Kehidupan Mahasiswi Impian

3.7K 141 3
                                    

MOHON MAAF, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA, KARENA BERESIKO TERTINGGAL UPDATE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MOHON MAAF, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA, KARENA BERESIKO TERTINGGAL UPDATE.

CERITA INI HANYA BERSIFAT FIKSI, BERUNSUR ADEGAN DEWASA, DAN BERNIAT MENGHIBUR, HARAP PEMBACA BIJAK DALAM MEMILIH.

Terima kasih,

Enjoy for reading.

✨✨✨

Bib, bib, bib.

Bunyi alarm dari ponsel Bianca seperti menembus jendela yang tertutup tirai putih. Sepertinya dibiarkan terbuka agar angin masuk sejak semalam, buktinya kini sinar matahari telah masuk menerpa tubuh terbaring Bianca. Hanya ditimpa setengah selimut, bahu mulus berbalut tangtop tali pasta itu bergerak mundur mencari dimana ponselnya berada.

Berhasil mematikan bising bergetar, Bianca beranjak duduk, rambut setengah singanya digaruk asal seraya menguap lebar.

"Laper," monolognya serak. Ia turun dari kasur dan melewati satu pintu yang langsung ke mini kitchen. Ada untungnya menjadi strict parents, ia memiliki stok makanan di kehidupan kos mahasiswi, ya walau elit berupa kondo.

Bianca membuka satu kotak kimchi, menghangatkan nasi, dan masakan rumahan hasil ibunya. Makan tenang dengan keneningan kondo, sial, ini idaman Bianca sejak lama. Jika di rumah akan berisik suara Mamah pagi buta, berdalih anak perempuan tidak boleh bangun siang.

Terkekeh kecil, Bianca menyuap puas, "Thanks, God."

Beres makan Bianca tak langsung bereskan, ia segera pergi ke kamar dan ambil handuk, tentu saja bersiap ke kampus. Tinggi 165 cukup ideal dengan berat badan 49, Bianca sangat cantik dipadu padankan dengan sweater crop dan rok jeans highwaist membentuk pinggang rampingnya. Rambut sepinggang dibiarkan tergerai sehingga menambah kesan manis.

Ralat, sangat manis, bahkan saat jemari semu pink itu mengambil ponselnya dari meja dan bersiap pergi. Begitu lentik balas pesan di grup chat teman-teman barunya.

"Halo, Mon, bilangin Zeta gak usah jemput, gue mau jalan aja. Ih sumpah gak papa, gue biar tau daerah sini. Ya, ya, lo gak usah khawatir, bye, Monaliza."

Kala ia keluar kamar, ia terhenti sambil menatap pintu di seberang. Itu pintu kamar Dewangga, masih tertutup rapat.

"Pyuhh," Bianca membuang nafas lalu mengacungkan jari tengah dan menghentakan kakinya, ingat kejadian kemarin di cafe, "dasar bocah tongo!"

Kriet, suara pintu akan dibuka membuat Bianca lari begitu saja, tadi saja meledek sekarang terbirit seperti ingin menangis.

Mengingat kejadian kemarin, Bianca bebas cukup mudah yakni mendorong wajah Dewangga tanpa memperdulikan respon lelaki itu, pergi begitu saja kembali bergabung bersama Zeta dan Mona. Bianca takh habis pikir, setelah memeluk wanita lain, ia melakukan hal tak senonoh begitu kepadanya, apa sudah gila?

Damn, You Marry Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang