Takoyaki

2.4K 112 11
                                    

MOHON MAAF, HARAP FOLLOW SEBELUM BACA, KARENA BERESIKO TERTINGGAL UPDATE.

CERITA INI HANYA BERSIFAT FIKSI, BERUNSUR ADEGAN DEWASA, DAN BERNIAT MENGHIBUR, HARAP PEMBACA BIJAK DALAM MEMILIH.

Terima kasih,

Enjoy for reading.

✨✨✨

"Gue beneran hamil."

Zeta hanya bisa memukul meja, edarkan pandangan ke segala arah. Peningnya kepala bukan Bianca dan Zeta saja, kendati juga Mona. Matanya bergetar siap menangis kapan saja, tentu ia merasa bersalah karena membawa gadis sebaik Bianca ke dunia kelam.

Menunduk dalam, Mona alihkan rasa berkecamuk di dadanya ke kuku yang baru ia rawat, menggeseknya gusar hingga patah. Hela nafas hanya menjadi sound effect bagi ketiganya.

Berusaha jadi penengah, Mona ungkap suara, "Maafin gue, Bia, harusnya malam itu gue jadi bodyguard kalian."

"No, why you said like this?" protes Bianca tak terima, "ini salah gue, keteledoran gue, kalian gak perlu stress begini. Gue juga udah dijodohin, kan akhirnya sama Dewangga?"

"But, he's hella bastard," hardik Zeta, telungkupkan wajah di atas meja, "harusnya gue tonjok dia semalem."

Semalam ya, Bianca hanya bisa tersenyum tipis meresponnya. Ia juga bahkan masih belum tersadar dari skenario buruk itu, apalagi kedua temannya. Ia juga merepotkan Dewangga pagi-pagi sekali, padahal sebelumnya ia sangat bersikeras bisa melewati berbagai badai sendiri.

Mona meraih jemari Bianca yang kalut memainkan tali tas, pertemukan monolid yang sama-sama sendu. Bianca ingat perkataan Dewangga soal Mona yang menyukai perempuan, tapi gadis di sampingnya sangat baik dengan mengusap rambut Bianca, sedikit menarik tengkuk agar bisa bersandar di ceruk lehernya.

"Lo pasti bisa, Bia. Ada kita, oke? Bilang sama kita kalo lo butuh apa-apa, jangan sungkan," pepatah Mona.

Zeta setuju dan ikut menggenggam tangan Bianca, gadis itu sudah menangis tersedu, padahal make-up bekas pemotretannya masih terpatri. Senyum yang awalnya tipis kini berubah menjadi lengkungan sedih Bianca, akhirnya menangis juga.

"Hey, ibu hamil gak boleh nangis, nanti stress loh!" peringat Zeta, hapus air mata Bianca cepat-cepat.

Bianca tertawa lantas menengadah untuk tahan air matanya, terima pelukan Zeta yang begitu hangat. Bukankah pertemanan mereka terlalu dini untuk bisa sedekat ini? Bianca sangat bersyukur bisa mendapatkan ketenangan di sela alur hidupnya yang rumit.

"Lo gak pernah ngidam gitu?" tanya Mona random, "gue penasaran banget cuy gimana ngidam."

"Ya lo hamil juga kalo gitu," balas Zeta, dan langsung di tampar mulutnya oleh Mona.

Tawa Bianca kembali mengudara, cukup ganti suasana yang tadinya haru menjadi berwarna. Mereka melepas pelukan untuk memberi ruang Bianca untuk bernafas, wajah Bianca masih terlihat pucat untuk masuk kampus. Belum lagi mereka bergadang di apartemen Zeta sekarang.

"Gak mau pulang aja, Bia?" tanya Zeta.

"Nanggung gak sih? Udah jam 2," balas Bianca.

Bianca bangkit dari duduknya, tiba-tiba saja menghampiri kulkas. Banyak menangis cukup haus. Tak sengaja ia melihat kotak kertas berisi bulat-bulat seperti bola mata. Bianca mengeluarkannya dari kulkas, berniat bertanya pada pemilik tempat.

"Ze, ini apa?" tanya Bianca bawa ke meja. Zeta melirik terkejut, segera jauhkan kotak itu dari hadapannya.

"Itu takoyaki, udah dua hari Bia takut basi," ucap Zeta buru-buru bawa kotak itu dan membuangnya ke tong sampah.

Damn, You Marry Me! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang