Pagi itu, Rajaesh terbangun dari tidurnya dengan rasa terkejut. Di layar ponselnya, ada notifikasi SMS dari Rea yang penuh kemarahan. Jantungnya berdebar cepat. Tanpa pikir panjang, ia langsung menelpon Rea untuk menjelaskan.
"Sayang, maaf ya soal kemarin," ucapnya, berusaha terdengar tenang.
"Udah tahu semuanya! Sumpah, Kak, lo jahat banget! Kemarin lo nemenin Rachel, kan?" suara Rea terdengar penuh emosi.
"Aku nggak maksud bohongin kamu. Dengerin aku dulu," Rajaesh mencoba menjelaskan.
"Bacot! Gue nggak butuh penjelasan lo!" Rea memotong, nada suaranya semakin meninggi.
"Aku ke rumah kamu sekarang, ya? Aku jemput, kita berangkat bareng," Rajaesh berkata, berusaha meyakinkan.
Setelah menutup telepon, Rajaesh segera mandi. Dia berusaha menenangkan diri sambil membayangkan apa yang akan dia katakan nanti. Setelah selesai, dia cepat-cepat mengenakan kaos dan jeans favoritnya, lalu mengambil tas berisi buku-buku dari kemarin. Dengan semangat yang campur aduk, dia menyalakan motor dan meluncur menuju rumah Rea.
♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛
Sesampainya di depan rumah Rea, Rajaesh menarik napas dalam-dalam. Rajaesh mengentuk pintu dan tak lama pintu terbuka, dan di sana berdiri Rea dengan ekspresi yang sulit dibaca. Matanya tampak penuh kemarahan dan kekecewaan. Rajaesh merasakan jantungnya berdegup kencang.
"Rea, aku minta maaf," katanya, berusaha menatap mata Rea. "Aku tahu aku salah, dan aku mau jelasin."
Rea menatapnya tajam, seolah mencari kejujuran di dalam mata Rajaesh. "Lo udah bikin gue sakit hati, Kak. Gimana gue bisa percaya lagi sama lo?"
Rajaesh menunduk, "Kamu mau apa biar kau percaya?"
Rea menghela napas panjang, tampak sedikit melunak. "Blokir nomer telepon Rachel sekarang dan mulai hari ini jauhin dia"
Rajaesh merasa seolah ada beban berat yang harus dia angkat. Dengan harapan baru, dia mengangguk. "Oke, aku akan lakuin itu."
Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan mencari nomor Rachel. Tangan Rajaesh sedikit bergetar saat dia menemukan nama Rachel di daftar kontaknya. Dia tahu keputusan ini bukan hanya tentang Rachel, tetapi juga tentang kepercayaan Rea.
Dengan hati-hati, dia menekan tombol untuk memblokir nomor tersebut. Begitu selesai, dia merasa seolah sebuah beban terangkat dari pundaknya. "Sudah, aku udah blokir," ujarnya sambil menatap Rea.
Rea memperhatikan Rajaesh dengan seksama. "Lo beneran serius, kan? Ga bohongin gue lagi?"
"Serius, Rea. Aku nggak mau kehilangan kamu," jawab Rajaesh, mencoba meyakinkan.
Rea terdiam sejenak, tampak berpikir. "Oke, tapi lo harus buktiin, Kak. Jangan sampe ada hal lain yang bikin gue kecewa."
Rajaesh mengangguk mantap. "Aku janji, Rea. Aku akan berusaha jadi pacar yang baik."
♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛
2
6 Oktober 2010 - 10 December 2010
Tiga bulan telah berlalu, dan Rajaesh benar-benar menepati janjinya. Ia menjauh dari Rachel, tak pernah lagi mendekatinya, bahkan sapaan yang biasa mereka tukar pun lenyap seiring waktu. Rachel merasakan campur aduk dalam hatinya; di satu sisi, ia merasa heran dengan perubahan sikap Rajaesh yang begitu drastis, namun di sisi lain, ada rasa lega yang mengalir dalam dirinya. Tidak ada lagi yang memaksanya untuk mengerjakan PR, sebuah beban yang selama ini menggelayuti pikirannya. Seolah-olah, dunia yang semula terasa rumit kini menjadi lebih indah.
Hubungan antara Rajaesh dan Rea semakin erat, Mereka tak lagi ragu untuk menunjukkan kemesraan di depan umum, bahkan di tengah keramaian sekolah. Meskipun tak jarang beberapa kaum hawa dan adam melirik dengan rasa cemburu. Namun, Rajaesh dan Rea tak peduli. Kini, mereka merasa senang, tanpa ada yang menghalangi kebahagiaan yang mereka rasakan.
Suatu siang yang cerah, sepulang sekolah, Rachel memutuskan untuk mampir ke toko buku favoritnya. Ia selalu merasa senang menghabiskan waktu di sana, menjelajahi rak-rak penuh buku dan menemukan cerita-cerita baru yang menunggu untuk dibaca. Namun, saat melangkah di trotoar, matanya tertangkap oleh sesuatu yang tak biasa di seberang jalan.
Di ujung gang sempit, di bawah naungan pepohonan, ia melihat sepasang kekasih yang mengenakan seragam sekolah sedang berciuman. Rachel merasa seolah waktu berhenti sejenak. Rasa ingin tahunya membara, dan tanpa sadar, ia menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas.
Ketika wajah kedua orang itu mulai terlihat, jantungnya berdegup kencang. "Hah, Riki? Rea?" gumamnya dalam hati, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛
Setelah sampai di rumahnya, Rachel segera mengangkat telepon dan menekan nomor Nathan dengan penuh rasa cemas. Suara Nathan terdengar di ujung sana, menandakan bahwa temannya itu sudah menjawab.
"Halo, Nathan," sapanya, berusaha terdengar tenang meskipun hatinya berdebar.
"Iya, Ra. Kenapa?" jawab Nathan, nada suaranya menunjukkan ketertarikan.
"Gue mau nanya, tapi janji jangan kasih tahu siapa-siapa," Rachel memulai, suara bergetar menahan rasa khawatir.
"Iya, kenapa?" Nathan terdengar penasaran.
"Jadi, tadi siang sepulang sekolah, gue ngeliat Rea sama Riki ciuman di ujung gang seberang Jalan Garuda. Gue udah lihat berkali-kali buat memastikan, dan gue yakin itu mereka. Rea sama Rajaesh udah putus, ya? Jadi, Rea sama Riki sekarang?" Tanya Rachel, suaranya bergetar di akhir kalimat.
"Ngga, belum. Bentar deh, jadi maksudnya Rea selingkuh di belakang Rajaesh gitu?" Nathan tampak terkejut, tetapi nada skeptisnya tidak bisa disembunyikan.
"Iya," jawab Rachel tegas.
"Hah? Apasi, Ra? Gajelas deh. Udah ya, gw lagi ngerjain tugas," Nathan memutuskan teleponnya, menganggap apa yang Rachel sampaikan hanyalah omong kosong belaka.
Setelah percakapan telepon berakhir, Rachel merenung sejenak. Dia tahu bahwa apa yang dia lihat bisa jadi hanya kesalahpahaman, tetapi hatinya tidak bisa mengabaikan kecurigaan itu. Dalam benaknya, ia membuat keputusan untuk mencari tahu lebih lanjut.
♡⃛◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞⸜₍ ˍ́˱˲ˍ̀ ₎⸝◟( ˊ̱˂˃ˋ̱ )◞♡⃛
Beberapa hari kemudian, Rachel terus mengamati gerak gerik Rea dan Riki tanpa terlihat. Rachel melihat mereka sering bertemu di kantin, tertawa dan mengobrol berdua. Semakin sering Rachel melihat mereka bersama, semakin kuat perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar persahabatan di antara mereka.
Sepulang sekolah, Rachel bertekad untuk mendapatkan bukti tentang perselingkuhan Rea dan Riki. Niat itu menggebu-gebu dalam hatinya, menggerakkan langkahnya untuk mengikuti Rea.
Mata Rachel menangkap pemandangan Rea yang tengah berpelukan mesra dengan Rajaesh. Ia terlihat begitu bahagia dan lengket dengan Rajaesh, tanpa menyadari bahwa Rachel tengah mengawasi. Namun, tak lama kemudian, Rea berpamitan dengan Rajaesh, mengatakan bahwa dirinya harus segera pulang. Rajaesh yang sedang ada rapat osis pun mengizinkan Rea pergi.
Ini adalah kesempatan emas bagi Rachel. Ia langsung beranjak mengikuti Rea yang berjalan kaki meninggalkan tempat tersebut. Rachel yakin Rea akan pulang dengan Riki menggunakan mobil, dan ia tak akan membiarkan kesempatan ini terlewatkan.
Benar saja, tak lama kemudian, Rea berjalan menuju sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan. Riki pun keluar dari mobil dan memberikan pelukan hangat kepada Rea. Rachel langsung mengeluarkan handphonenya dan bersiap untuk mengabadikan momen tersebut. Ia harus mengabadikan bukti perselingkuhan Rea dan Riki, sebagai senjata untuk mengungkap tabir kebohongan yang selama ini terselubung. Senyum merekah di wajah Rachel, ia telah mendapatkan buktinya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Rajaesh 2010 (ON GOING)
FanfictionCinta sering kali seperti labirin, kita terjebak dalam perasaan yang saling bertentangan, berusaha menemukan jalan keluar, tetapi semakin dalam kita masuk, semakin sulit untuk kembali. Seperti yang dialami Rajaesh Kavindra terhadap Rachel Natalia...