Rajaesh membanting handphone ke atas kasur setelah membaca pesan dari ayahnya. Kata-kata yang tertulis di layar seolah menghantam hatinya. Ayahnya mengabarkan bahwa ia tidak akan pulang lagi minggu ini karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Kekecewaan melanda dirinya, dan rasa sepi kembali menyergap. Ia sudah terbiasa dengan kenyataan ini, tetapi setiap kali mendengar kabar seperti itu, hatinya tetap terasa perih.
Sebagai anak yang tumbuh dalam keluarga yang berantakan, Rajaesh merasakan kehilangan kasih sayang yang mendalam. Ayahnya sibuk dengan pekerjaannya, sementara ibunya telah membangun kehidupan baru di Australia, jauh dari jangkauannya. Jujur saja, Rajaesh merasa kesepian, tetapi ia telah belajar untuk menghadapi keadaan ini sejak kecil. Ia berusaha menguatkan diri, meskipun kadang-kadang rasa sepi itu datang menghantui.
Namun, siang ini, ada satu hal yang bisa mengalihkan pikirannya. Ia teringat rencana nongkrong bersama teman-temannya. Senyumnya mulai merekah, menggantikan kesedihan yang sempat menyelimuti hatinya. Ia segera melampiaskan kesedihannya dengan mencari kebahagiaan dalam tawa dan canda teman-temannya.
Dengan cepat, ia membuka grup WhatsApp yang telah ia arsipkan. Matanya menyapu pesan-pesan yang masuk, dan ia sedikit terkejut melihat banyak notifikasi. Salah satu pesan menarik perhatiannya, dari Setma, salah satu temannya. Setma memberi kabar bahwa ia dan Nathan sedang berada di rumah sakit.
Rajaesh sebenarnya kesal, tetapi ia juga merasa kasihan kepada Rachel. Meskipun hatinya dipenuhi rasa jengkel, ditambah Setma mengabari bahwa ia dan Nathan sudah pulang lebih awal karena harus beristirahat di rumah.Dengan malas, ia meraih kunci motornya dan menyalakan mesin. Suara deru motor membuatnya sedikit terbangun dari lamunannya. "Gue harus pergi," pikirnya, meskipun dalam hati ia merasa enggan.
Perjalanan menuju rumah sakit terasa panjang. Jalanan yang dilalui seakan mencerminkan perasaannya yang campur aduk. Ia tidak bisa mengabaikan rasa kesalnya, tetapi di sisi lain, ia tahu bahwa Rachel sendirian.
♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛
Sesampainya di rumah sakit, Rajaesh memarkir motornya dan melangkah masuk. Aroma antiseptik dan suasana tenang di dalam rumah sakit membuatnya merasa sedikit cemas. Ia mencari informasi tentang ruangan Rachel di meja resepsionis dan segera menuju ke lantai yang ditunjukkan.
Setelah beberapa menit mencari, ia akhirnya menemukan ruangan Rachel. Dengan sedikit ragu, ia mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk. Di dalam, ia melihat Rachel terbaring di ranjang, wajahnya tampak lelah dan pucat.
Di dalam ruangan, Rajaesh melihat seorang dokter yang sedang memeriksa Rachel. Suasana di ruangan itu terasa tegang, dan Rajaesh merasakan ketidakpastian yang menggelayuti hatinya.
Dokter itu menatap Rajaesh dengan serius. "Kamu keluarganya Rachel?" tanyanya. Rajaesh mengangguk, masih berusaha mencerna apa yang terjadi.
Dokter melanjutkan, "Rachel kecapean sepertinya. Ia telah melakukan banyak kegiatan. Kamu tahu, gagal ginjal stadium 2 tidak bisa terlalu lelah."
Rajaesh terkejut, seolah-olah tersambar petir di siang hari. "Hah, gagal ginjal?" suaranya bergetar, tidak percaya dengan kalimat yang baru saja didengarnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa Rachel, yang ia kenal baik baik saja, sedang menghadapi masalah kesehatan yang begitu serius.
Melihat ekspresi terkejut di wajah Rajaesh, dokter merasa perlu menjelaskan lebih lanjut. "Maaf jika ini mengejutkan kamu. Saya mengira Rachel sudah memberi tahu keluarganya tentang kondisinya."
Dokter kemudian mengajak Rajaesh ke ruangannya yang lebih tenang. Mereka duduk di seberang meja, dan dokter mulai menjelaskan lebih lanjut tentang kondisi Rachel.
"Gagal ginjal stadium 2 berarti fungsi ginjalnya sudah menurun, dan jika tidak ditangani dengan baik, bisa berakibat lebih serius. Kami perlu melakukan beberapa tes tambahan dan merencanakan perawatan yang sesuai."
Rajaesh mendengarkan dengan seksama, berusaha mencerna semua informasi yang diberikan. "Apa yang bisa saya lakukan untuk membantunya?" tanyanya, suaranya penuh harap.
"Yang paling penting adalah dukungan emosional. Rachel akan membutuhkan semangat dari orang-orang terdekatnya. Selain itu, kami akan memberikan perawatan medis yang diperlukan, kemungkinan terapi. Pastikan dia tidak terlalu lelah dan selalu mengikuti petunjuk dokter," jawab dokter dengan lembut.
Rajaesh mengangguk, "Saya akan melakukan yang terbaik untuknya." Dokter tersenyum, merasa lega mendengar komitmen Rajaesh. "Baiklah. Jika ada pertanyaan lebih lanjut atau jika kamu ingin berbicara lebih banyak tentang perawatan Rachel, jangan ragu untuk menghubungi saya."
Rajaesh keluar dari ruangan dengan perasaan gelisah yang sulit dijelaskan. Setiap langkahnya terasa berat, seolah-olah ada beban tak terlihat yang mengikatnya. Ia bimbang, terjebak dalam pikiran yang berputar-putar. Bagaimana ia bisa memberi tahu Nathan tentang kondisi Rachel?
Rasa penyesalan mulai menggerogoti hatinya. Ia teringat semua momen ketika ia memperlakukan Rachel seperti pembantu, mengabaikan perasaannya, dan tidak menyadari betapa berat beban yang harus ditanggungnya. Dalam benaknya, terlintas gambaran Rachel yang selalu ceria, tetapi kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Bagaimana bisa ia begitu egois?
Rajaesh berhenti sejenak di koridor, menempelkan punggungnya pada dinding dingin. Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Seburuk-buruknya gw, gw juga punya hati," pikirnya. Ia tidak bisa terus-menerus mengabaikan keadaan Rachel. Ia harus berbuat sesuatu yang membuat Rachel senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Rajaesh 2010 (ON GOING)
FanfictionCinta sering kali seperti labirin, kita terjebak dalam perasaan yang saling bertentangan, berusaha menemukan jalan keluar, tetapi semakin dalam kita masuk, semakin sulit untuk kembali. Seperti yang dialami Rajaesh Kavindra terhadap Rachel Natalia...