Janji

2.6K 109 2
                                    

MOHON MAAF, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA, KARENA BERESIKO TERTINGGAL UPDATE.

CERITA INI HANYA BERSIFAT FIKSI, BERUNSUR ADEGAN DEWASA, DAN BERNIAT MENGHIBUR, HARAP PEMBACA BIJAK DALAM MEMILIH.

Terima kasih,

Enjoy for reading.

✨✨✨

Saat berangkat Bianca keluar dari kondo Dewangga, kini saat tiba ia sedikit bingung. Kemana ia harus masuk? Berdiri di antara pintu berhadapan, Dewangga sadar Bianca menatap pintu kamarnya horor. Benar, bau itu seperti menyeruak lagi dalam pikiran Bianca.

"Kamarnya udah gue bersihin," ucap Dewangga pecahkan ketakutan Bianca. Gadis itu mencebikan bibir, segera memasukan pin kamarnya.

"Eh, lo ngapain?" tanya Bianca karena Dewangga mengikutinya dari belakang, berniat ikut masuk.

Menyandar lelah, cowok berkaos putih itu melirik ke dalam kamar lalu berucap, "Kan tadi pagi udah gue bilang, gue mau nemenin lo di awal kehamil–"

"Stop," potong Bianca, mendengar kata kehamilan dari mulut ganjen Dewangga begitu menggelikan. Dada Bianca tiba-tiba saja sesak, satu sisi ia membenarkan karena sangat sulit menghadapi hormon yang naik turun di pagi hari, tapi ia tidak ingin ditemani Dewangga.

Dewangga usap kerutan kening Bianca gemas, buat gadis yang tengah bergelut dengan pikirannya itu terkejut dan menjauh.

"Isi kepala kecil lo apa sih? Suka banget bikin ribet semua hal?" komentar Dewangga, "lo tinggal bilang iya, beres."

"Gak mau, lo bau," putus Bianca final. Dia masuk dan menahan pintu agar tidak tertutup untuk melanjutkan ucapan.

"Mending lo pikirin kesehatan lo juga? Liat mata lo, kenapa repot-repot jemput gue padahal lo abis lembur? Nah, siapa yang bikin ribet di sini?"

Bianca si handal bicara, Dewangga akan menjadi suami yang kalah akan berdebat dengan istri sepertinya. Sebelum Bianca menutup pintu, ia lontarkan lagi pepatah menohok.

"Kita juga belum nikah, lo gak boleh sering-sering masuk kamar gue, nanti kelepasan lagi gue bunuh lo!"

Walau mengantuk, tenaga Dewangga lebih besar di sini. Ia tahan pintu itu agar tidak tertutup, mendekatkan wajah mereka berdua. Bianca sampai menahan nafas spontan, harum citrus seperti keluar bersama dengan nafas lelaki di depannya.

Sibuk kendalikan lidah yang kelu, rentetan sumpah serapah Bianca tertahan oleh bisikan Dewangga, "Oke, gue gak akan ganggu lo atau masuk kamar lo sesuka hati, tapi gue hafal pin kamar lo, kalo ada apa-apa telpon gue kayak kemaren. Dan satu lagi ... jangan bilang hal-hal kotor kayak 'bunuh' depan anak gue, gak baik."

Seluruh badan Bianca meremang saat tangan besar Dewangga meraba permukaan perut ratanya. Rasa sesak sebelumnya bertambah karena Bianca lupa cara bernafas. Ia tercengang hingga pintu tidak lagi ditahan Dewangga dan dibiarkan tertutup rapat. Sialnya Bianca masih diam di tempat, cerna setiap aliran listrik palsu dalam tubuhnya.

Memutar tubuh, Bianca raba pipinya gemas, "Sial, gue suka usapan tangannya."

✨✨✨

Chemical industri adalah dunia pekerjaan yang Bianca kejar setelah memutuskan masuk ke jurusan engineer. Sifat pantang menyerahnya sudah tertanam sejak sekolah menengah, didukung orang tua akan finansial pendidikan, berikan bekal untuk Bianca tak kesulitan mengikuti kelas di lab saat ini.

Cotton lab coat yang dipakai setiap siswa membuktikan kelas cukup serius, sesekali Bianca terkekeh sebab teman satu kelompoknya cukup unik. Hanya berisi empat orang setiap meja. Bianca perhatikan penjelasan dosen dari balik non-vented goggles—kaca mata pelindung, mencatat hal-hal penting di jurnalnya.

Damn, You Marry Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang