejanya. Tato berbentuk mawar—simbol yang pernah sangat akrab baginya, The Rose. Jantungnya berdetak lebih cepat, tapi wajahnya tetap tenang. Dia menyeringai kecil, bibirnya sedikit tertarik ke atas saat ia ingat apa arti dari simbol itu.

Meskipun kini dia bukan lagi Auristella, sang pendiri dari kelompok rahasia tersebut, ada bagian dari dirinya—jiwa dan pengetahuan yang pernah mendirikan The Rose—yang masih hidup di dalam dirinya. Tatapan Liona berubah lebih tajam, penuh dengan pemahaman dan kewaspadaan. Tato itu bukan hanya tanda keanggotaan, melainkan jejak masa lalu yang penuh intrik dan pengkhianatan.

"Jadi dia bagian dari itu, huh?" gumamnya pelan, merasa lebih tertarik dan penasaran daripada sebelumnya. Seakan tak ada yang berubah, The Rose masih tetap beroperasi di bawah bayang-bayang, dan sekarang salah satu anggotanya berada begitu dekat dengannya, mengajar di kampus ini.

Sementara dosen itu terus berjalan tanpa menyadari tatapan tajam yang mengawasinya.

Pertemuan ini jelas bukan kebetulan, dan Liona tahu, takdir sedang membawanya kembali ke permainan lama yang penuh bahaya.

Sesampainya di pintu kelas, Liona menoleh sekali lagi ke arah dosen tersebut yang kini sudah berbelok di ujung lorong. Dengan senyum sinis, dia mendorong pintu kelas dan masuk. Ada permainan baru yang harus dimainkan, dan kali ini, dia yang memegang kendali.

#tbc
Follow ig: @wiwirmdni21 / @thrillgrace

Follow tiktok: @Wiwi Ramadani

KOMEN DOONG YANG BANYAKKK HIHI😖🖤 SPAM NEXT!!

JANGAN LUPA VOTE🖤

TRANSMIGRASI SANG KETUA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang