Ditinggal

3.1K 235 83
                                    

JANGAN SIDER DONG KALO GAK MAU PINDAH KK. VOTE BURU VOTE.

MOHON MAAF, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA, KARENA BERESIKO TERTINGGAL UPDATE.

CERITA INI HANYA BERSIFAT FIKSI, BERUNSUR ADEGAN DEWASA, DAN BERNIAT MENGHIBUR, HARAP PEMBACA BIJAK DALAM MEMILIH.

Terima kasih,

Enjoy for reading.

✨✨✨

Ternyata proker yang Dewangga ikuti harus siap di hari sabtu pagi, Bianca pikir akan berangkat saat hari minggu sesuai jadwal. Selaku divisi hubungan masyarakat, Dewangga akan pergi lebih dulu memastikan tempat yang dibina sudah siap akan kedatangan golongan mahasiswa. Sambil mengapit ponsel di bahu, lelaki itu fokus baca layar laptop yang lumayan redup, tak ingin ganggu Bianca yang teridur di sampingnya.

Mereka tidur di kamar bersama? Tidak. Bianca tidur di kamar Mamahnya, dan Dewangga di kamar yang disiapkan. Namun gadis itu muntah di jam empat pagi, ke dapur mengambil sepotong apel. Ternyata Dewangga sedang di ruang keluarga, membaca ulang data mahasiswa yang ikut prokes BEM sambil minum kopi.

Karena tidak mau tidur lagi, Bianca bergabung saja, tidur di miring di sofa, menonton televisi, sementara Dewangga duduk di ujung sofa, usap leher Bianca dengan ibu jarinya agar gadis itu kembali terlelap.

"Panti asuhannya memiliki sebuah TK, aku rasa kita bisa tidur di sana sesuai proposal di awal, itu juga sudah disetujui, kenapa harus berubah?" tanya Dewangga sedikit meninggi.

Masalahnya proposal harus deal 10 hari sebelum jalannya prokes, sebagai divisi yang mengurus itu Dewangga garuk kepala pusing, bagaimana merubahnya di h-1.

Lirik wajah kusut Dewangga, Bianca akhirnya mengecilkan volume, takut menganggu kesibukan Dewangga. Seharusnya ia kembali ke kamar saja tadi.

"Duh, lo ngagetin aja, nyet," umpat Dewangga pada seberang telpon kehabisan kesadaran, Bianca sampai terkejut karena baru kali ini ia dengan Dewangga mengumpat lagi. Sadar akan ucapannya, lelaki itu nyengir lebar, alihkan tangannya dari leher Bianca ke kuping gadis itu, seolah menyesal.

"Fiks ya jam 7 pagi kumpul di depan ruang sekretariat," final Dewangga, "anggaran transportasi urusan Delva, harusnya gak ada masalah soal bis. Oke, gue tutup, thanks Fitri."

Dewangga tutup panggilan dan laptop secara bergantian, merenggakan punggungnya dengan mengeliat ke atas. Dia memang belum tidur.

"Lo harusnya pulang aja kalo sibuk gini," ucap Bianca, "mana acaranya bakti sosial, itu capek banget, Dewa."

Kecup pipi Bianca, lelaki itu dekatkan diri, ubah sanggaan tangan Bianca ke pahanya sebagai bantal. Terkejut karena tiba-tiba, Bianca hampir terguling jika tidak ditahan tangan kekar Dewangga.

"Ih, Dewa!" kesal Bianca.

"Maaf," ucap Dewangga menyesal, tetapi lanjutkan urutan pelan di leher Bianca.

"Lagian berangkatnya besok, hari ini urus barang yang akan dibawa. Mana mungkin dong kita datang dengan tangan kosong? Kalo penasaran kenapa gak ikut partisipasi pas BEM cari relawan?"

Bianca ubah diri menjadi terlentang, tatap langit-langit sebelum menjawab, "Iya, Dona pernah ngajak tapi gue skip. Club renang aja bikin gue pusing karena jadwalnya, apalagi ikut begituan."

Dewangga sentil dahi Bianca gemas, "Buat bekal program pengabdian masyarakat di semester 4 lumayan loh, biar pas KKN juga lo gak kaku sama masyarakat."

Membahas soal kuliah, mata Bianca sedikit redup. Ia tiba-tiba emosional, bertanya lirih, "Emang gue bakal bisa lakuin itu ya di tahun ini?"

Damn, You Marry Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang